Hukum Puasa Mutih dan Puasa Wedal. Saya mau bertanya tentang Islam yang benar itu seperti apa?
1. Dari beberapa teman saya banyak yang melakukan puasa mutih, puasa wedal (hari lahir), dan masih banyak lagi. Yang saya tanyakan apa hukumnya puasa" tersebut? dibolehkankah? apakah ada dalilnya?
2. Di samping puasa tersebut dibarengkan dengan wirid/dzikir tertentu sesuai apa maksud yang ditujunya. Yang saya tanyakan, apakah memang ada di Islam seperti itu? Yang saya tau yang diwiridkan lafadz Allah dan juga “jangajawokan”? Apakah wirid dengan jangjawokan itu memang benar?
Tolong penjelasannya, terimakasih sebelumnnya saya orang awam yang hanya ingin tau sebenarnya islam yang benar itu seperti apa??
JAWAB:
Islam yang benar itu seperti yang tercantum dalam Al-Quran, Al-Hadits, dan Ijma Ulama --tiga sumber utama ajaran Islam.
1. Puasa mutih, puasa wedal, tidak termasuk puasa sunah apalagi wajib dalam Islam. Artinya, tidak termasuk dalam ajaran Islam. Islam hanya mengenal puasa wajib (Ramadhan) dan puasa sunah.
Puasa sunah dalam Islam a.l. puasa enam hari di Bulan Syawwal, puasa Hari `Arafah dan Hari `Asyura (hari kesepuluh bulan Muharram atau hari kesembilannya), puasa di Bulan Muharram, puasa di Bulan Sya'ban, puasa Senin dan Kamis, puasa tiga hari dari setiap bulan Hijriyyah (tgl 13, 14, 15), puasa Nabi Dawud (selang sehari), dan puasa pada hari kesembilan Bulan Dzul Hijjah.
Lagi pula, puasa mutih itu hakikatnya tidak puasa, karena tetap makan/minum yang putih-putih.
Dalam Islam ada puasa mutih, namun yang dimaksud adalah Puasa Sunnah “Ayyamul Bidh” (hari-hari putih), yaitu pusa tiga hari di pertengahan bulan Qamariyah.
Dari Abu Dzar, dia berkata: “Kami diperintahkan Rasulullah Saw untuk berpuasa pada tiga hari putih dalam sebulan, yakni tanggal 13, 14, 15.” (HR. An-Nasa'i dan Ibnu Hibban).
2. Dalam Islam tidak ada dzikir/wirid “jangjawokan” seperti Anda ceritakan. Itu adalah “tradisi kuno”, namun ditambah dengan lafadz Allah atau ayat-ayat Quran agar tampak “Islami”. Umat Islam wajib menjauhinya.*
Sunday, November 30, 2014
Wednesday, November 19, 2014
Daftar Tulisan Arab Salam, Amin, Bismillah,Masya Allah, Subhanallah, Dll
TULISAN Latin dari bahasa Arab, seperti Salam Assalamu'alaikum, Amin, Basmalah/Bismillah, Hamdalah, Masya Allah, Subhanallah, dan lainnya sering jadi "perdebatan" soal cara menulisnya.
Sumber perdebatan: yang satu mengacu pada cara penulisan (bahasa tulis), satunya lagi ke cara pengucapan (bahasa tutur).
Nah, daripada berdebat kusir yang tidak ada ujungnya, tulis saja huruf Arabnya kalimah-kalimah thayyibah (ungkapan yang baik) ini!
Berikut ini Daftar Tulisan Arab Salam (Assalamu'alaikum), Masya Allah, Basmalah (Bismillahir rohmaanir rohim), Hamdalah (Alhamdulillah), Tasbih (Subhanallah), Takbir (Allahu Akbar), dan Lainnya yang bisa di-copas ke Facebook, Twitter, atau Blog dan media sosial lainnya.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
(Assalamu 'alaikum Wr. Wb)
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
( Wa 'alaikum salam Wr. Wb )
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
( Wassalamu 'alaikum Wr. Wb)
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahirrahmanirrahim)
اَهْلاًوَسَهْلاً
(Ahlan wa Sahlan )
اَللّهُ اَكْبَرُ
(Allahu Akbar )
اَلْحَمْدُلِلّهِ
(Alhamdulillah)
اَللّهُ
(Allah)
آمِّينَ
(Amin)
اَسْتَغْفِرُ اَللّهَ
(Astaghfirullah)
بَارَكَ اللّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرِ
( Do'a untuk Pengantin )
اِنّا لِلّهِ وَاِنّا اِلَيْهِ رَجِعُوْنَ
(innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun)
اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ
(insya Allah)
جَزَاكَ اللّهُ
(jazakallah)
جَزَاكِ اللّهُ
(jazakillah)
جَزَاكُمُ اللّهُ
(jazakumullah)
لاَ هَوْلَ وَلاَ قُوَّتَ اِلاَّبِاللّهِ
(laa haula wa laa quwwata illa billah)
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ
(laa ilaaha illallah)
مَاشَآءَاللّهُ
(masya Allah)
سُبْحَانَ اللّهُ
(subhanallah)
اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، وَلِلّهِ الْحَمْدِ
(lafadz takbiran)
تقبل الله منا ومنكم
(taqabalallahu minna wa minkum)
تَقَبَّلْ يَا كَرِيْمُ
(taqabal ya kariim)
وَ اِيَّكُمْ
(wa iyyakum)
و ایاك
(wiyyaka)
شكرا
(syukron)
عفوا
('afwan)
و ایاك
(wiyyaka)
شكرا
(syukron)
عفوا
('afwan)
Demikian Daftar Tulisan Arab Salam, Basmalah, Masya Allah, Hamdalah, Subhanallah, Amin, dan Lainnya. Semoga bermanfaat. Anda tinggal COPAS ke media sosial. Wasalam. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*
Sunday, November 16, 2014
Hukum Masuk Kerja dengan Uang Suap
Assalamualaikum. Bagaimana hukumnya kalau masuk kerja, atau jadi PNS/TNI/Polri tapi harus membayar sejumlah uang pelicin? Terima kasih.
JAWAB: Wa’alaikum salam. Kalo uang itu dimaksudkan sebagai “uang pelicin” masuk kerja, maka hukumnya haram karena Allah melaknat suap-menyuap, sogok-menyogok, atau penyuap dan yang disuap.
“Rasulullah Saw melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”. (HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim, dan Ahmad).
Dalam riwayat Tsauban, terdapat tambahan hadits: “Arroisy” (...dan perantara transaksi suap)”. (HR Ahmad).
JAWAB: Wa’alaikum salam. Kalo uang itu dimaksudkan sebagai “uang pelicin” masuk kerja, maka hukumnya haram karena Allah melaknat suap-menyuap, sogok-menyogok, atau penyuap dan yang disuap.
“Rasulullah Saw melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”. (HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim, dan Ahmad).
Dalam riwayat Tsauban, terdapat tambahan hadits: “Arroisy” (...dan perantara transaksi suap)”. (HR Ahmad).
Ibnu Taimiyah menyebutkan, para ulama telah mengatakan:
”Sesungguhnya pemberian hadiah kepada wali amri—orang yang diberikan tanggung jawab atas suatu urusan—untuk melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan, ini adalah haram, baik bagi yang memberikan maupun menerima hadiah itu, dan ini adalah suap yang dilarang Nabi saw.” (Majmu’ Fatawa).
Hukum haram atau berdosanya suap-menyuap bukan hanya di dunia kerja, tapi juga haram menyuap dalam urusan lain, misalnya mengurus surat dan lainnya. Wallahu a’lam bish shawabi.*
Tuesday, October 21, 2014
Menyikapi Tahun Baru Islam 1 Muharram Hijriyah
SETIAP kali kita memasuki Tahun Baru Islam 1 Muharam (Hijriyah), sebagai kaum Muslim kita dituntut menyikapi momentum tersebut dengan muhasabah (introspeksi diri).
Misalnya: Apakah ibadah atau amal saleh kita selama ini sudah memenuhi syarat untuk diterima oleh Allah SWT? Yaitu, dilandasi keimanan, ilmu, ikhlas, dan sesuai dengan sunah Rasul? Bekal amal saleh apa yang sudah kita miliki untuk kehidupan di akhirat kelak?
Benar, muhasabah harus kita lakukan sepanjang waktu, hari demi hari, bahkan detik demi detik. Tapi setidaknya, pergantian tahun baru Islam menjadi "momentum tahunan" muhasabah.
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk hari esok (akhirat)..." (QS. Al-Hasyr: 18).
Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani:
"Setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup di dunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya".
Umar bin Khottob mengatakan: Hasibu anfusakum qobla antuhasabu. "Evaluasilah (hisablah) dirimu sendiri sebelum kalian dihisab (di hadapan Allah kelak)".
Saat memasuki Tahun Baru Islam 1 Muharram atau Tahun Baru Hijriyah, kita juga harus memaknai peristiwa hijrah Rasulullah Saw dan para sahabat dari Makkah ke Madinah yang menjadi awal perhitungan kalender Islam (makanya disebut Kalender Hijriyah, dari kata hijrah).
Di Madinah, Rasul membangun tiga fondasi masyarakat Islami menuju daulah Islamiyah:
Maka, mari makmurkan masjid, semarakkan aktivitas ibadah dan dakwah di dalamnya, eratkan ukhuwah sesama Muslim, dan kembangkan toleransi beragama tanpa merusak akidah.
Sabda Nabi Saw, Muhajir (orang yang berhijrah) dalam makna luas, adalah dia yang meninggalkan larangan Allah SWT. Al-Muhajiru man hajara ma nahallahu 'anhu.
Mari kita menyikapi Tahun Baru Islam 1 Muharram atau Tahun Baru Hijriyah dengan muhasabah dan hijrah kepada yang lebih baik, lebih Islami. Wallahu a'lam bish-shawabi.*
Misalnya: Apakah ibadah atau amal saleh kita selama ini sudah memenuhi syarat untuk diterima oleh Allah SWT? Yaitu, dilandasi keimanan, ilmu, ikhlas, dan sesuai dengan sunah Rasul? Bekal amal saleh apa yang sudah kita miliki untuk kehidupan di akhirat kelak?
Benar, muhasabah harus kita lakukan sepanjang waktu, hari demi hari, bahkan detik demi detik. Tapi setidaknya, pergantian tahun baru Islam menjadi "momentum tahunan" muhasabah.
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk hari esok (akhirat)..." (QS. Al-Hasyr: 18).
Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani:
"Setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup di dunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya".
Umar bin Khottob mengatakan: Hasibu anfusakum qobla antuhasabu. "Evaluasilah (hisablah) dirimu sendiri sebelum kalian dihisab (di hadapan Allah kelak)".
Saat memasuki Tahun Baru Islam 1 Muharram atau Tahun Baru Hijriyah, kita juga harus memaknai peristiwa hijrah Rasulullah Saw dan para sahabat dari Makkah ke Madinah yang menjadi awal perhitungan kalender Islam (makanya disebut Kalender Hijriyah, dari kata hijrah).
Di Madinah, Rasul membangun tiga fondasi masyarakat Islami menuju daulah Islamiyah:
- Masjid,
- Ukhuwah Islamiyah,
- Perjanjian damai dengan semua warga Madinah (Piagam Madinah).
Maka, mari makmurkan masjid, semarakkan aktivitas ibadah dan dakwah di dalamnya, eratkan ukhuwah sesama Muslim, dan kembangkan toleransi beragama tanpa merusak akidah.
Sabda Nabi Saw, Muhajir (orang yang berhijrah) dalam makna luas, adalah dia yang meninggalkan larangan Allah SWT. Al-Muhajiru man hajara ma nahallahu 'anhu.
Mari kita menyikapi Tahun Baru Islam 1 Muharram atau Tahun Baru Hijriyah dengan muhasabah dan hijrah kepada yang lebih baik, lebih Islami. Wallahu a'lam bish-shawabi.*
Saturday, October 4, 2014
Hukum Biaya Haji Pinjam dari Bank
Hukum Biaya Haji Pinjam dari Bank
Bagaimana hukumnya utk biaya ibadah haji pinjam dari bank wass. 02292641XXX
JAWAB: Untuk mendapatkan haji mabrur, kita harus menggunakan bekal yang halal. Lagi pula, jika sampai pinjam uang, bisa dikatakan belum wajib haji karena belum mampu; jadi jangan memaksakan pinjam, apalagi dari bank riba.
