Saturday, December 16, 2017

Pengertian Dajal Menurut Islam

Pengertian Dajal Menurut Islam
Apa pengertian dajal (dajjal)? Dari berbagai literatur yang pernah kami telaah, secara bahasa “dajjal” (dajala) artinya menutupi, mengacaukan, membingungkan, juga manipulasi, yakni manipulasi kebenaran atau menyembunyikan kebenaran (fakta).
Jadi, dajjal adalah sebutan bagi orang yang suka berdusta, memanipulasi, menutupi kebenaran, atau melahirkan kebohongan dan kepalsuan.

Dengan pengertian demikian, betapa banyak dajal sekarang ini. Koruptor, pelaku pungli, penyebar berita bohong (hoax), begal, pembohong, semuanya termasuk dajal dalam pengertian di atas.

Dinamakan dajjal karena ia menutup kebenaran dengan kebatilan atau karena ia menutupi kekafirannya terhadap orang lain dengan kebohongan, kepalsuan, dan penipuan.

Ada juga pendapat, disebut dajjal karena ia tersebar dan menutupi seluruh muka bumi.

Menurut Al-Qurthubi dalam At-Tadzkirah, lafadz dajjal dipakai untuk 10 makna, di antaranya Kadzdzab (tukang dusta) dan Mumawwih (tukang tipu).

Para nabi telah memperingatkan akan keluarnya dajja. Rasulullah Saw menyebut kata “dajjal” dan bersabda: “Aku memperingatkan kalian darinya. Tidaklah ada seorang nabi kecuali pasti akan memperingatkan kaumnya tentang dajjal. Nuh a.s. telah memperingatkan kaumnya. Akan tetapi aku akan sampaikan kepada kalian satu ucapan yang belum disampaikan para nabi kepada kaumnya: Ketahuilah dia itu buta sebelah matanya, adapun Allah Swt tidaklah demikian.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim).

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda: “Maukah aku sampaikan kepada kalian tentang dajjal yang telah disampaikan oleh para nabi kepada kaumnya? Dia buta sebelah matanya, membawa sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dia katakan surga pada hakikatnya adalah neraka. Aku peringatkan kepada kalian sebagaimana Nabi Nuh a.s. memperingatkan kaumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Dajjal dikejar oleh Nabi ‘Isa a.s. hingga mendapatkannya di Bab Ludd (satu negeri dekat Baitul Maqdis, Palestina). Beliau pun membunuhnya.” (HR. Muslim).  

Dalam literatur-literatur Ahli Sunnah, seperti Shahih Muslim dan Shahih Bukhâri, dajjal adalah orang yang memiliki sifat-sifat aneh sebagai berikut:
  • Mengklaim dirinya sebagai tuhan
  • Memiliki umur yang panjang
  • Senantiasa disertai oleh air dan api 
  • Mengobati orang-orang yang buta sehingga bisa melihat
  • Menyembuhkan penyakit buras

Wallahu a’lam.*

Hukum Muslim Mengucapkan Selamat Natal

Hukum Muslim Mengucapkan Selamat Natal
Hukum Umat Islam Mengucapkan Selamat Natal

Bagaimana hukumnya mengucapkan "Selamat Natal" kepada kawan dan relasi yang beragama Kristen? Mohon dijelaskan dan ditegaskan. Terima kasih.

JAWAB: Jumhur atau mayoritas (sebagian besar) ulama mengharamkan umat Islam mengucapkan Selamat Natal kepada kaum Kristen, tanpa bermaksud mengabaikan toleransi.

Umat Islam harus menghormatinya saja, sebagai sikap toleransi, tanpa mesti mengucapkan selamat.

Memang ada sebagian kecil ulama yang membolehkan Muslim mengucapkan selamat natal. Jadi, yang terkuat tentu yang mayoritas atau pendapat sebagian besar ulama, yakni tidak boleh (haram) mengucapkan Selamat Natal kepada kaum Kristen yang merayakannya.

Jadi, kita tidak usah mengucapkan Selamat Natal, cukup dengan menghormati keyakinan kaum Kristen itu, dengan cara tidak mengejek dan tidak mengganggu mereka, sebagai pelaksanaan konsep toleransi dalam Islam. (Lakum Dinukum waliya Diin).

Menurut Ijma’ ulama, mengucapkan selamat berarti menyetujui atau merestui ritual mereka yang jelas-jelas tidak sesuai dengan iman Islam. Islam tidak membenarkan ritual mereka, dan umat Islam wajib mengingkarinya.

Hari Natal adalah bagian dari prinsip-prinsip agama Nasrani (Kristen). Mereka meyakini, di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Di dalam bahasa Inggris, disebut dengan Christmas. Christ berarti Kristus sedangkan Mas berarti masa atau kumpulan. Jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.

Umat Islam tidak boleh menghadiri ritual mereka itu, juga tidak boleh memenuhi undangan mereka. Kami yakin, umat Kristen juga mengerti posisi umat Islam dalam hal ini.

Mengikuti acara Natal –juga Tahun Baru Masehi— dinilai para ulama telah melanggar aturan Islam, berdasarkan hadits:

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (hadits shahih, HR. Abu Daud)

Menurut  Ibn Taimiyah: “Menyerupai mereka di dalam sebagian hari-hari besar mereka mengandung konsekuensi timbulnya rasa senang di hati mereka atas kebatilan yang mereka lakukan, dan barangkali hal itu membuat mereka antusias untuk mencari-cari kesempatan (dalam kesempitan) dan mengihinakan kaum lemah (iman).”

Fatwa MUI tahun 1981 jelas mengharamkan umat Islam mengikuti upacara Natal. Disebutkan dalam fatwa tersebut:
(1) Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumya haram.
(2) Agar Ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.

Untuk negara yang mayoritas non-Muslim (Kristen) seperti di Eropa, Lembaga Riset dan Fatwa Eropa membolehkan pengucapan selamat natal kepada kaum Kristen yang tidak memerangi kaum muslimin, khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat.

Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut:

"Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib."

Demikian  Hukum Muslim Mengucapkan Selamat Natal. Intinya, mayoritas ulama menyatakan dilarang mengucapkan selamat natal.

Kita umat Islam cukup dengan menghormati saja, tanpa harus mengucapkankan selamat karena mengucapkan selamat dinilai sama dengan setuju dengan akidah mereka. Wallahu a'lam bish-shawabi.*

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi menurut Islam

Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi menurut Islam
Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi menurut Islam.

TANYA: Saya mau tanya nich, kalau ikut acara-acara Tahun Baru Masehi itu sebenarnya dibolehkan ngga oleh Islam dan gimana seharusnya kita menyingkapinya? Bagaiana hukum perayaan malam tahun baru masehi dalam Islam? Terima kasih.

JAWAB: Dalam Islam hanya ada dua hari raya, yaitu hari ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Selebihnya, tidak ada syariatnya sehingga sebagai muslim tidak ada kepentingan apa pun untuk merayakan Tahun Baru Masehi.

Lagi pula, tahun baru Masehi itu hari raya umat Kristiani yang masih satu paket dengan hari Natal. Makanya ungkapan mereka “Selamat Hari Natal dan Tahun Baru” (Merry Christmas and Happy New Year).

Jadi, biarkan dan hormati saja mereka yang merayakan, kita jangan ikut-ikutan, namun harus menghormati keyakinan mereka dan tidak boleh mengganggu.
Lakum Dinukum Waliyadin (untukmu agamamu dan untukku agamaku) dalam QS. Al-'Ashr menjadi pegangan umat Islam dalam hal toleransi agama.

Bagi orang Kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih. Nama Masehi diambil dari kata Al Masih –gelar untuk Nabi Isa as. yang dianggap Tuhan oleh Umat Kristen.

Masa sebelum kelahiran Isa Al-Masih dinamakan masa Sebelum Masehi (BC = Before Christ).

Seorang muslim diharamkan mengikuti ritual agama selain Islam, termasuk ikut merayakan Natal dan Tahun Baru Masehi. 

Fatwa MUI tanggal 7 Maret 1981/ 1 Jumadil Awwal 1401 H menegaskan:  

"Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat islam hukumnya Haram. Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan-kegiatan Natal.”

Demikian Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi. Wallahu a'lam bish-showabi.*

Wednesday, November 29, 2017

Buang Air Tidak Disiram - Adab Buang Air dalam Islam

Buang Air Tidak Disiram - Adab Buang Air dalam Islam
Aswb pak ustadz apa hukumnya bila seorang sudah buang air besar tapi gak disiram. Wslam. zulfikar nurcahyadi jkt.

JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.

Ia bukan Muslim yang baik karena Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga kebersihan dan kesucian.