Syekh Ibnu Utsaimin ditanya, “Sebagian orang mengambil utang untuk menunaikah haji dari perusahaan tempat dia bekerja, pelunasannya dilakukan dengan cara memotong gajinya secara angsuran, bagaimana pendapat Anda dalam masalah ini?“
Beliau menjawab, “Menurut pandangan saya, dia tidak perlu berbuat demikian, karena seseorang tidak wajib menunaikan haji jika dia memiliki utang, apalagi halnya jika dia sengaja berutang untuk menunaikan haji? Maka menurut saya, sebaiknya jangan berutang untuk menunaikan haji; karena menunaikan haji dalam kondisi tersebut bukan merupakan kewajiban baginya, karenanya dia seharusnya menerima keringanan Allah, keluasan, dan kasih sayang-Nya. Seseorang tidak dibebankan untuk berutang yang dia tidak tahu apakah dapat melunasi atau tidak? Boleh jadi dia meninggal sebelum melunasi sehingga dia masih memiliki tanggungan.” (Majmu Fatawa, Syekh Ibnu Utsaimin).
Jika meminjamnya dengan cara peminjaman riba untuk menunaikan haji, maka hal itu merupakan dosa yang sangat besar. Sebagian ulama berkata, jika engkau menunaikan haji yang asalnya haram, engkau pada hakikatnya tidak haji, tetapi yang haji hanyalah hewan tunggangannya.
Imam Nawawi berkata, “Jika seseorang menunaikan haji dengan harta yang haram, atau mengendarai hewan tunggangan hasil rampasan, maka dia berdosa, namun hajinya sah dan dianggap, menurut pendapat kami. Itu adalah pendapat Abu Hanifah, Malik, Al-Abdari, begitu pula pendapat sebagian besar para fuqoha. (Al-Majmu'). Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Bagaimana hukumnya utk biaya ibadah haji pinjam dari bank wass. 02292641XXX
JAWAB: Untuk mendapatkan haji mabrur, kita harus menggunakan bekal yang halal. Lagi pula, jika sampai pinjam uang, bisa dikatakan belum wajib haji karena belum mampu; jadi jangan memaksakan pinjam, apalagi dari bank riba.
Syekh Ibnu Utsaimin ditanya, “Sebagian orang mengambil utang untuk menunaikah haji dari perusahaan tempat dia bekerja, pelunasannya dilakukan dengan cara memotong gajinya secara angsuran, bagaimana pendapat Anda dalam masalah ini?“
Beliau menjawab, “Menurut pandangan saya, dia tidak perlu berbuat demikian, karena seseorang tidak wajib menunaikan haji jika dia memiliki utang, apalagi halnya jika dia sengaja berutang untuk menunaikan haji? Maka menurut saya, sebaiknya jangan berutang untuk menunaikan haji; karena menunaikan haji dalam kondisi tersebut bukan merupakan kewajiban baginya, karenanya dia seharusnya menerima keringanan Allah, keluasan, dan kasih sayang-Nya. Seseorang tidak dibebankan untuk berutang yang dia tidak tahu apakah dapat melunasi atau tidak? Boleh jadi dia meninggal sebelum melunasi sehingga dia masih memiliki tanggungan.” (Majmu Fatawa, Syekh Ibnu Utsaimin).
Jika meminjamnya dengan cara peminjaman riba untuk menunaikan haji, maka hal itu merupakan dosa yang sangat besar. Sebagian ulama berkata, jika engkau menunaikan haji yang asalnya haram, engkau pada hakikatnya tidak haji, tetapi yang haji hanyalah hewan tunggangannya.
Imam Nawawi berkata, “Jika seseorang menunaikan haji dengan harta yang haram, atau mengendarai hewan tunggangan hasil rampasan, maka dia berdosa, namun hajinya sah dan dianggap, menurut pendapat kami. Itu adalah pendapat Abu Hanifah, Malik, Al-Abdari, begitu pula pendapat sebagian besar para fuqoha. (Al-Majmu'). Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Hukum Shalat Tidak Mengerti Bacaannya
Bgmn hukumnya org shalat, tapi tidak mengerti arti dan makna bacaan shalat? 085269605XXX
JAWAB: Hukumnya tetap sah secara fiqih, selama bacaannya benar dan memenuhi syarat dan rukun shalat.
Jadi, ketidakmengertian bacaan tidak ada kaitannya dengan sah-tidaknya shalat, karena tidak termasuk syarat sah dan rukun shalat.
Namun, jika kita shalat tidak mengerti makna bacaannya, alangkah ruginya kita, karena shalat kita tidak akan khusyu dan kita tidak ”berdialog” dengan Allah SWT.
Lagi pula, sebagian besar bacaan shalat itu berisi doa. Mungkinkan kita meminta sesuatu (berdoa) kepada Allah tanpa paham apa yang kita minta? Karenanya, mari kita pelajari dan pahami bacaan shalat, dari takbir hingga salam, agar shalat kita khusyu, berpengaruh pada perilaku, dan kita merasakan kenikmatan spiritual ”berdialog” dengan Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
JAWAB: Hukumnya tetap sah secara fiqih, selama bacaannya benar dan memenuhi syarat dan rukun shalat.
Jadi, ketidakmengertian bacaan tidak ada kaitannya dengan sah-tidaknya shalat, karena tidak termasuk syarat sah dan rukun shalat.
Namun, jika kita shalat tidak mengerti makna bacaannya, alangkah ruginya kita, karena shalat kita tidak akan khusyu dan kita tidak ”berdialog” dengan Allah SWT.
Lagi pula, sebagian besar bacaan shalat itu berisi doa. Mungkinkan kita meminta sesuatu (berdoa) kepada Allah tanpa paham apa yang kita minta? Karenanya, mari kita pelajari dan pahami bacaan shalat, dari takbir hingga salam, agar shalat kita khusyu, berpengaruh pada perilaku, dan kita merasakan kenikmatan spiritual ”berdialog” dengan Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Monday, September 15, 2014
Benarkah Melagukan Adzan itu Bid’ah?
Benarkah Melagukan Adzan itu Bid’ah?
TANYA: Apa benar, katanya melagukan bacaan adzan itu bid'ah? Mohon penjelasannya, wassalam.
JAWAB: Tidak ada keterangan pasti tentang boleh-tidaknya melagukan atau memperindah lantunan/bacaan adzan (adan, azan), sehingga tidak bisa begitu saja dihukumi bid’ah.
Bid’ah secara garis besar adalah mengada-adakan, menambah atau mengurangi, tata cara ibadah --utamanya ibadah pokok atau ibadah mahdhah: shalat, zakat, puasa, dan haji --yang sudah dicontohkan Rasulullah Saw.
Yang jelas, jika waktu shalat tiba, harus ada yang adzan guna mengingatkan dan memanggil kaum Muslim untuk segera shalat.
"Jika waktu sholat telah tiba, hendaklah salah seorang diantara kalian mengumandangkan adzan untuk kalian dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian yang menjadi imam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sayyid Sabiq (seorang 'ulama fiqih) mengatakan: ”Melagukan (adzan) hingga mengubah, menambah, atau mengurangi huruf, harakat, atau mad-nya, maka itu adalah makruh. Dan jika sampai mengubah maknanya maka itu adalah haram." (Fiqhus Sunnah).
Adzan harus dilakukan secara tarassul (berlahan-lahan), keras –bersuara tinggi hingga bisa didengar orang banyak, dan dengan suara indah.
Abu Mandzurah menyebutkan, Nabi Saw terkagum-kagum dengan suaranya, lalu beliau mengajarinya adzan (HR. Ibnu Khuzaimah). Wallahu a’lam bish-shawabi.*
TANYA: Apa benar, katanya melagukan bacaan adzan itu bid'ah? Mohon penjelasannya, wassalam.
JAWAB: Tidak ada keterangan pasti tentang boleh-tidaknya melagukan atau memperindah lantunan/bacaan adzan (adan, azan), sehingga tidak bisa begitu saja dihukumi bid’ah.
Bid’ah secara garis besar adalah mengada-adakan, menambah atau mengurangi, tata cara ibadah --utamanya ibadah pokok atau ibadah mahdhah: shalat, zakat, puasa, dan haji --yang sudah dicontohkan Rasulullah Saw.
Yang jelas, jika waktu shalat tiba, harus ada yang adzan guna mengingatkan dan memanggil kaum Muslim untuk segera shalat.
"Jika waktu sholat telah tiba, hendaklah salah seorang diantara kalian mengumandangkan adzan untuk kalian dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian yang menjadi imam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mayoritas ulama sependapat, adzan boleh (mubah) dilagukan, asalkan tetap menaati kaidah ilmu tajwid, tidak berlebihan memanjangkannya hingga menyerupai nyanyian, dan selama tidak mengubah makna bacaan adzan.
Sayyid Sabiq (seorang 'ulama fiqih) mengatakan: ”Melagukan (adzan) hingga mengubah, menambah, atau mengurangi huruf, harakat, atau mad-nya, maka itu adalah makruh. Dan jika sampai mengubah maknanya maka itu adalah haram." (Fiqhus Sunnah).
Adzan harus dilakukan secara tarassul (berlahan-lahan), keras –bersuara tinggi hingga bisa didengar orang banyak, dan dengan suara indah.
Abu Mandzurah menyebutkan, Nabi Saw terkagum-kagum dengan suaranya, lalu beliau mengajarinya adzan (HR. Ibnu Khuzaimah). Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Puasa Sunah Bulan Dzulhijjah - Puasa Arofah
Puasa Sunah bulan Dzulhijjah atau Puasa Sunah Idul Adha adalah salah satu jenis puasa sunah yang sangat dianjurkan dalam Islam, terutama Puasa Arafah.
Umat Islam disunahkan berpuasa sehari sebelum Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah.
Puasa Sunah Bulan Haji tanggal 9 tersebut disebut "Puasa Arofah". Hukum Sunah Puasa Arofah ini berdasarkan hadits Shahih:
“…puasa hari Arafah, saya (Nabi Saw) berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Muslim dan Ahmad).
Dibolehkan juga puasa sunah dari tanggal 1 s.d. 8 Dzulhijjah.
Jadi, kalau semua puasa sunah dilaksanakan, maka puasa sunahnya bulan haji ini dimiulai dari tangal 1 s.d. 9 Dzulhijjah, berdasarkan hadits yang berisi anjuran memperbanyak ibadah di 10 Hari Pertama bulan Dzulhijah atau bulan haji, menjelang Idul Adha.
"Dari Ibni Abbas r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada amal yang lebih dicintai Allah dari hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah)'. Mereka (para sahabat) bertanya, 'Ya Rasulullah SAW, dibandingkan dengan jihad fi sabilillah?' Jawab Rasul, 'Meskipun dibandingkan dengan jihad fi sabililllah..." (HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasai, Nailul Authar: 3/312). Wallahu a'lam bish-showabi. (www.inilahrisalahislam.blogspot.com).*
Tags: puasa, puasa sunah, puasa arofah, puasa bulan haji, puasa bulan dzulhijjah, puasa sunah bulan dzulhijjah.
Umat Islam disunahkan berpuasa sehari sebelum Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah.
Puasa Sunah Bulan Haji tanggal 9 tersebut disebut "Puasa Arofah". Hukum Sunah Puasa Arofah ini berdasarkan hadits Shahih:
“…puasa hari Arafah, saya (Nabi Saw) berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Muslim dan Ahmad).
Dibolehkan juga puasa sunah dari tanggal 1 s.d. 8 Dzulhijjah.
Jadi, kalau semua puasa sunah dilaksanakan, maka puasa sunahnya bulan haji ini dimiulai dari tangal 1 s.d. 9 Dzulhijjah, berdasarkan hadits yang berisi anjuran memperbanyak ibadah di 10 Hari Pertama bulan Dzulhijah atau bulan haji, menjelang Idul Adha.
"Dari Ibni Abbas r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada amal yang lebih dicintai Allah dari hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah)'. Mereka (para sahabat) bertanya, 'Ya Rasulullah SAW, dibandingkan dengan jihad fi sabilillah?' Jawab Rasul, 'Meskipun dibandingkan dengan jihad fi sabililllah..." (HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasai, Nailul Authar: 3/312). Wallahu a'lam bish-showabi. (www.inilahrisalahislam.blogspot.com).*
Tags: puasa, puasa sunah, puasa arofah, puasa bulan haji, puasa bulan dzulhijjah, puasa sunah bulan dzulhijjah.
Hukum Akikah Setelah Dewasa dan Biaya Sendiri
Hukum Akikah Setelah Dewasa dan Biaya Sendiri.