Ia bisa berdosa karena kelakuan joroknya itu mengganggu orang lain.

Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid menjelaskan Adab Buang Air atau Buang Hajat dalam Islam di laman Islam Tanya & Jawab sebagai berikut:

1-Tidak menghadap kiblat saat buang air besar atau kecil.

"Jika salah seorang dari kamu duduk untuk membuang hajatnya, janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat."
(HR Muslim)

2-Tidak menyentuh kemaluan dengan tangan kanan saat buang air kecil.

"Jika salah seorang dari kamu buang air kecil, janganlah ia menyentuh kemaluannya dan beristinja' dengan tangan kanan. Dan jangan pula ia bernafas dalam gelas (saat minum)." (HR Bukhari)

3-Janganlah ia menghilangkan najis dengan tangan kanan, namun gunakanlah tangan kiri.


"Jika salah seorang kamu membersihkan kotoran janganlah ia gunakan tangan kanannya." (HR Al-Bukhari)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menggunakan tangan kanannya untuk makan, minum, berwudhu', memakai pakaian, memberi dan menerima. Dan menggunakan tangan kirinya untuk selain itu. (HR Ahmad, Shahih Al-Jami')

"Jika salah seorang dari kamu beristinja' maka janganlah ia gunakan tangan kanan, hendaklah ia gunakan tangan kirinya." (HR Ibnu Majah)

4-Berusaha duduk serendah mungkin saat membuang hajat. 


Cara seperti itulah yang lebih menutupi aurat dan lebih aman dari percikan air seni yang dapat mengotori badan dan pakaiannya. Dan boleh membuang hajat sambil berdiri jika aman dari percikan air seni.

5-Menutup diri dari pandangan orang saat buang hajat.

Penghalang yang paling sering digunakan Rasulullah Saw ketika buang hajat adalah dinding atau pagar kebun kurma (yakni dibalik tanah tinggi atau dinding kebun kurma) (HR Muslim)

Jika seorang muslim berada di tanah lapang lalu terdesak buang hajat sementara ia tidak menemukan sesuatu sebagai penghalang, hendaklah ia menjauh dari orang lain.

"Ketika saya menyertai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam sebuah lawatan, beliau terdesak buang hajat. Beliaupun menjauh dari tepi jalan." (HR  Tirmidzi)

Abdurrahman bin Abi Quraad meriwayatkan: "Saya pernah menyertai Rasulullah ke sebuah padang luas. Jika beliau hendak buang hajat maka beliau akan pergi menjauh." (HR  Nasa'i)

6-Tidak membuka auratnya kecuali setelah tiba di tempat buang air.

"Apabila Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hendak buang hajat, beliau tidak akan menyingkap pakaiannya hingga tiba di tempat buang air." (HR Tirmidzi)

Jika ia buang air di WC, janganlah ia menyingkap pakaiannya kecuali setelah mengunci pintu WC dan tersembunyi dari pandangan orang lain.

7-Membaca doa ketika masuk ke dalam WC:

"Bismillah, Allahumma inni a'uudzubika minal khubtsi wal khabaaits"
Artinya: Dengan menyebut nama Allah, Yaa Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari segala gangguan setan laki-laki maupun perempuan.
Ketika keluar dari WC kita dianjurkan meminta ampun kepada Allah dengan mengucapkan: 'Ghufraanaka' (artinya: "Aku meminta ampun kepada-Mu!").

8-Bersungguh-sungguh menghilangkan najis setelah selesai buang hajat.

Rasulullah Saw memberi peringatan keras terhadap orang-orang yang menganggap remeh perkara bersuci ini.

"Mayoritas siksa kubur itu akibat tidak membersihkan air seni" (HR Ibnu Majah)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhu bahwa ia bercerita: "Suatu kali Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melewati dua kuburan lalu berkata:

"Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa, bukanlah karena kesalahan yang besar. Salah seorang dari keduanya karena tidak beristinja' setelah buang air, dan satunya lagi berjalan ke sana kemari menyebar namimah (mengadu domba)." (HR Bukhari)

9-Hendaklah mencuci kemaluan atau dubur sekurang-kurangnya tiga kali atau ganjil sampai bersih sesuai dengan kebutuhan. 

'Aisyah r.a. menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membersihkan kemaluannya sebanyak tiga kali. Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhu berkata:

"Kami pun melakukan petunjuk beliau dan kami dapati hal itu sebagai obat dan kesucian." (HR Ibnu Majah)

"Jika salah seorang dari kamu beristijmar maka lakukanlah sebanyak tiga kali." (HR Imam Ahmad)

Demikian Adab Buang Air atau Buang Hajat dalam Islam. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Friday, November 17, 2017

Mengenal ‘Ainul Mardhiyah, Bidadari Tercantik untuk Pejuang di Jalan Allah SWT

Mengenal ‘Ainul Mardhiyah, Bidadari Tercantik untuk Pejuang di Jalan Allah SWT
IKHWAN perindu surga tentunya mengenal nama ‘Ainul Mardhiyah. Ainul Mardiyah adalah nama seorang bidadari paling cantik di surga.

Secara harfiyah, ‘Ainul Mardiyah adalah “mata yang diridhai” atau “mata yang disukai”.

Grup nasyid asal Malaysia, You and I See (Unic), dalam nasyid berjudul Ainul Mardiyah menyebutnya sebagai "pembakar semangat perwira yang rela berkorban demi agama, jadi taruhan berjuta pemuda yang bakal dinobat sebagai syuhada".

Diceritakan dalam suatu kisah yang dipaparkan Al-Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid:

Suatu hari ketika kami sedang bersiap berangkat perang. Aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At-Taubah:111:

إِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ 

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”

Selesai ayat itu dibaca, seorang remaja berusia sekitar 15 tahun bangkit dari tempat duduknya. Anak muda ini anak orang kaya. Ia baru saja mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal.

Ia berkata:”Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?”

“Ya, benar, anak muda!” kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:”Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan surga.”

Anak muda itu lalu mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan jihad fi sabilillah. Hanya kuda dan pedangnya yang tidak disedekahkan.

Ketika pasukan akan segera berangkat, anak muda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.

Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak: ”Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah…!” Kami menduga ia mulai ragu dan pikirannya kacau. Kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu.

Ia menjawab: “Tadi sewaktu aku sedang mengantuk, selintas aku bermimpi.

Seseorang datang kepadaku seraya berkata: “Pergilah kepada ‘Ainul Mardiyah.” Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan di pinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan indah. Manakala melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami ‘Ainul Mardhiyah…”

“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu!”

Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.

Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: “Hai ‘Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang …!”

Ketika aku dipersilakan masuk, kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diizinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu.”

Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid! Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”.

Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran, aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka di tubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia.

Demikianlah kisah perindu surga yang akan bertemu bidadari tercantik di surga bernama Ainul Mardiyah karena berjuang di jalan Allah (jihad fi sabilillah).

(Sumber: Irsyadul 'Ibad Ila Sabilir Rosyad lisy Syaikh Zainuddin bin Abdul Azizi bin Zainuddin al-Malibari. Terjemah: H. Salim Bahreisy ).*

Friday, October 6, 2017

Iman Bisa Naik-Turun, Bertambah dan Berkurang

Iman Bisa Naik-Turun, Iman Bisa Bertambah dan Berkurang
Iman Bisa Naik-Turun, Bertambah dan Berkurang, bahkan hilang saat berbuat maksiat.

Tanya: Apa benar iman kita itu bisa bertambah dan berkurang alias naik-turun? Bagaimana bisa? Bagaimana biar iman kita stabil dan bertambah terus? Terima kasih.

JAWAB: Ya benar. Rasulullah Saw bersabda:

الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ

 "Iman itu ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang" (HR Abu Nu'aim).

Iman adalah percaya atau yakin bahwa Allah SWT satu-satunya Tuhan yang berkah disembah, dengan bukti menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, sebagaimana tertuang dalam Syariat Islam.

Ibnu Taimiyah berkata, “Telah diketahui bahwa iman adalah iqrâr (pengakuan), tidak semata-mata tashdîq (membenarkan). Dan iqrâr (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdîq (membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyâd (ketundukan hati)”.

Salah satu ciri orang beriman adalah bertambah imannya ketika mendengarkan atau dibacakan ayat-ayat Allah SWT (QS. 8:2).

Iman seseorang berkurang, bahkan hilang, ketika ia berbuat maksiat (HR Bukhari dan Muslim).

Dalil yang menjelaskan naik-turun atau tambah-kurangnya iman antara lain:

“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)” (QS. Al-Fath/48: 4) .

“Dan jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya)” (QS. Al-Anfāl/8: 2).