TANYA: Sy mau tny : 1.Blhkh Aqiqah br dlkukn stlh dewsa? 2.Blhkah sy b'qurban dlu sblm aqiqah? 3. Blhkh Aqiqah beaya sndri bkn dr ayh?(krn ayh blm mampu), wasalam.
JAWAB: Jawaban ringkas untuk ketiga pertanyaan Anda adalah boleh.
Akikah (aqiqah) adalah sembelihan hewan kurban untuk anak yang baru lahir dan dilakukan pada hari ketujuh. Hukum akikah sunnah muakkadah.
”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan nama untuknya” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan, dishohihkan oleh Tirmidzi).
Jika orangtua bayi tidak memiliki kesanggupan untuk akikah hari ke-7, dibolehkan hari ke-14, 21, atau saat kapan pun ia (orangtua bayi) memiliki rezeki.
Imam Syafi’i dan Hambali menyatakan, akikah bisa dilakukan sebelum atau setelah hari ketujuh.
Dibolehkan akikah dengan biaya sendiri oleh sang anak setelah dewasa dan mampu, menurut sebagian ulama.
Namun, mayoritas ulama tidak memperkenankannya karena akikah adalah tanggung jawab ayah atau yang menanggung nafkah sang anak, dan tidak bisa dilakukan oleh selainnya. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
TANYA: Sy mau tny : 1.Blhkh Aqiqah br dlkukn stlh dewsa? 2.Blhkah sy b'qurban dlu sblm aqiqah? 3. Blhkh Aqiqah beaya sndri bkn dr ayh?(krn ayh blm mampu), wasalam.
JAWAB: Jawaban ringkas untuk ketiga pertanyaan Anda adalah boleh.
Akikah (aqiqah) adalah sembelihan hewan kurban untuk anak yang baru lahir dan dilakukan pada hari ketujuh. Hukum akikah sunnah muakkadah.
”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan nama untuknya” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan, dishohihkan oleh Tirmidzi).
Jika orangtua bayi tidak memiliki kesanggupan untuk akikah hari ke-7, dibolehkan hari ke-14, 21, atau saat kapan pun ia (orangtua bayi) memiliki rezeki.
Imam Syafi’i dan Hambali menyatakan, akikah bisa dilakukan sebelum atau setelah hari ketujuh.
Harap diingat, yang bertanggung jawab melakukan akikah adalah sang ayah bayi, namun jika sang ayah tidak mampu, tidak masalah karena hukumnya sunah.
Dibolehkan akikah dengan biaya sendiri oleh sang anak setelah dewasa dan mampu, menurut sebagian ulama.
Namun, mayoritas ulama tidak memperkenankannya karena akikah adalah tanggung jawab ayah atau yang menanggung nafkah sang anak, dan tidak bisa dilakukan oleh selainnya. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Hikmah Idul Adha: Merekat Ukhuwah dan Rela Berkorban
IDUL ADHA adalah salah satu hari raya umat Islam, selain Idul Fitri. Dalam Idul Adha, ada ibadah haji dan ibadah kurban sehingga Idul Adha disebut juga "Lebaran Haji" dan "Idul Qurban".
Ibadah haji dan Ibadah Kurban sama-sama mengajarkan dua hal: ukhuwah atau persaudaraan dan sikap rela berkorban demi agama (Islam), juga demi kemanusiaan.
Semua manusia sama dalama pandangan Allah. Hanya takwa yang membedakannya. Taka tercermin dalam akhlak karimah atau perangai yang baik. Tidak peduli apa pun pekerjaan dan jabatannya, yang membuat seseorang mulia bukan pekerjaan atau jabatan, tapi ketakwaannya, akhlaknya!
Pakaian ihram jamaah haji mengandung pesan: suatu saat, cepat atau lambat, kita akan hanya berbusana kain kafan nan putih. Hanya amal saleh yang menjadi bekal dan penolong kita di alam akhirat kelak.
Maka, gunakan tenaga, pemikiran, harta, jabatan, atau apa pun yang kita miliki, demi dakwah Islam dan ibadah kepada Allah Swt.
Harta adalah amanah sekaligus fasilitas ibadah kepada Allah. Harta bukan tujuan, tapi sarana ibadah. Maka, alangkah meruginya orang berharta yang tidak menjadikannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Selain itu, penyembelihan hewan kurban mengandung pesan agar kita "menyembelih" pula sifat-sifat hewaniyah (kebinatangan) --perangai buruk laksana hewan seperti rakus, angkuh, pelit, "cuek", tak tahu malu-- dalam diri kita. Ia pun mengajarkan semangat "share and care", berbagi dan peduli, terhadap sesama.
Semoga Idul Adha atau Idul Kurban senantiasa meningkatkan persaudaraan umat Islam dan semangat rela berkorban demi tegaknya agama Allah SWT (Islam). Amin! Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Ibadah haji dan Ibadah Kurban sama-sama mengajarkan dua hal: ukhuwah atau persaudaraan dan sikap rela berkorban demi agama (Islam), juga demi kemanusiaan.
Hikmah Ibadah Haji
Ibadah haji mengajarkan kesiapan mental-fisik untuk menjalani kehidupan dengan tuntunan dan tuntutan Islam. Tauhidullah dan syariat Islam yang ditegakkan dan didakwahkan Nabi Ibrahim a.s., Nabi Muhammad Saw, juga nabi dan rasul lainnya, wajib kita imani, pahami, amalkan, dakwahkan, perjuangkan, dan bela!Ibadah haji juga mengajarkan kesamaan, kesetaraan, dan persaudaraan umat manusia. Maka, promosikan ukhuwah di kalangan manusia, khususnya sesama kaum Muslim!
Semua manusia sama dalama pandangan Allah. Hanya takwa yang membedakannya. Taka tercermin dalam akhlak karimah atau perangai yang baik. Tidak peduli apa pun pekerjaan dan jabatannya, yang membuat seseorang mulia bukan pekerjaan atau jabatan, tapi ketakwaannya, akhlaknya!
Pakaian ihram jamaah haji mengandung pesan: suatu saat, cepat atau lambat, kita akan hanya berbusana kain kafan nan putih. Hanya amal saleh yang menjadi bekal dan penolong kita di alam akhirat kelak.
Hikmah Ibadah Kurban
Ibadah kurban mengajarkan semangat berkorban apa saja, demi tegaknya syi’ar Islam dan ketaatan kepada perintah Allah Swt. Jiwa, raga, atau diri kita dan harta yang kita miliki, hakikatnya titipan atau amanah dari Allah Swt.Maka, gunakan tenaga, pemikiran, harta, jabatan, atau apa pun yang kita miliki, demi dakwah Islam dan ibadah kepada Allah Swt.
Harta adalah amanah sekaligus fasilitas ibadah kepada Allah. Harta bukan tujuan, tapi sarana ibadah. Maka, alangkah meruginya orang berharta yang tidak menjadikannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Lakukan ibadah harta berupa zakat, infak, dan sedekah. Allah Swt menjamin, harta yang diinfakkan akan berkah dan tidak akan berkurang, justru bertambah dengan keberkahan.
Selain itu, penyembelihan hewan kurban mengandung pesan agar kita "menyembelih" pula sifat-sifat hewaniyah (kebinatangan) --perangai buruk laksana hewan seperti rakus, angkuh, pelit, "cuek", tak tahu malu-- dalam diri kita. Ia pun mengajarkan semangat "share and care", berbagi dan peduli, terhadap sesama.
Semoga Idul Adha atau Idul Kurban senantiasa meningkatkan persaudaraan umat Islam dan semangat rela berkorban demi tegaknya agama Allah SWT (Islam). Amin! Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Saturday, August 30, 2014
Hukum Berdoa di Facebook dan Twitter
Hukum Berdoa di Facebook dan Twitter
KEHADIRAN media sosial bukan saja mengubah gaya hidup dan komunikasi, tapi juga gaya berdoa. Kini banyak Facebooker (pengguna Facebook) dan Tweeps (pengguna twitter) yang berdoa di status FB dan Twitternya. "Ya Allah..." dan "Ya Rab...." demikian mereka menulis.
Apa niat mereka menuliskan doanya di Facebook? Wallahu a'lam. Tapi mungkin, ingin diaminkan oleh teman-temannya.
Masalahnya, berdoa hanya untuk Allah dan tidak usah dipertontonkan kepada orang lain. Berdoa harus ikhlas, hanya kepada Allah, tidak boleh ada unsur riya' atau ingin dipuji orang lain. Kita khawatir, seseorang menulis doanya di Facebook/Twitter, justru ada niatan "show", pamer, sehingga jatuh ke jurang riya' (syirik kecil).
Rasulullah Saw juga menegaskan, adukanlah segala masalah hanya kepada Allah, bahkan masalah tali sandal yang putus sekalipun!
"Hendaklah di antara kalian mengadukan segala urusannya hanya kepada Allah saja, walaupun hanya tali sandal yang putus." (HR. Tirmidzi).
KEHADIRAN media sosial bukan saja mengubah gaya hidup dan komunikasi, tapi juga gaya berdoa. Kini banyak Facebooker (pengguna Facebook) dan Tweeps (pengguna twitter) yang berdoa di status FB dan Twitternya. "Ya Allah..." dan "Ya Rab...." demikian mereka menulis.
Apa niat mereka menuliskan doanya di Facebook? Wallahu a'lam. Tapi mungkin, ingin diaminkan oleh teman-temannya.
Masalahnya, berdoa hanya untuk Allah dan tidak usah dipertontonkan kepada orang lain. Berdoa harus ikhlas, hanya kepada Allah, tidak boleh ada unsur riya' atau ingin dipuji orang lain. Kita khawatir, seseorang menulis doanya di Facebook/Twitter, justru ada niatan "show", pamer, sehingga jatuh ke jurang riya' (syirik kecil).
"Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (QS. Yusuf: 86).
"Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan akan terkabul. Dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lena” (HR At-Tirmidzi)
Rasulullah Saw juga menegaskan, adukanlah segala masalah hanya kepada Allah, bahkan masalah tali sandal yang putus sekalipun!
"Hendaklah di antara kalian mengadukan segala urusannya hanya kepada Allah saja, walaupun hanya tali sandal yang putus." (HR. Tirmidzi).
Dengan dua alasan itu, khawatir jadi riya' dan syirik, maka hukum berdoa di Facebook itu selayaknya dihindari oleh setiap Muslim. Wallahu a'lam bish-showabi.*
Friday, August 29, 2014
Kurban Tapi Belum Akikah, Diterima Kurbannya?
Kurban Tapi Belum Akikah, Diterima Kurbannya oleh Allah?
AssaLamu'aLaikum. Seseorang udah pernah qurban 1 ekor kambing, tapi sebenarnya dia beLum aqiqah karena ktidaktahuan dia soAL agama". APAKAH QURBANYA DTRIMA ALLAH?
JAWAB: Wa'alaikum Salam wr wb. Kesalahan karena ketidaktahuan diampuni oleh Allah SWT, sebagaimana kesalahan yang dilakukan karena terpaksa dan tidak sengaja.
Dari Ibu Abbas r.a., Rasulullaah Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah mengampuni beberapa perilaku umatku, yakni (karena) keliru (akibat tidak tahu dan/atau tidak disengaja), lupa, dan terpaksa." (HR Ibnu Majah, Baihaqi, dan lain-lain. Hadits Hasan)
Lagi pula, hukum akikah tidak wajib. Hukum akikah Sunnah Muakkad, sunat yang sangat dianjurkan, khususnya bagi yang mampu. Akikah itu sunah bagi orangtua kita, saat kita baru lahir.
”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan nama untuknya” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan, dishohihkan oleh Tirmidzi).
Jika ia tidak memiliki kesanggupan untuk akikah hari ke-7, dibolehkan hari ke-14, 21, atau saat kapan pun ia (orangtua bayi) memiliki rezeki. Imam Syafi’i dan Hambali menyatakan, akikah bisa dilakukan sebelum atau setelah hari ketujuh. Harap diingat, yang bertanggung jawab melakukan akikah adalah sang ayah bayi.*
Menurut Imam Ahmad, kalau seseorang sudah berkurban, tidak perlu lagi melakukan akikah karena qurban tersebut telah mencukupi dan mewakili.
AssaLamu'aLaikum. Seseorang udah pernah qurban 1 ekor kambing, tapi sebenarnya dia beLum aqiqah karena ktidaktahuan dia soAL agama". APAKAH QURBANYA DTRIMA ALLAH?
JAWAB: Wa'alaikum Salam wr wb. Kesalahan karena ketidaktahuan diampuni oleh Allah SWT, sebagaimana kesalahan yang dilakukan karena terpaksa dan tidak sengaja.