“Dan bila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapa di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.” (QS. At-Tawbah/9:124) .

Ayat di atas jeas menyebutkan bertambahnya uman. Meski tidak secara eksplisit menyebutkan berkurangnya iman, namun dengan ditetapkan kata “betambah” berarti mencakup pula kata “berkurang”.

Agar iman stabil, bahkan terus bertambah, maka laksanakan segala perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya, sering dzikir dan baca Quran, menghadiri majelis ilmu (pengajian), dan bergaullah dengan orang-orang shaleh dan lingkungan Islami (religius).

Para ulama mengingatkan, teman bergaul juga menentukan pola pikir dan akhlak atau perilaku kita. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Wednesday, July 19, 2017

Hukum Memakai Cadar dalam Islam

Hukum Memakai Cadar dalam Islam
Hukum Memakai Cadar dalam Islam

TANYA: Beberapa negara di Eropa melarang cadar. Bagaimana sebenarnya hukum memakai cadar bagi wanita Islam. Apakah wajib, sunah, atau bahkan bid’ah? Terima kasih.

JAWAB: Memakai cadar (burqa/niqab) bagi wanita hukumnya tidak wajib, juga tidak sunah, juga tidak bid’ah, pun demikian tidak haram.

Kami belum menemukan dalil Al-Quran ataupun Al-Hadits yang mewajibkan atau menyunahkan wanita Muslimah menggunakan cadar alias penutup wajah, karena memang wajah --dan telapak tangan-- tidak termasuk aurat wanita.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu‘anha, beliau berkata,

أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ


Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah Saw dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah Saw pun berpaling darinya dan bersabda,:“Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Daud).

Asy Syarbini berkata, “Aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Termasuk telapak tangan adalah bagian punggung dan dalam telapak tangan, dari ujung jari hingga pergelangan tangan.

Dalilnya adalah firman Allah SWT:

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (QS. An Nur: 31). Yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan, inilah tafsiran dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Aisyah.” (Mughnil Muhtaj, 1: 286).

Namun, jumhur ulama sepakat, mengenakan cadar tidak dilarang, bahkan keutamaan, khususnya wanita yang berwajah sangat cantik dan dikhawatirkan dapat mengundang fitnah orang yang melihatnya.
  •  Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
  • Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
  • Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
  • Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31). (Sumber)

Sebagian istri Rasulullah Saw dan sebagian wanita sahabat juga pernah mengenakannya sehingga cadar dinilai keutamaan dalam berbusana Muslimah.

Wanita wajib menutup aurat, yakni seluruh tubuh, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Jumhur ulama bersepakat, wajah dan telapak tangan bukan aurat, jadi boleh tidak ditutup. Allah Swt memerintahkan para wanita menutupi seluruh tubuhnya yang merupakan perhiasannya, kecuali yang biasa ditampakkan dengan mengenakan jilbab hingga ke dada:

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya.’ (QS. An Nuur:31).

“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS. Al Ahzab:59).

Demikian Hukum Memakai Cadar dalam Islam. Wallahu a'lam bish-shawabi.*

Thursday, July 13, 2017

Hukum Mengangkat Tangan Saat Berdoa Usai Shalat Fardhu

Hukum Mengangkat Tangan Saat Berdoa Usai Shalat Fardhu
Hukum Mengangkat Tangan Saat Berdoa Usai Shalat

TANYA: Apakah pada saat berdoa setelah selesai sholat fardhu, Rosulullah saw mengangkat tangannya apa tidak? Mohon penjelasannya, wassalam.

JAWAB: Sejauh ini kami belum menemukan keterangan atau hadits, yang menyebutkan secara eksplisit dan jelas, bahwa Rasulullah Saw mengangkat tangan ketika berdoa usai shalat fardhu.

Jika mengacu pada hadits shahih Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, jelas Rasulullah Saw tidak mengangkat tangan ketika berdoa usai shalat fardhu.

Dari Anas r.a. berkata, bahwa Rasulullah Saw tidak berdoa dengan mengangkat tangan, kecuali dalam shalat Istisqa (shalat minta hujan).  

كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه

“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895).


Soal hukum mengangkat tangan ketika berdoa, terjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama: antara boleh, sunah, dan haram (bid’ah) kecuali saat berdoa usai shalat istisqo’.