Dari Ibu Abbas r.a., Rasulullaah Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah mengampuni beberapa perilaku umatku, yakni (karena) keliru (akibat tidak tahu dan/atau tidak disengaja), lupa, dan terpaksa." (HR Ibnu Majah, Baihaqi, dan lain-lain. Hadits Hasan)
Lagi pula, hukum akikah tidak wajib. Hukum akikah Sunnah Muakkad, sunat yang sangat dianjurkan, khususnya bagi yang mampu. Akikah itu sunah bagi orangtua kita, saat kita baru lahir.
”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan nama untuknya” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan, dishohihkan oleh Tirmidzi).
Jika ia tidak memiliki kesanggupan untuk akikah hari ke-7, dibolehkan hari ke-14, 21, atau saat kapan pun ia (orangtua bayi) memiliki rezeki. Imam Syafi’i dan Hambali menyatakan, akikah bisa dilakukan sebelum atau setelah hari ketujuh. Harap diingat, yang bertanggung jawab melakukan akikah adalah sang ayah bayi.*
Kami belum/tidak menemukan dalil yang melarang seseorang berkurban jika belum melakukan akikah. Dengan kata lain, kurban boleh dilakukan meski ia belum melakukan akikahi atau diakikahi.
Menurut Imam Ahmad, kalau seseorang sudah berkurban, tidak perlu lagi melakukan akikah karena qurban tersebut telah mencukupi dan mewakili.
Suatu ketika Imam Ahmad ditanya tentang kurban yang diperuntukkan untuk seorang anak, apakah hal itu sudah bisa menggantikan akikahnya? Beliau menjawab, "Aku tidak tahu. Akan tetapi ada yang berpendapat demikian. (Yaitu dari kalangan tabiin)." Imam Ahmad sendiri menegaskan, "Aku berharap semoga kurban yang dilakukan bisa menggantikan akikah orang yang belum diakikahi insya Allah." Wallahu a'lam bish-shawabi.*
Kurban Membagikan Sifat Kehewanan?
Assalamu'alaikum wr. Wb. saya mau nanya, ‘kan ketika khutbah Idul Adha, khotib menerangkan yang intinya berkurban itu sama dengan menyembelih sifat kehewanan.
Nah, yang saya tanyakan, apakah ada dalil/nash yang menjelaskan bahwa berkurban itu ibarat menyembelih sifat kehewanan orang yang berkurbannya?
Kalo ada, berarti orang yang berkurban itu sama saja dengan membagi sifat kehewanan kepada orang lain. Mohon penjelasannya Trimakasih. Wasalam.
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. wb. Kami belum/tidak menemukan dalil yang menyebutkan bahwa berkurban itu sama dengan menyembelif sifat kehewanan. Pemahaman itu hanyalah pendapat ulama yang mencoba menggali hikmah atau pelajaran di balik ibadah kurban.
Pendapat demikian tidaklah keliru karena memang kita harus menghilangkan sifat-sifat kebinatangan dalam diri kita, seperti mengikuti hawa nafsu, bertindak tanpa berpikir, serakah, dan hewan hanya memikirkan/mengurus "urusan perut" dan "di bawah perut" dalam hidupnya.
Ibadah kurban itu disyariatkan sebagai bukti syukur sekaligus mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Kautsar, juga simbol ketaatan kepada perintah Allah, menghidupkan syiar Nabi Ibrahim a.s. dalam menegakkan agama tauhid (Islam), dan mengajarkan semangat rela berkorban apa saja demi syiar Islam dan mencapai keridhoan Allah SWT.
Pemahaman Anda, “yang berkurban itu sama saja dengan membagi sifat kehewanan kepada orang lain,” tentu saja keliru karena sifat kehewanannya sendiri sudah mati seiring matinya hewan kurban karena disembelih. Insya Allah. Amin....! Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Nah, yang saya tanyakan, apakah ada dalil/nash yang menjelaskan bahwa berkurban itu ibarat menyembelih sifat kehewanan orang yang berkurbannya?
Kalo ada, berarti orang yang berkurban itu sama saja dengan membagi sifat kehewanan kepada orang lain. Mohon penjelasannya Trimakasih. Wasalam.
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. wb. Kami belum/tidak menemukan dalil yang menyebutkan bahwa berkurban itu sama dengan menyembelif sifat kehewanan. Pemahaman itu hanyalah pendapat ulama yang mencoba menggali hikmah atau pelajaran di balik ibadah kurban.
Pendapat demikian tidaklah keliru karena memang kita harus menghilangkan sifat-sifat kebinatangan dalam diri kita, seperti mengikuti hawa nafsu, bertindak tanpa berpikir, serakah, dan hewan hanya memikirkan/mengurus "urusan perut" dan "di bawah perut" dalam hidupnya.
Ibadah kurban itu disyariatkan sebagai bukti syukur sekaligus mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Kautsar, juga simbol ketaatan kepada perintah Allah, menghidupkan syiar Nabi Ibrahim a.s. dalam menegakkan agama tauhid (Islam), dan mengajarkan semangat rela berkorban apa saja demi syiar Islam dan mencapai keridhoan Allah SWT.
Pemahaman Anda, “yang berkurban itu sama saja dengan membagi sifat kehewanan kepada orang lain,” tentu saja keliru karena sifat kehewanannya sendiri sudah mati seiring matinya hewan kurban karena disembelih. Insya Allah. Amin....! Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Wednesday, August 13, 2014
Hukum Kartu Kredit menurut Islam
Saya ‘kan sekarang bekerja jadi marketing kartu kredit, apa ada hukumnya? Masa’ kadang ada yang plesetan kata-kata "nyuruh ngutang”. Terus soal bunganya bagaimana?
JAWAB: Soal bunga, jelas itu riba yang diharamkan. Tidak ada pertentangan soal itu. Soal hukum kartu kredit ada fatwa dari Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (Lajnah Daimah):
“Ketentuan peminjam (pemilik kartu) yang terlambat membayar harus membayar tambahan sekian persen, maka yang demikian itu termasuk akad yang berbau riba, masuk riba fadhl, yaitu riba karena adanya penambahan. Juga riba nasi’ah yaitu riba karena adanya penanggungan pembayaran.”
Jika tidak ada denda dari keterlambatan pembayaran utang, maka hukumnya boleh. Demikian juga sebagian ulama membolehkan, jika pengguna kartu berkeyakinan bisa melunasi utang tepat pada waktunya sehingga tidak kena denda.
Jadi, kartu kredit yang diharamkan itu yang mengandung unsur riba --mengharuskan pemegang kartu membayar bunga riba atau denda bila terlambat menutupi utangnya. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
JAWAB: Soal bunga, jelas itu riba yang diharamkan. Tidak ada pertentangan soal itu. Soal hukum kartu kredit ada fatwa dari Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (Lajnah Daimah):
“Ketentuan peminjam (pemilik kartu) yang terlambat membayar harus membayar tambahan sekian persen, maka yang demikian itu termasuk akad yang berbau riba, masuk riba fadhl, yaitu riba karena adanya penambahan. Juga riba nasi’ah yaitu riba karena adanya penanggungan pembayaran.”
Kartu kredit terlarang karena ada unsur riba di dalamnya atau karena dipersyaratkan adanya riba dengan adanya pembayaran yang berlebih dari utang yang ada.
Jika tidak ada denda dari keterlambatan pembayaran utang, maka hukumnya boleh. Demikian juga sebagian ulama membolehkan, jika pengguna kartu berkeyakinan bisa melunasi utang tepat pada waktunya sehingga tidak kena denda.
Jadi, kartu kredit yang diharamkan itu yang mengandung unsur riba --mengharuskan pemegang kartu membayar bunga riba atau denda bila terlambat menutupi utangnya. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Friday, August 8, 2014
Bercanda ala Rasulullah Saw - Hukum Melawak dalam Islam
Bercanda ala Rasulullah Saw - Hukum Melawak (Humor) dalam Islam
HUKUM dasar bercanda (bergurau, senda-gurau, humor, melawak) adalah mubah atau boleh (Imam An-Nawawi, Al-Adzkar). Dalilnya, Rasulullah Saw juga suka bercanda.
Dari Abu Hurairah, bahwa para shahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda telah mencandai kami.” Rasulullah saw. Menjawab, “Sesungguhnya tidaklah aku berbicara kecuali yang benar” (HR Tirmidzi).
Hukum bercanda yang mubah itu berlaku selama rambu-rambu dalam bercanda dalam Islam dipatuhi. Sebagaimana dikemukakan ‘Aadil bin Muhammad Al-‘Abdul ‘Aali dalam bukunya, Pemuda dan canda, syarat bercanda menurut Islam antara lain:
Anas ra. Meriwayatkan, pernah ada seorang laki-laki meminta kepada Rasulullah agar membawanya di atas unta. Rasulullah bersabda: ”Aku akan membawamu di atas anak unta”. Orang tadi bingung karena ia hanya melihat seekor unta dewasa, bukan anak unta. Lalu Rasulullah berkata: “Bukankan yang melahirkan anak unta itu anak unta juga?” (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi).
Rasulullah pernah mencandai seorang gadis yatim di rumah Ummu Sulaim. Rasul berkata kepada gadis yatim itu, ”Engkau masih muda, tapi Allah tidak akan membuat keturunanmu nanti tetap muda. “
Ummu Sulaimah lalu berkata,”Hai Rasulullah, Engkau berdoa kepada Allah bagi anak yatimku, agar Allah tidak membuat keturunannya tetap muda. Demi Allah, ya memang dia tidak muda selama-lamanya.” (HR. Ibnu Hibban, dari Anas bin Malik).
Seorang perempuan tua bertanya pada Rasulullah: “Ya Utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?”Rasulullah menjawab : “Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”. Perempuan itu menangis.
Lalu Rasulullah mengutip salah satu firman Allah QS. Al-Waaqi’ah: 35-37, ‘“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah pernah memeluk sahabat Zahir dari belakang dengan erat.
Zahir: “He, siapa ini? Lepaskan aku!”. Zahir memberontak dan menoleh, ternyata yang memeluknya Rasulullah.
Zahir pun segera menyandarkan tubuhnya dan lebih mengeratkan pelukan Rasulullah. Rasulullah berkata : “Wahai umat manusia, siapa yang mau membeli budak ini?” Zahir: “Ya Rasulullah, aku ini tidak bernilai dipandangan mereka”
Rasulullah: “Tapi di pandangan Allah, engkau sungguh bernilai Zahir. Mau dibeli Allah atau dibeli manusia?” Zahir pun makin meng-eratkan tubuhnya dan merasa damai di pelukkan Rasulullah (HRAhmad dari Anas).
Dalam beberapa riwayat menyebutkan, Rasulullah Saw pernah bercanda ketika memanggil shahabatnya: “Hai yang mempunyai dua telinga “ (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Contoh ungkapan canda yang mempermainkan ajaran Islam: menerjemahkan ayat “Wahai orang-orang yang beriman…. Yang tidak beriman tidak hai!”, mempermainkan hadist tentang adanya syetan menjadi pihak ketiga bila seorang laki-laki berduaan dengan wanita non-Muhrim, atau ucapan salam “Assalamu’alaikum” yang sering dibuat-buat supaya terdengar lucu.
”Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Sesungguhnya tidaklah aku berbicara kecuali yang benar” (HR Tirmidzi).
“Janganlah seorang di antara kamu mengambil barang temannya apakah itu hanya canda atau sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil tongkat temannya, maka ia harus mengembalikannya kepadanya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki”. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, Ad-Darimi). Wallahu a'lam bish-showabi. Dihimpun dari berbagai sumber.*
HUKUM dasar bercanda (bergurau, senda-gurau, humor, melawak) adalah mubah atau boleh (Imam An-Nawawi, Al-Adzkar). Dalilnya, Rasulullah Saw juga suka bercanda.
Dari Abu Hurairah, bahwa para shahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda telah mencandai kami.” Rasulullah saw. Menjawab, “Sesungguhnya tidaklah aku berbicara kecuali yang benar” (HR Tirmidzi).
Hukum bercanda yang mubah itu berlaku selama rambu-rambu dalam bercanda dalam Islam dipatuhi. Sebagaimana dikemukakan ‘Aadil bin Muhammad Al-‘Abdul ‘Aali dalam bukunya, Pemuda dan canda, syarat bercanda menurut Islam antara lain:
- Materi canda tidak berisi olok-olok atau mempermainkan ajaran Islam;
- Tidak boleh menyakiti perasaan orang lain;
- Tidak mengandung kebohongan;
- Tidak mengandung ghibah (menggunjing);
- Tidak cabul; dan
- Tidak melampaui batas, yakni tidak membuat melalaikan kewajiban dan tidak menjerumuskan pada yang haram.