Sebagian ulama membolehkan/menyunahkan, karena ada juga hadits yang menyebutkan Rasul mengangkat tangan atau menganjurkannya saat berdoa, hanya saja tidak disebutkan hal itu dilakukan Rasul ketika berdoa usai shalat fardhu.

Dari Abi Musa Al-Asy’ari ra berkata, “Nabi Saw berdoa, lalu mengangkat kedua tangannya, hingga aku melihat putih kedua ketiaknya.” (HR Bukhari).

Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun tentang Nabi Saw mengangkat kedua tangannya  waktu berdo’a, maka sesungguhnya telah datang padanya hadits-hadits yang shahih (lagi) banyak (jumlahnya). Sedangkan tentang beliau mengusap mukanya dengan kedua (telapak) tangannya (sesudah berdo’a), maka tidak ada padanya (hadits yang shahih lagi banyak), kecuali satu-dua hadits yang tidak dapat dijadikan hujjah (alasan tentang bolehnya mengusap muka dengan kedua telapak tangan).

Dalam berdoa, yang penting ikhlas, sungguh-sungguh, mengerti arti doa (jika berdoa dalam bahasa Arab), dan penuh rasa rendah diri di hadapan Allah Swt.

Kesimpulan:
Hukum Mengangkat Tangan Saat Berdoa Usai Shalat Fardhu adalah mubah (boleh), karena tidak ada larangan berdoa sambil mengangkat tangan usai shalat. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Referensi Lainnya tentang Mengangkat Tangan Saat Berdoa
  • https://muslim.or.id/9295-mengangkat-tangan-ketika-berdoa.html
  • https://rumaysho.com/1042-hukum-mengangkat-tangan-ketika-berdoa.html
  • https://almanhaj.or.id/3271-hukum-mengangkat-tangan-dalam-berdoa.html 
 
  •  

Monday, June 12, 2017

Harta yang Berkah: Pengertian dan Tips Meraihnya

Harta yang Berkah: Pengertian dan Tips Meraihnya
Pengertian Harta yang Berkah adalah harta kekayaan yang membawa kebaikan bagi diri, keluarga, dan orang lain.

Kata BERKAH (barokah, berkat) sendiri memiliki dua arti: (1) tumbuh, berkembang, atau bertambah; dan (2) kebaikan yang berkesinambungan.

Menurut Syekh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, asal makna berkah ialah “kebaikan yang banyak dan abadi".

Menurut Imam Ghazali, nerkah (barokah) artinya ziyadatul khair, yakni “bertambah-tambahnya kebaikan” (Imam Al-Ghazali, Ensiklopedia Tasawuf, hlm. 79).

Harta, kekayaan, atau rezeki yang berkah adalah harta yang bertambah dan mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat.

Untuk mencapainya, ada dua jalan, yakni:
  1. Mendapatkannya dengan cara halal, tidak curang atau batil. Harta hasil mencuri, maling, korupsi, pungli, tentu tidak akan berkah.
  2. Membersihkannya dari hak orang lain (dikeluarkan zakatnya) serta menginfakkannya di jalan Allah dengan cara infak, sedekah, atau wakaf.

Selain itu, agar harta berkah, kita harus menjadikan harta sebagai sarana beribadah kepada Allah SWT. Jangan sampai harta habis dikonsumsi di dunia, tanpa menabungkannya berupa pahala di akhirat kelak --yakni dengan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf).

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan 7 bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah : 261)

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah ; 245).

 “Harta tidak akan berkurang karena sedekah, dan tidaklah Allah menambah bagi hamba yang pemaaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang yang berlaku tawadlu’ karena Allah melainkan Dia akan meninggikannya.” (HR. Muslim).

"Sesungguhnya harta itu indah dan manis. Barangsiapa menyambutnya dengan murah hati (ridha), maka ia akan memperoleh berkah. Dan barangsiapa mengambilnya dengan tamak serta curang, maka ia tidak akan memperoleh berkah. Ia seperti orang yang makan, tapi tidak pernah kenyang." (HR Muslim).

Demikian ulasan ringkas tentang harta yang berkah dan cara meraihnya. Berbahagialah orang yang banyak harta dan menggunakannya sebagai sarana ibadah dan menebar kebaikan, termasuk donasi untuk dakwah dan perjuangan kaum Muslim menegakkan agama Allah SWT (Islam).  Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Monday, May 29, 2017

Surat Apa yang Dibaca Imam dalam Shalat Witir Setelah Tarawih?