Canda ala Rasulullah
Canda ala Rasulullah umumnya berupa “teknik bisosiasi”, yakni mengemukakan hal tak terduga pada akhir pembicaraan (“teknik belokan mendadak”) atau kata yang menimbulkan dua pengertian (asosiasi ganda).Anas ra. Meriwayatkan, pernah ada seorang laki-laki meminta kepada Rasulullah agar membawanya di atas unta. Rasulullah bersabda: ”Aku akan membawamu di atas anak unta”. Orang tadi bingung karena ia hanya melihat seekor unta dewasa, bukan anak unta. Lalu Rasulullah berkata: “Bukankan yang melahirkan anak unta itu anak unta juga?” (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi).
Rasulullah pernah mencandai seorang gadis yatim di rumah Ummu Sulaim. Rasul berkata kepada gadis yatim itu, ”Engkau masih muda, tapi Allah tidak akan membuat keturunanmu nanti tetap muda. “
Ummu Sulaimah lalu berkata,”Hai Rasulullah, Engkau berdoa kepada Allah bagi anak yatimku, agar Allah tidak membuat keturunannya tetap muda. Demi Allah, ya memang dia tidak muda selama-lamanya.” (HR. Ibnu Hibban, dari Anas bin Malik).
Seorang perempuan tua bertanya pada Rasulullah: “Ya Utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?”Rasulullah menjawab : “Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”. Perempuan itu menangis.
Lalu Rasulullah mengutip salah satu firman Allah QS. Al-Waaqi’ah: 35-37, ‘“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah pernah memeluk sahabat Zahir dari belakang dengan erat.
Zahir: “He, siapa ini? Lepaskan aku!”. Zahir memberontak dan menoleh, ternyata yang memeluknya Rasulullah.
Zahir pun segera menyandarkan tubuhnya dan lebih mengeratkan pelukan Rasulullah. Rasulullah berkata : “Wahai umat manusia, siapa yang mau membeli budak ini?” Zahir: “Ya Rasulullah, aku ini tidak bernilai dipandangan mereka”
Rasulullah: “Tapi di pandangan Allah, engkau sungguh bernilai Zahir. Mau dibeli Allah atau dibeli manusia?” Zahir pun makin meng-eratkan tubuhnya dan merasa damai di pelukkan Rasulullah (HRAhmad dari Anas).
Dalam beberapa riwayat menyebutkan, Rasulullah Saw pernah bercanda ketika memanggil shahabatnya: “Hai yang mempunyai dua telinga “ (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Tidak Permainkan Islam
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan), tentulah mereka menjawab: “Sesungguh-nya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman”. (QS. At-Taubah: 65-66).Contoh ungkapan canda yang mempermainkan ajaran Islam: menerjemahkan ayat “Wahai orang-orang yang beriman…. Yang tidak beriman tidak hai!”, mempermainkan hadist tentang adanya syetan menjadi pihak ketiga bila seorang laki-laki berduaan dengan wanita non-Muhrim, atau ucapan salam “Assalamu’alaikum” yang sering dibuat-buat supaya terdengar lucu.
Tidak Bohong
“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang banyak jadi tertawa. Celakalah baginya dan celakalah”. (HR. Ahmad).”Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Sesungguhnya tidaklah aku berbicara kecuali yang benar” (HR Tirmidzi).
Tidak Mencela dan Menyakiti
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mencela sebagian yang lain, karena boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari yang mencela” (QS. Al-Hujurat:11).“Janganlah seorang di antara kamu mengambil barang temannya apakah itu hanya canda atau sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil tongkat temannya, maka ia harus mengembalikannya kepadanya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Tidak Meniru Jenis Kelamin Lain
Seringkali untuk membuat orang tertawa, seorang laki-laki bergaya seperti wanita --pakaian, cara berjalan, atau cara bicaranya. Tampaknya, aturan Islam yang ini sering dilanggar oleh para komedian pria dengan meniru perempuan atau memerankan banci atau bencongDari Ibnu Abbas ra. Ia berkata “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki”. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, Ad-Darimi). Wallahu a'lam bish-showabi. Dihimpun dari berbagai sumber.*
Tuesday, August 5, 2014
Cara dan Bacaan Sujud Sahwi
Mohon dijelaskan tentang tatacara sujud sahwi dalam shalat, sebelum atau sesudah salam? Dan bagaimana doa/bacaannya? Jazakallah…
JAWAB: Sujud Sahwi adalah "sujud tambahan" ketika ada kekurangan (seperti lupa tasyahud awal dan rakaat) atau kelebihan rakaat dalam shalat.
Sujud sahwi dilakukan dua kali. Sebelum dan sesudah sujud diiringi takbir –sebagaimana sujud dalam shalat.
Hadits-hadits tentang sujud sahwi ada yang menyebutkan dilakukan sebelum salam, ada pula yang sesudah salam. Dengan demikian, pada dasarnya sujud sahwi boleh dilakukan sebelum atau sesudah salam.
Namun demikian, para ulama menganjurkan sebagai berikut:
“Setelah beliau (Rasulullah Saw) menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud ini sebelum salam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudia beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sujud sahwi sesudah salam ditutup lagi dengan salam. “Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim)
Tentang bacaannya, kami belum menemukan adanya dalil yang menyebutkan Nabi Saw membaca doa khusus saat sujud sahwi. Hadits-hadits di atas juga hanya menyebukan sujud saja, tidak disebutkan yang dibaca Nabi Saw.
Doa sujud sahwi yang kini berkembang di kalangan umat, “Subhana man la yanamu wa la yashu” (Mahasuci Dzat yang tidak tidur dan tidak lupa)”, tidak bersumber dari Quran, hadits, ataupun contoh Rasul dan para sahabat. Kami belum menemukan dalil yang menyebutkannya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan: “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.” (At Talkhis Al Habiir).
Ibnu Qudamah berkata: “Dan hendaklah dia membaca di dalam sujud sahwi bacaan yang diucapkan di dalam sujud ketika shalat, karena sujud sahwi merupakan sujud yang disyariatkan serupa dengan sujud dalam shalat.” (Al-Mughni).
Ibnu Hazm berkata: “Orang yang sujud sahwi harus membaca, di dalam kedua sujudnya, “‘Subhana Rabbiyal A’la,’ berdasarkan sabda Rasulullah Saw ‘Jadikanlah ia (bacaan itu) di dalam sujudmu” (Al-Muhalla).
Fatwa Al-Lajnah Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) menyebutkan: “Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud setelah tasyahud akhir sebelum salam, dilakukan sebagaimana sujud dalam shalat. Dzikir dan do’a yang dibaca ketika itu adalah seperti ketika dalam shalat. Kecuali jika sujud sahwinya terdapat kekurangan satu raka’at atau lebih, maka ketika itu, sujud sahwinya sesudah salam. Demikian pula jika orang yang shalat memilih keraguan yang ia yakin lebih kuat, maka yang afdhol baginya adalah sujud sahwi sesudah salam. Hal ini berlandaskan berbagai hadits shahih yang membicarakan sujud sahwi”. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
JAWAB: Sujud Sahwi adalah "sujud tambahan" ketika ada kekurangan (seperti lupa tasyahud awal dan rakaat) atau kelebihan rakaat dalam shalat.
Sujud sahwi dilakukan dua kali. Sebelum dan sesudah sujud diiringi takbir –sebagaimana sujud dalam shalat.
Hadits-hadits tentang sujud sahwi ada yang menyebutkan dilakukan sebelum salam, ada pula yang sesudah salam. Dengan demikian, pada dasarnya sujud sahwi boleh dilakukan sebelum atau sesudah salam.
Namun demikian, para ulama menganjurkan sebagai berikut:
- Jika shalatnya perlu “ditambal” karena ada kekurangan, maka sujud sahwinya sebelum salam –untuk melengkapi kekurangan sebelum selesai shalat.
- Jika shalatnya sudah selesai, atau kelebihan rakaat, maka maka sujud sahwinya sesudah salam.
- Jika seseorang telanjur salam, namun ternyata masih memiliki kekurangan raka’at, maka sempurnakan kekurangan raka’at tadi dan lakukan sahwi sesudah salam.
“Setelah beliau (Rasulullah Saw) menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud ini sebelum salam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudia beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sujud sahwi sesudah salam ditutup lagi dengan salam. “Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim)
Tentang bacaannya, kami belum menemukan adanya dalil yang menyebutkan Nabi Saw membaca doa khusus saat sujud sahwi. Hadits-hadits di atas juga hanya menyebukan sujud saja, tidak disebutkan yang dibaca Nabi Saw.
Doa sujud sahwi yang kini berkembang di kalangan umat, “Subhana man la yanamu wa la yashu” (Mahasuci Dzat yang tidak tidur dan tidak lupa)”, tidak bersumber dari Quran, hadits, ataupun contoh Rasul dan para sahabat. Kami belum menemukan dalil yang menyebutkannya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan: “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.” (At Talkhis Al Habiir).
Jadi, tidak ada doa khusus ketika sujud sahwi. Artinya, hanya sujud, tanpa bacaan apa pun. Namun, mengacu kepada hadits tentang bacaan sujud dalam shalat, maka para ulama menganjurkan bacaan sujud, seperti “Subhana Rabbiyal A’la.”
Ibnu Qudamah berkata: “Dan hendaklah dia membaca di dalam sujud sahwi bacaan yang diucapkan di dalam sujud ketika shalat, karena sujud sahwi merupakan sujud yang disyariatkan serupa dengan sujud dalam shalat.” (Al-Mughni).
Ibnu Hazm berkata: “Orang yang sujud sahwi harus membaca, di dalam kedua sujudnya, “‘Subhana Rabbiyal A’la,’ berdasarkan sabda Rasulullah Saw ‘Jadikanlah ia (bacaan itu) di dalam sujudmu” (Al-Muhalla).
Fatwa Al-Lajnah Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) menyebutkan: “Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud setelah tasyahud akhir sebelum salam, dilakukan sebagaimana sujud dalam shalat. Dzikir dan do’a yang dibaca ketika itu adalah seperti ketika dalam shalat. Kecuali jika sujud sahwinya terdapat kekurangan satu raka’at atau lebih, maka ketika itu, sujud sahwinya sesudah salam. Demikian pula jika orang yang shalat memilih keraguan yang ia yakin lebih kuat, maka yang afdhol baginya adalah sujud sahwi sesudah salam. Hal ini berlandaskan berbagai hadits shahih yang membicarakan sujud sahwi”. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Tuesday, July 22, 2014
Kemuliaan Seseorang Ditentukan Amalnya
Kemuliaan Seseorang Ditentukan Amalnya, bukan oleh kekayaan, rupanya, pekerjaan, ataupun jabatannya.
JANGAN merasa bangga dan merasa terhormat dengan kekayaan, ketampanan, kecantikan, pangkat, jabatan, atau kedudukan tinggi, karena semua itu tidak dilihat oleh Allah SWT.
Kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh jenis pekerjaan, kekayaan, atau pangkat, namun oleh iman, amal saleh, akhlak, dan ketakwaannya.
Apalagi, kekayaan, keelokan rupa, dan pangkat-jabatan dapat membuat manusia takabur (sombong), angkuh, dan memandang rendah orang lain yang dilarang Islam.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat takabur walalaupun hanya sebesar biji sawi”(HR. Muslim). “Takabbur adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (HR. Muslim).
Allah SWT menegaskan, manusia paling mulia adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa" (QS:Al Hujurat:13).
Allah SWT pun tidak memandang rupa dan harta, tapi melihat hati dan amal kita. “Sungguh Allah tidaklah melihat kepada rupa dan harta kalian, akan tetapi Dia melihat hati dan amalan-amalan kalian.” (HR. Muslim).
“Tidak ada keutamaan orang Arab atas orang selainnya dan tidak pula da keistimewaan atas orang Non Arab atas orang Arab. Tidaklah ada keutamaan antara orang berkulit merah dengan orang berkulit hitam, dan tidak pula ada keutamaan orang berkulit hitam dengan orang berkulit merah, kecuali ketakwaan.” (HR. Ahmad).
Nabi Saw pernah berkata kepada Abu Dzar Al-Ghifari: “Perhatikanlah…! Engkau tidaklah lebih baik dari orang berkulit merah atau yang berkulit hitam kecuali bila engkau mengunggulinya dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad).
Ibnu Taimiyyah berkata: “Keutamaan yang hakiki adalah berasal dari ittiba’ kepada risalah yang Allah utus Muhammad dengannya berupa iman dan ilmunya baik secara lisan maupun batin. Setiap manusia yang iman dan ilmunya lebih mapan, maka dia lebih utama.”