Surat Apa yang Dibaca Imam dalam Shalat Witir Setelah Tarawih?
TANYA: Surat Apa yang Dibaca Imam dalam Shalat Witir Setelah Tarawih? Di masjid saya, ketika shalat witir tiga rokaat usai tarawih, imam suka baca Surat Qulhu (Al-Ikhlas), Al-Falaq, dan An-Nas di rakaat terakhir? Apa ada syariatnya atau contohnya dari Rasulullah?

JAWAB: Membaca surat dalam shalat, setelah baca Al-Fatihah, hukumnya sunah. Boleh baca surat, boleh juga tidak.

Dengan demikian, bacaan surat apa pun dalam shalat witir, sholat apa pun, termasuk di rokaat terakhir sholat witir, bebas, tidak ada larangan, juga tidak ada kewajiban.

Tentang yang ditanyakan, yakni imam suka baca Surat Qulhu (Al-Ikhlas), Al-Falaq, dan An-Nas di rakaat terakhir, memang ada contohnya dari Rasulullah Saw, sebagaiman hadits berikut ini:

عن عبد العزيز بن جريج قال: سألنا عائشة بأي شيء كان يوتر رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ قالت كان يقرأ في الركعة الأولى بسبح اسم ربك الأعلى . وفي الثانية قل يا أيها الكافرون . وفي الثالثة قل هو الله أحد والمعوذتين

“Dari Abdul Aziz bin Juraij beliau berkata: Kami bertanya kepada ‘Aisyah: Dengan apakah Rasulullah Saw shalat witir? Maka ‘Aisyah menjawab: Beliau membaca (sabbihismarabbikal a’la) pada rakaat pertama, dan (qul yaa ayyuhal kafirun) pada rakaat yang kedua, dan (qul huwallahu ahad) serta (al mu’awwidzatain/al-falaq dan An-Naas) pada rakaat yang ketiga.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzy, Ibnu Majah).

“Dari ‘Ubay bin Ka’ab beliau berkata: Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat witir dengan membaca (Sabbihismarabbikal a’laa),dan (Qul yaa ayyuhal kafirun), dan (Qul huwallahu ahad)” (HR. An-Nasai’y dan Ibnu Majah)

Dari Aisyah ra disebutkan bahwa beliau ditanya, “Dengan surah apa Nabi saw biasa melakukan salat witir?” Aisyah ra menjawab, “Pada rakaat pertama beliau membaca sabbih isma rabbika al-A‘la, pada rakaat kedua membaca qul ya ayyuha al-kafirun, dan pada rakaat ketiga membaca qul huwallahu ahad dan al-mu‘awwidzatain. Al-mu‘awwidzatain adalah qul a‘udzu bi rabbi al-falaq dan qul an-nas).” (HR Tirmidzi).

Jadi, berdasarkan hadits di atas, maka mayoritas imam sholat tarawih akan membaca surat-surat berikut ini pada saat melakukan sholat witir tiga rokaat:
– Raka’at Pertama: Al Fatihah + Surat Al A’la
– Raka’at Kedua: Al Fatihah + Surat Al Kafirun
– Raka’at Ketiga: Al Fatihah + Al Ikhlas + Al-Falaq + An-Nas.

Namun, jika tidak demikian pun, tidak mengapa. Jika mengikuti cara Nabi Saw di atas, tentu jauh lebih baik, tapi tidak wajib.

Pengertian Shalat Witir

Witir secara bahasa berarti ganjil. Hal ini sebagaimana dapat kita lihat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ

“Sesungguhnya Allah itu Witr dan menyukai yang witr (ganjil).” (HR. Bukhari no. 6410dan Muslim no. 2677)

Sedangkan yang dimaksud witir pada shalat witir adalah shalat yang dikerjakan antara shalat Isya’ dan terbitnya fajar (masuknya waktu Shubuh), dan shalat ini adalah penutup shalat malam (atau shalat tarawih di bulan Ramadhan).

Menurut mayoritas ulama, hukum shalat witir adalah sunnah muakkad (sunnah yang amat dianjurkan). Wallahu a'lam bish-shawabi.*

Thursday, May 25, 2017

Risalah Ramadhan: Syarat dan Rukun Puasa Ramadhan

Syarat dan Rukun Puasa Ramadhan
Risalah Ramadhan: Syarat Sah dan Rukun Puasa Ramadhan.