Selain itu, derajat kemuliaan seseorang juga dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling bermamfaat bagi manusia lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).
TIDAK sedikit orang kaya justru ternyata hina-dina, karena kekayaannya didapatkan secara tidak halal, korupsi misalnya, atau menggunakan hartanya tidak di jalan Allah SWT, bahkan digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya.
Seorang mukmin yang baik, akan mendapatkan kekayaan dengan cara halal, lalu mengeluarkan zakatnya diiringi infak dan sedekah untuk membersihkan hartanya dari hak orang lain, menunjukkan rasa syukur kepada Allah, serta menggunakan hartanya sebagai sarana beribadah kepada-Nya. Dengan begitu, hartanya menunjang kemuliaan di sisi Allah karena iman dan amal salehnyadengan hartanya tersebut.
Tidak sedikit orang berpangkat tinggi, berkedudukan terpandang, atau menjadi pejabat negara --dengan gaji dan fasilitas dari uang negara atau uang rakyat tentunya, namun ia ternyata hina-dina kerena menyalahgunakan kekuasaan, korup, atau tidak menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara yang harus melayani dan menyejahterakan rakyatnya.
Sebaliknya, jika ia seorang mukmin yang berian dan bertakwa, ia akan melaksanakan amanah itu dengan baik, melayani rakyat (bukan malah minta dilayani) dan menyejahterakan rakyat.
Dengan melaksanakan tugas sebaik-baiknya, jabatan yang ia emban pun menunjang kemuliaanya karena iman dan takwanya membuat dia menjadi pejabat yang amanah.
Jadi jelas, kemuliaan itu sumbernya dari dalam diri, yakni iman, takwa, atau akhlak. Bukan dari tampak luar. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
JANGAN merasa bangga dan merasa terhormat dengan kekayaan, ketampanan, kecantikan, pangkat, jabatan, atau kedudukan tinggi, karena semua itu tidak dilihat oleh Allah SWT.
Kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh jenis pekerjaan, kekayaan, atau pangkat, namun oleh iman, amal saleh, akhlak, dan ketakwaannya.
Apalagi, kekayaan, keelokan rupa, dan pangkat-jabatan dapat membuat manusia takabur (sombong), angkuh, dan memandang rendah orang lain yang dilarang Islam.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat takabur walalaupun hanya sebesar biji sawi”(HR. Muslim). “Takabbur adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (HR. Muslim).
Allah SWT menegaskan, manusia paling mulia adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa" (QS:Al Hujurat:13).
Allah SWT pun tidak memandang rupa dan harta, tapi melihat hati dan amal kita. “Sungguh Allah tidaklah melihat kepada rupa dan harta kalian, akan tetapi Dia melihat hati dan amalan-amalan kalian.” (HR. Muslim).
“Kemuliaan seseorang adalah pada agamanya, harga dirinya adalah akalnya, sedangkan ketinggian kedudukannya adalah ahlaknya. (HR.Ahmad).
“Tidak ada keutamaan orang Arab atas orang selainnya dan tidak pula da keistimewaan atas orang Non Arab atas orang Arab. Tidaklah ada keutamaan antara orang berkulit merah dengan orang berkulit hitam, dan tidak pula ada keutamaan orang berkulit hitam dengan orang berkulit merah, kecuali ketakwaan.” (HR. Ahmad).
Nabi Saw pernah berkata kepada Abu Dzar Al-Ghifari: “Perhatikanlah…! Engkau tidaklah lebih baik dari orang berkulit merah atau yang berkulit hitam kecuali bila engkau mengunggulinya dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad).
Ibnu Taimiyyah berkata: “Keutamaan yang hakiki adalah berasal dari ittiba’ kepada risalah yang Allah utus Muhammad dengannya berupa iman dan ilmunya baik secara lisan maupun batin. Setiap manusia yang iman dan ilmunya lebih mapan, maka dia lebih utama.”
Selain itu, derajat kemuliaan seseorang juga dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling bermamfaat bagi manusia lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).
TIDAK sedikit orang kaya justru ternyata hina-dina, karena kekayaannya didapatkan secara tidak halal, korupsi misalnya, atau menggunakan hartanya tidak di jalan Allah SWT, bahkan digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya.
Seorang mukmin yang baik, akan mendapatkan kekayaan dengan cara halal, lalu mengeluarkan zakatnya diiringi infak dan sedekah untuk membersihkan hartanya dari hak orang lain, menunjukkan rasa syukur kepada Allah, serta menggunakan hartanya sebagai sarana beribadah kepada-Nya. Dengan begitu, hartanya menunjang kemuliaan di sisi Allah karena iman dan amal salehnyadengan hartanya tersebut.
Tidak sedikit orang berpangkat tinggi, berkedudukan terpandang, atau menjadi pejabat negara --dengan gaji dan fasilitas dari uang negara atau uang rakyat tentunya, namun ia ternyata hina-dina kerena menyalahgunakan kekuasaan, korup, atau tidak menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara yang harus melayani dan menyejahterakan rakyatnya.
Sebaliknya, jika ia seorang mukmin yang berian dan bertakwa, ia akan melaksanakan amanah itu dengan baik, melayani rakyat (bukan malah minta dilayani) dan menyejahterakan rakyat.
Dengan melaksanakan tugas sebaik-baiknya, jabatan yang ia emban pun menunjang kemuliaanya karena iman dan takwanya membuat dia menjadi pejabat yang amanah.
Jadi jelas, kemuliaan itu sumbernya dari dalam diri, yakni iman, takwa, atau akhlak. Bukan dari tampak luar. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Tujuh Pahala Puasa
Tujuh Pahala Puasa Ramadhan
Puasa pun untuk Allah dan Dia langsung yang memberikan pahala atau kebaikan bagi orang yang berpuasa.
Setidaknya ada tujuh pahala bagi orang berpuasa:
1. PENEBUS DOSA
1. PENEBUS DOSA
“Shalat lima waktu, hari jumat dengan jumat yang lainnya dan antara Ramadhan dengan Ramadhan lainnya, adalah sebagai penebus dosa selama tidak berbuat dosa besar.” (HR. Muslim).
2. PEMBERI SYAFAAT
2. PEMBERI SYAFAAT
“Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa akan berkata: “Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat di waktu siang, karenanya perkenankanlah aku untuk memberikan syafaat kepadanya”. Al-Qur’an berkata: “Saya telah melarangnya dari tidur di malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya. Beliau bersabda, ”Maka syafaat keduanya diperkenankan.” (HR. Ahmad).
3. DUA KEBAHAGIAAN
3. DUA KEBAHAGIAAN
"Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kesturi di hari kiamat. Dan bagi orang yang berpuasa itu mempunyai dua kegembiraan, yaitu ketika berbuka dan ketika berjumpa dengan Rabbnya, ia gembira dengan puasanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
4. PAHALA BESAR
4. PAHALA BESAR
"Abu Umamah Al-Bahili penah berkata: saya berkata: Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang Allah dapat memberikan manfaat kepadaku dengannya”. Maka Rasulullah saw. pun menjawab : “Hendaknya kamu berpuasa, karena puasa itu tidak ada tandingan (pahala)-nya.” (HR. Nasa’i).
5. JAUH DARI FITNAH
5. JAUH DARI FITNAH
“Fitnah (ujian) seseorang dalam keluarga (istri), harta, anak, dan tetangganya dapat ditutupi dengan shalat, puasa, dan sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
6. PERISAI DIRI
6. PERISAI DIRI
“Puasa itu adalah perisai yang dapat melindungi diri seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad)
7. PINTU KHUSUS KE SURGA
7. PINTU KHUSUS KE SURGA
“Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat satu pintu yang diberi nama Ar-Rayyan. Dari pintu tersebut orang-orang yang berpuasa akan masuk di hari kiamat nanti dan tidak seorang pun yang masuk ke pintu tersebut kecuali orang-orang yang berpuasa. Dikatakan kepada mereka: “Di mana orang-orang yang berpuasa?”. Maka mereka pun masuk melaluinya. Dan apabila orang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu tersebut ditutup sehingga tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut. Barangsiapa yang masuk, maka ia akan minum minuman surga. Dan barangsiapa yang minum minuman surga, maka ia tidak akan haus selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam.*
Dzikir Setelah Shalat Magrib
Hukum Dzikir Setelah Shalat Magrib.
Kalau sesudah shalat magrib kemudian berdzikir, apakah itu melebih-lebihkan?
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb. Tidak, dzikir bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, khususnya ba’da shalat.
Dzikir itu maknanya luas, bisa berarti mengingat Allah dengan bacaan tertentu, misalnya tahmid atau tasbih, bisa juga berupa mengkaji ilmu agama karena dengan mengkaji atau mendalami ilmu agama (Islam) otomatis mengingat Allah (perintah dan larangan-Nya).
Rasulullah Saw menyebutkan keutamaan suatu jama’ah yang berdzikir:
“Tidaklah suatu kaum yang duduk-duduk, mengingat Allah Ta’ala kecuali dikelilingi malaikat, diliputi rahmat, turun kepada mereka sakinah dan Allah menyebutkan mereka pada para mahluk disisi-Nya.” (HR Muslim).
Dari Muawiyah ra berkata, Rasulullah Saw keluar melihat halaqah dzikir para sahabat dan bertanya:” Apa yang membuatmu duduk-duduk?” Sahabat menjawab:” Kami duduk-duduk melakukan dzikrullah, memuji-Nya atas hidayah Islam kepada kami dan memberi karunia kepada kami”. Rasul berkata: Allah, tidakkah engkau duduk kecuali karena itu?”
Sahabat menjawab: ”Demi Allah tidaklah kami duduk-duduk kecuali karena alasan tersebut. Rasul bersabda; ”Saya tidak bersumpah menuduh kalian, tetapi Jibril datang padaku, bahwa Allah Ta’ala membanggakan kalian dihadapan para malaikat” (HR Muslim). Wallahu a’lam bish-showabi.*
Friday, July 4, 2014
Shalat Malam Nabi Saw - Tarawih dan Tahajud
Bagaimana shalat malam Nabi Muhammad Saw selama bulan Ramadhan? Adakah beliau shalat tahajud selama bulan Ramadhan atau selain taraweh?
JAWAB: Shalat sunah malam hari (tengah malam) disebut Qiyamul Lail (mendirikan shalat malam hari). Pada bulan Ramadhan, shalat Qiyamul Lail itu disebut Tarawih, namun waktunya diawalkan, yaitu setelah Shalat Isya.
Di luar bulan Ramadhan, shalat malam dinamakan Shalat Tahajud. Dilaksanakannya tengah malam, setelah tidur.
Jadi, tarawih dan tahajud nama umumnya adalah Shalat Malam atau Qiyamul Lail. Dengan demikian, di luar Ramadhan, tidak ada tarawih, tepatnya istilahnya bukan Tarawih, tapi tahajud atau shalat malam saja.
Dengan kata lain, istilah Shalat Tarawih, pada hakekatnya adalah Qiyamul Lail (yang biasa kita sebut sebagai Shalat Tahajud), yang waktu pelaksanaannya dikerjakan di bulan Ramadhan.
Tahajud berasal dari bahasa Arab "tahajjud", dari kata dasar "hajada" yang berarti "tidur" dan juga berarti "salat di malam hari".
Selama bulan Ramadhan, Rasulullah Saw pernah shalat berjamaah bersama sahabat, kemudian hari berikutnya beliau tidak lagi melakukan hal yang sama, ketika ditanya alasannya, beliau menjawab karena khawatir diwajibkan.
“Sesungguhnya aku tidak khawatir atas yang kalian lakukan pada malam-malam lalu, aku hanya takut jika kegiatan itu (tarawih) diwajibkan yang menyebabkan kalian tidak mampu melakukannya.” (HR. Bukhari). Wallahu a’lam bish-shawabi.*
JAWAB: Shalat sunah malam hari (tengah malam) disebut Qiyamul Lail (mendirikan shalat malam hari). Pada bulan Ramadhan, shalat Qiyamul Lail itu disebut Tarawih, namun waktunya diawalkan, yaitu setelah Shalat Isya.
Di luar bulan Ramadhan, shalat malam dinamakan Shalat Tahajud. Dilaksanakannya tengah malam, setelah tidur.
Jadi, tarawih dan tahajud nama umumnya adalah Shalat Malam atau Qiyamul Lail. Dengan demikian, di luar Ramadhan, tidak ada tarawih, tepatnya istilahnya bukan Tarawih, tapi tahajud atau shalat malam saja.
Dengan kata lain, istilah Shalat Tarawih, pada hakekatnya adalah Qiyamul Lail (yang biasa kita sebut sebagai Shalat Tahajud), yang waktu pelaksanaannya dikerjakan di bulan Ramadhan.
Tahajud berasal dari bahasa Arab "tahajjud", dari kata dasar "hajada" yang berarti "tidur" dan juga berarti "salat di malam hari".
Selama bulan Ramadhan, Rasulullah Saw pernah shalat berjamaah bersama sahabat, kemudian hari berikutnya beliau tidak lagi melakukan hal yang sama, ketika ditanya alasannya, beliau menjawab karena khawatir diwajibkan.
-- disarikan dari berbagai sumber.
Bolehkah Wudhu dalam Keadaan Telanjang?
Assalamu'alaikum...! Bolehkah berwudhu dalam keadaan telanjang? Batal 'gak dan hukumnya apa? Terimakasih atas perhatiannya wslam. Setelah mandi besar/junub, apa perlu wudhu lagi?
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.
Boleh, sepengetahuan kami, tidak ada dalil yang melarang berwudhu dalam keadaan telanjang, misalnya di kamar mandi atau setelah mandi.
Demikian pula pendapat para ulama, seperti Syekh Ibnu Baz: “Aku tidak mengetahui adanya larangan berwudhu dalam kondisi telanjang setelah selesai mandi…”. (Majmu’ Fatawa).
Tidak perlu wudhu lagi setelah mandi junub, namun boleh juga wudhu –tidak ada larangan. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.
Boleh, sepengetahuan kami, tidak ada dalil yang melarang berwudhu dalam keadaan telanjang, misalnya di kamar mandi atau setelah mandi.
Demikian pula pendapat para ulama, seperti Syekh Ibnu Baz: “Aku tidak mengetahui adanya larangan berwudhu dalam kondisi telanjang setelah selesai mandi…”. (Majmu’ Fatawa).
Tidak perlu wudhu lagi setelah mandi junub, namun boleh juga wudhu –tidak ada larangan. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Wednesday, July 2, 2014
Mandi Junub Sesudah Imsak
Assalamualaikum, pak Ustadz, saya mau tanya : apa hukum nya, adus/mandi besar atau mandi junub di bulan puasa sesudah waktu imsak. Sah atau tidak puasanya?
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.
Imsak artinya menahan alias mulai berpuasa, mulai menahan makan-minum. Waktu imsak yang sebenarnya adalah saat shalat Subuh tiba. Jadi, puasa itu dimulai begitu masuk waktu shalat Shubuh.
Adapun waktu imsak ditetapkan 10 menit sebelum waktu Subuh itu tidak ada dalil syar’i-nya, namun dibolehkan demi kehati-hatian (ihtiyat).
Mandi junub boleh dilakukan sebelum atau sesudah waktu Subuh, asalkan tidak melebihi batas waktu Shalat Subuh, karena syarat sah shalat di antaranya suci dari hadast besar dan kecil.
Jadi, puasa tetap sah karena puasa tidak mensyaratkan suci dari hadats besar dan kecil seperti shalat. Wallahu a’lam bish-shawab.*
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.
Imsak artinya menahan alias mulai berpuasa, mulai menahan makan-minum. Waktu imsak yang sebenarnya adalah saat shalat Subuh tiba. Jadi, puasa itu dimulai begitu masuk waktu shalat Shubuh.
Adapun waktu imsak ditetapkan 10 menit sebelum waktu Subuh itu tidak ada dalil syar’i-nya, namun dibolehkan demi kehati-hatian (ihtiyat).
Mandi junub boleh dilakukan sebelum atau sesudah waktu Subuh, asalkan tidak melebihi batas waktu Shalat Subuh, karena syarat sah shalat di antaranya suci dari hadast besar dan kecil.
Jadi, puasa tetap sah karena puasa tidak mensyaratkan suci dari hadats besar dan kecil seperti shalat. Wallahu a’lam bish-shawab.*
Bagaimana cara membayar fidyah?
Bagaimana cara membayar fidyah --melunasi utang puasa?
Assalamu’alaikum wr. Wb. Kalau yang wajib bayar fidyah itu, hitunganya bagaimana, misalkan 15 hari ga puasa? Mohon pnjelasan nya... terimaksih.
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb. Kalau 15 hari tidak puasa, maka fidyahnya memberi makan orang miskin sebanyak 15 kali atau 15 porsi makanan.
Dianggap sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan. Tidak sah bila membayar fidyah dengan uang.
Jadi, inti fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Model pembayarannya ada dua cara:
(1) Membuatkan atau menyediakan makanan, lalu mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan.
(2) memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak, seperti sembako misalnya, sebanyak untuk makan selama sekian hari yang ditinggalkan.
Pemberian fidyah dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 15 hari disalurkan kepada 15 orang miskin, atau dapat pula diberikan hanya kepada satu orang miskin selama atau sebanyak makanan yang cukup untuk 15 hari.
Waktu pembayaran fidyah pada hari itu juga ketika dia tidak puasa, atau bisa diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan. Wallahu a’lam.*
Assalamu’alaikum wr. Wb. Kalau yang wajib bayar fidyah itu, hitunganya bagaimana, misalkan 15 hari ga puasa? Mohon pnjelasan nya... terimaksih.
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb. Kalau 15 hari tidak puasa, maka fidyahnya memberi makan orang miskin sebanyak 15 kali atau 15 porsi makanan.
Dianggap sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan. Tidak sah bila membayar fidyah dengan uang.
Jadi, inti fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Model pembayarannya ada dua cara:
(1) Membuatkan atau menyediakan makanan, lalu mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan.
(2) memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak, seperti sembako misalnya, sebanyak untuk makan selama sekian hari yang ditinggalkan.
Pemberian fidyah dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 15 hari disalurkan kepada 15 orang miskin, atau dapat pula diberikan hanya kepada satu orang miskin selama atau sebanyak makanan yang cukup untuk 15 hari.
Waktu pembayaran fidyah pada hari itu juga ketika dia tidak puasa, atau bisa diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan. Wallahu a’lam.*
Sunday, June 29, 2014
Mimpi Basah Membatalkan Puasa?
Apakah Mimpi Basah Membatalkan Puasa?
Saya ingin bertanya bagaimanakah di saat bulan puasa saya bermimpi basah, tapi saya tidak inginkan, apakah puasa saya batal... Wass.
JAWAB:
Yang membatalkan puasa itu ada lima macam:
1. sengaja makan dan minum,
2. sengaja membikin muntah,
3. Terdetik niat untuk berbuka,
4. Sengaja berhubungan suami-istri, dan
5. datang bulan (haid).
Yang Anda tanyakan tidak masuk salah satunya, maka puasa Anda tidak batal.
Lagi pula, mimpi itu di luar kuasa kita dan tidak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Bermimpi basah tidak membatalkan puasa karena bukan atas kemauan sendiri dan telah diangkat pena darinya tatkala dia sedang tidur. (Fatwa Fadhilatus Syaikh Muhammad Ibnu Shalih 'Utsaimin)
Mimpi basah tidak membatalkan shaum, karena hal itu terjadi tanpa unsur kesengajaan dari orang yang shaum tersebut. (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz). Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Saya ingin bertanya bagaimanakah di saat bulan puasa saya bermimpi basah, tapi saya tidak inginkan, apakah puasa saya batal... Wass.
JAWAB:
Yang membatalkan puasa itu ada lima macam:
1. sengaja makan dan minum,
2. sengaja membikin muntah,
3. Terdetik niat untuk berbuka,
4. Sengaja berhubungan suami-istri, dan
5. datang bulan (haid).
Yang Anda tanyakan tidak masuk salah satunya, maka puasa Anda tidak batal.
Lagi pula, mimpi itu di luar kuasa kita dan tidak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Bermimpi basah tidak membatalkan puasa karena bukan atas kemauan sendiri dan telah diangkat pena darinya tatkala dia sedang tidur. (Fatwa Fadhilatus Syaikh Muhammad Ibnu Shalih 'Utsaimin)
Mimpi basah tidak membatalkan shaum, karena hal itu terjadi tanpa unsur kesengajaan dari orang yang shaum tersebut. (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz). Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Tidak Ada Shalat Lagi Setelah Witir?
Assalamu’laikum.wr.wb. Apa benar kalau kita sudah melaksanakn shalat witir, tidak bisa melaksanakan shalat lagi, misalnya shalat hajat, kecuali tidur dulu? Mohon penjelasannya!
JAWAB: Wa’alaikum salam Wr. Wb. Dalam hal yang Anda tanyakan, ada dua pendapat di kalangan ulama.
Pertama, meski sudah shalat witir, kita masih dibolehkan shalat sunah lainnya, baik tidur dulu maupun tidak. Rasulullah Saw pernah melakukannya, sebagaimana hadits riwayat Tirmidzi dari Ummu Salamah: “Nabi Saw melakukan shalat dua rakaat setelah witir.” Imam Tirmidzi mengatakan, hadits ini juga diriwayatkan dari Abu Umamah, Aisyah, dan sahabat lainnya dari Rasulullah saw.
Lembaga Fatwa Arab Saudi, Lajnah Daimah No. 11271, mengatakan: “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan telah melaksanakan witir, lalu ia bangun malam untuk tahajjud, maka shalatlah apa yang ditetapkan terhadapnya, namun tidak usah mengulangi witir, sebagai pelaksanaan terhadap larangan Nabi Saw tentang tidak ada dua witir dalam satu malam.”
Kedua, boleh asalkan genapkan dulu shalat witir yang sudah dilakukan dengan shalat satu rakaat. Ini pendapat para ulama Syafi’i, berdasarkan hadits bahwa witir adalah shalat penutup: ”Jadikanlah witir sebagai penutup shalat malam hari kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun, pendapat kedua ini dinilai lemah karena shalat sunnah satu raka’at untuk menggenapkan shalat witir tidak dikenal dalam syari’at. Wallahu a’lam.*
JAWAB: Wa’alaikum salam Wr. Wb. Dalam hal yang Anda tanyakan, ada dua pendapat di kalangan ulama.
Pertama, meski sudah shalat witir, kita masih dibolehkan shalat sunah lainnya, baik tidur dulu maupun tidak. Rasulullah Saw pernah melakukannya, sebagaimana hadits riwayat Tirmidzi dari Ummu Salamah: “Nabi Saw melakukan shalat dua rakaat setelah witir.” Imam Tirmidzi mengatakan, hadits ini juga diriwayatkan dari Abu Umamah, Aisyah, dan sahabat lainnya dari Rasulullah saw.
Lembaga Fatwa Arab Saudi, Lajnah Daimah No. 11271, mengatakan: “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan telah melaksanakan witir, lalu ia bangun malam untuk tahajjud, maka shalatlah apa yang ditetapkan terhadapnya, namun tidak usah mengulangi witir, sebagai pelaksanaan terhadap larangan Nabi Saw tentang tidak ada dua witir dalam satu malam.”
Kedua, boleh asalkan genapkan dulu shalat witir yang sudah dilakukan dengan shalat satu rakaat. Ini pendapat para ulama Syafi’i, berdasarkan hadits bahwa witir adalah shalat penutup: ”Jadikanlah witir sebagai penutup shalat malam hari kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun, pendapat kedua ini dinilai lemah karena shalat sunnah satu raka’at untuk menggenapkan shalat witir tidak dikenal dalam syari’at. Wallahu a’lam.*
Boleh Shalat Tahajud Setelah Tarawih?
Yth. Pa ustad ! Apa boleh setelah sholat taraweh terus sebelum subuh sholat tahajud. Trims. Wasalam. Trimakasih. 085861967XXX
JAWAB: Boleh, silakan. Tidak ada larangan. Taraweh dan tahajud hakikatnya sama, yakni sama-sama shalat malam.
Shalat Tahajud Setelah Taraweh
Mana yang benar ? pa ust. 1. Selesai taraweh boleh sholat tahajud.atau tidak boleh..? 2. kalau boleh bagaimana caranya ? kalau tidak boleh kenapa ? wass didin. 08122326XXX
JAWAB: Yang benar, boleh, karena tidak ada larangan. Caranya, shalat sunah seperti biasa, minimal dau rakaat. Tarawih dan tahajud itu sama-sama shalat malam. Bisa dikatakan, tajahudnya bulan Ramadhan itu tarawih.
JAWAB: Boleh, silakan. Tidak ada larangan. Taraweh dan tahajud hakikatnya sama, yakni sama-sama shalat malam.
Shalat Tahajud Setelah Taraweh
Mana yang benar ? pa ust. 1. Selesai taraweh boleh sholat tahajud.atau tidak boleh..? 2. kalau boleh bagaimana caranya ? kalau tidak boleh kenapa ? wass didin. 08122326XXX
JAWAB: Yang benar, boleh, karena tidak ada larangan. Caranya, shalat sunah seperti biasa, minimal dau rakaat. Tarawih dan tahajud itu sama-sama shalat malam. Bisa dikatakan, tajahudnya bulan Ramadhan itu tarawih.
Gosok Gigi dengan Pasta, Batal Puasa?
Aswb pak ustadz apa hukumnya klo kita lgi puasa tapi pengen gosok gigi dengan pasta batal gak puasanya. terimakasih atas perhatian wslam vikri rinaldi. 085810310XXX
JAWAB: Wa'alaikum salam wr wb. Tidak batal. Yang batal itu jika pastanya ditelan/dimakan.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
“Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedang barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal)” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Wallahu a’lam bish-showab.
JAWAB: Wa'alaikum salam wr wb. Tidak batal. Yang batal itu jika pastanya ditelan/dimakan.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
- Sengaja makan dan minum pada siang hari. Bila terlupa makan dan minum pada siang hari, maka tidak membatalkan puasa.
- Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa.
- Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka.
- Dengan sengaja menyetubuhi istri pada siang hari Ramadhan, ini di samping puasanya batal ia terkena sanksi berupa memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin.
- Datang bulan pada siang hari Ramadhan (sebelum waktu masuk Maghrib).
“Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedang barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal)” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Wallahu a’lam bish-showab.
Shalat Tarawih Kurang dari 11 Rakaat
Asalamualaikum wr.wb pa ustadz saya mau nanya, apakah bleh shalat tarawih & witir krang dari 11 misal'y solat trawih'y 4 rakaat dan witir 3 apakah bleh. 08987062XXX
JAWAB: Tidak boleh, shalat tarawih harus minimal 8 rakaat, plus witir 3 rakaat, jadi semuanya 11 rokaat. Itu yang dicontohkan Rasulullah Saw.*
JAWAB: Tidak boleh, shalat tarawih harus minimal 8 rakaat, plus witir 3 rakaat, jadi semuanya 11 rokaat. Itu yang dicontohkan Rasulullah Saw.*
SMS dan Telepon Mesra Membatalkan Puasa?
Apakah SMS dan Telepon Mesra Membatalkan Puasa?
Assalamu'alaikum Wr, Wb. mau nanya pak ustad klo smsan mesra atau telpon telponan mesra di bulan puasa hukumnya apa. Apakah bisa menghapus pahala puasa kita.
JAWAB: Wa’alaikum salam Wr. Wb. Secara fiqih hal yang Anda sebutkan tidak termasuk yang membatalkan puasa, jadi puasa Anda tidak batal jika. Jika SMS-an atau Tlp dengan istri/suami dengan mesra, tentu tidak berdosa; namun jika dengan bukan muhrim, itu bisa termasuk kategori “mendekati zina” yang dilarang, berdosa, dan puasa Anda tetap sah namun kemungkinan ternoda oleh perbuatan tersebut.
Hal yang bisa membatalkan pahasa puasa adalah berkata jorok atau kotor.
“Puasa itu adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan ucapan kotor, dan jangan pula bertindak bodoh, jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari).
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan yang haram dan mengamalkannya, ataupun bertindak bodoh, maka Allah tidak butuh dengan upaya dia dalam meninggalkan makan dan minumnya”. (HR Bukhari). Wallahu a’lam bish-showabi.*
Assalamu'alaikum Wr, Wb. mau nanya pak ustad klo smsan mesra atau telpon telponan mesra di bulan puasa hukumnya apa. Apakah bisa menghapus pahala puasa kita.
JAWAB: Wa’alaikum salam Wr. Wb. Secara fiqih hal yang Anda sebutkan tidak termasuk yang membatalkan puasa, jadi puasa Anda tidak batal jika. Jika SMS-an atau Tlp dengan istri/suami dengan mesra, tentu tidak berdosa; namun jika dengan bukan muhrim, itu bisa termasuk kategori “mendekati zina” yang dilarang, berdosa, dan puasa Anda tetap sah namun kemungkinan ternoda oleh perbuatan tersebut.
Hal yang bisa membatalkan pahasa puasa adalah berkata jorok atau kotor.
“Puasa itu adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan ucapan kotor, dan jangan pula bertindak bodoh, jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari).
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan yang haram dan mengamalkannya, ataupun bertindak bodoh, maka Allah tidak butuh dengan upaya dia dalam meninggalkan makan dan minumnya”. (HR Bukhari). Wallahu a’lam bish-showabi.*
Menangis Membatalkan Puasa?
Asswr wb, Apakah menangis membatalkan puasanya?
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb. Menangis tidak termasuk hal yang membatalkan puasa.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
“Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedang barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal)” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb. Menangis tidak termasuk hal yang membatalkan puasa.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
- Sengaja makan dan minum pada siang hari. Bila terlupa makan dan minum pada siang hari, maka tidak membatalkan puasa.
- Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa.
- Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka.
- Dengan sengaja menyetubuhi istri pada siang hari Ramadhan, ini di samping puasanya batal ia terkena sanksi berupa memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin.
- Datang bulan pada siang hari Ramadhan (sebelum waktu masuk Maghrib).
“Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedang barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal)” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Shalat Tarawih 4-4 atau 2-2 Rokaat?
Shalat Tarawih sebaiknya dilakukan 4 rakaat 4 rakaat atau 2 rakaat 2 rokaat?
JAWAB: Kami belum mendapatkan keterangan qoth’i (pasti) tentang teknis shalat tarawih Rasulullah Saw, 4-4 atau 2-2 rakaat.
Yang jelas, para ulama membolehkan shalat tarawih dikerjakan 4-4 atau 2-2 rakaat, berdasarkan ketentuan shalat sunah itu minimal dua rakaat.
Jadi, tidak ada masalah, tetap sah --insya Allah, “pola” mana pun yang digunakan. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
JAWAB: Kami belum mendapatkan keterangan qoth’i (pasti) tentang teknis shalat tarawih Rasulullah Saw, 4-4 atau 2-2 rakaat.
Yang jelas, para ulama membolehkan shalat tarawih dikerjakan 4-4 atau 2-2 rakaat, berdasarkan ketentuan shalat sunah itu minimal dua rakaat.
Jadi, tidak ada masalah, tetap sah --insya Allah, “pola” mana pun yang digunakan. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Bayar Utang Puasa Tahun Lalu
Maaf mau tanya, tentang puasa. Kalo qita masih punya utang puasa bekas taun2 lalu yang belum beres, masih boleh dibayar taun depan setelah Ramadhan ini? Soalnya utang saya itu bekas wktu saya hamil, cuma saya gak pengen dibayar pake fidyah, karena saya pikir masih mampu puasa. itu gmn ya pak? makasih.wslm
JAWAB: Boleh, silakan. Para ulama sepakat, bila qodho puasa diakhirkan atau ditunda-tunda hingga datang bulan Ramadhan tahun berikutnya, maka ia berkewajiban untuk beristighfar, meminta ampun kepada Allah selain tetap wajib qodho.
Bagi yang menunda-nunda qodho puasa, madzhab Syafi'i dan Hambali mewajibkan di samping membayar puasa juga membayar fidayah, yaitu member makan kepada seseorang, atau memberi sekitar setengah liter beras setiap hari selama dia tidak berpuasa tahun yang lalu. Madzhab yang lain tidak mewajibkan fidayah, hanya qodho’. Wallahu a'lam bish-showaabi.*
JAWAB: Boleh, silakan. Para ulama sepakat, bila qodho puasa diakhirkan atau ditunda-tunda hingga datang bulan Ramadhan tahun berikutnya, maka ia berkewajiban untuk beristighfar, meminta ampun kepada Allah selain tetap wajib qodho.
Bagi yang menunda-nunda qodho puasa, madzhab Syafi'i dan Hambali mewajibkan di samping membayar puasa juga membayar fidayah, yaitu member makan kepada seseorang, atau memberi sekitar setengah liter beras setiap hari selama dia tidak berpuasa tahun yang lalu. Madzhab yang lain tidak mewajibkan fidayah, hanya qodho’. Wallahu a'lam bish-showaabi.*
Saturday, June 21, 2014
Jadwal Puasa Ramadhan 1435 H / 2014 M
Jadwal Puasa Ramadhan 1435 H / 2014 M atau Jadwal Imsakiyah Ramadhan untuk seluruh daerah di Indonesia bisa dilihat dan didownload di situs Rukyatul Hilal.
Panduan download dan sebagainya tersedia di sana. Kita tinggal pilih jadwal untuk daerah atau kota kita, dengan mengaktifkan atau memilih kota di bawah jadwal yang tertera.
Panduan download dan sebagainya tersedia di sana. Kita tinggal pilih jadwal untuk daerah atau kota kita, dengan mengaktifkan atau memilih kota di bawah jadwal yang tertera.
Jadwal Puasa untuk Daerah Kota Bandung
Rmd | Tgl | Imsak | Subuh | Terbit | Dhuha | Zuhur | Ashar | Magrib | Isya' |
1 | 29 Juni | 04:30 | 04:40 | 05:59 | 06:22 | 11:55 | 15:17 | 17:47 | 19:02 |
2 | 30 Juni | 04:30 | 04:40 | 05:59 | 06:22 | 11:55 | 15:17 | 17:47 | 19:02 |
3 | 1 Juli | 04:30 | 04:40 | 06:00 | 06:23 | 11:55 | 15:17 | 17:47 | 19:02 |
4 | 2 Juli | 04:30 | 04:40 | 06:00 | 06:23 | 11:56 | 15:17 | 17:48 | 19:02 |
5 | 3 Juli | 04:30 | 04:40 | 06:00 | 06:23 | 11:56 | 15:17 | 17:48 | 19:02 |
6 | 4 Juli | 04:31 | 04:41 | 06:00 | 06:23 | 11:56 | 15:18 | 17:48 | 19:03 |
7 | 5 Juli | 04:31 | 04:41 | 06:00 | 06:23 | 11:56 | 15:18 | 17:48 | 19:03 |
8 | 6 Juli | 04:31 | 04:41 | 06:00 | 06:23 | 11:56 | 15:18 | 17:48 | 19:03 |
9 | 7 Juli | 04:31 | 04:41 | 06:00 | 06:23 | 11:57 | 15:18 | 17:49 | 19:03 |
10 | 8 Juli | 04:31 | 04:41 | 06:01 | 06:24 | 11:57 | 15:18 | 17:49 | 19:03 |
11 | 9 Juli | 04:31 | 04:41 | 06:01 | 06:24 | 11:57 | 15:18 | 17:49 | 19:03 |
12 | 10 Juli | 04:32 | 04:42 | 06:01 | 06:24 | 11:57 | 15:19 | 17:49 | 19:04 |
13 | 11 Juli | 04:32 | 04:42 | 06:01 | 06:24 | 11:57 | 15:19 | 17:50 | 19:04 |
14 | 12 Juli | 04:32 | 04:42 | 06:01 | 06:24 | 11:57 | 15:19 | 17:50 | 19:04 |
15 | 13 Juli | 04:32 | 04:42 | 06:01 | 06:24 | 11:57 | 15:19 | 17:50 | 19:04 |
16 | 14 Juli | 04:32 | 04:42 | 06:01 | 06:24 | 11:57 | 15:19 | 17:50 | 19:04 |
17 | 15 Juli | 04:32 | 04:42 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:19 | 17:50 | 19:04 |
18 | 16 Juli | 04:32 | 04:42 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:19 | 17:50 | 19:04 |
19 | 17 Juli | 04:32 | 04:42 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:20 | 17:51 | 19:04 |
20 | 18 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:20 | 17:51 | 19:05 |
21 | 19 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:20 | 17:51 | 19:05 |
22 | 20 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:20 | 17:51 | 19:05 |
23 | 21 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:20 | 17:51 | 19:05 |
24 | 22 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:20 | 17:51 | 19:05 |
25 | 23 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:20 | 17:52 | 19:05 |
26 | 24 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:20 | 17:52 | 19:05 |
27 | 25 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:01 | 06:24 | 11:58 | 15:20 | 17:52 | 19:05 |
28 | 26 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:00 | 06:23 | 11:58 | 15:20 | 17:52 | 19:05 |
29 | 27 Juli | 04:33 | 04:43 | 06:00 | 06:23 | 11:58 | 15:20 | 17:52 | 19:05 |
Subscribe to:
Posts (Atom)