PUASA Ramadhan merupakan rukun Islam yang keempat, setelah syahadat, shalat, dan zakat dan sebelum haji.

Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi umat Islam, sebagaimana wajibnya shalat, zakat, dan haji bagi yang sudah akil baligh dan mampu.

Risalah puasa Ramadhan dalam Islam diperintahkan Allah SWT dalam QS Al-Baqarah:185:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah : 185).

Tafsir Ibnu Katsir Ayat QS 2:185 tentang Puasa Ramadhan

{ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَ انُ } “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan, (permulaan) al-Qur’an”, yaitu puasa yang diwajibkan atas kalian adalah bulan Ramadhan yaitu bulan yang agung, bulan di mana kalian memperoleh di dalamnya kemuliaan yang besar dari Allah Ta’ala, yaitu al-Qur’an al-Karim yang mengandung petunjuk bagi kemaslahatan kalian, baik untuk agama maupun dunia kalian, dan sebagai penjelas kebenaran dengan sejelas-jelasnya, sebagai pembeda antara yang benar dan yang batil, petunjuk dan kesesatan, orang-orang yang bahagia dan orang-orang yang sengsara, maka patutlah keutamaan ini bagi bulan tersebut, dan hal ini adalah merupakan kebajikan Allah terhadap kalian, dengan menjadikan bulan ini sebagai suatu musim bagi hamba yang diwajibkan padanya berpuasa.

Lalu ketika Allah menetapkan hal itu, menjelaskan keutamaannya dan hikmah Allah Ta’ala dalam pengkhususannya itu, Dia berfirman, { فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ } “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” ini merupakan keharusan berpuasa atas orang yang mampu, sehat lagi hadir, dan ketika nasakh itu memberikan pilihan antara berpuasa dan tebusan (khususnya), ia mengulangi kembali keringanan bagi orang sakit dan musafir agar tidak diduga bahwa keringanan tersebut juga dinasakh, Allah berfirman, [يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ] “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” maksudnya, Allah Ta’ala menghendaki hal yang memudahkan bagi kalian jalan yang menyampaikan kalian kepada ridhaNya dengan kemudahan yang paling mudah dan meringankannya dengan keringanan yang paling ringan.

Oleh karena itu, segala perkara yang diperintahkan oleh Allah atas hamba-hambaNya pada dasarnya adalah sangat mudah sekali, namun bila terjadi suatu rintangan yang menimbulkan kesulitan, maka Allah akan memudahkannya dengan kemudahan lain, yaitu dengan menggugurkannya atau menguranginya dengan segala bentuk pengurangan, dan hal ini adalah suatu hal yang tidak mungkin dibahas perinciannya, karena perinciannya adalah merupakan keseluruhan syariat dan termasuk di dalamnya segala macam keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan.

{ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ } “Dan hendaknya kamu mencukupkan bilangannya” ayat ini wallahu ‘alam agar orang tidak berfikir bahwa puasa itu dapat dilakukan hanya dengan separuh bulan saja, Allah menolak pemikiran seperti itu dengan memerintahkan untuk menyempurnakan bilangannya, kemudian bersyukur kepada Allah saat telah sempurna segala bimbingan, kemudahan dan penjelasanNya kepada hamba-hambaNya, dan dengan bertakbir ketika berlalunya perkara tersebut, dan termasuk di dalam hal ini adalah bertakbir ketika melihat hilal bulan Syawwal hingga selesainya khutbah ‘id.


Keutamaan Ramadhan

Keutamaan bulan Ramadhan, yang mana Allah Ta’ala mewajibkan kepada hambaNya pada bulan ini, dan cukuplah hadits Nabi Saw untuk menjelaskan keutamaan bulan Ramadhan:

“Apabila telah tiba bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Muslim).

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala (dari Allah) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barang siapa melakukan Shalat (tarawih) pada bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala (dari Allah) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu).” (HR. Bukhari)

Yang Tidak Wajib Puasa: Sakit, Musafir

Ada rukhshah (keringanan) untuk tidak berpuasa bagi mereka yang masuk kategori sebagai berikut:
  1. Sakit. Orang-orang yang sakit yang khawatir semakin lama sembuhnya atau semakin parah
  2. Musafir. Bagi musafir dengan safar yang dibolehkan baginya untuk mengqashar shalat.
  3. Orang yang Sudah Tua dan Dalam Keadaan Lemah, Juga Orang Sakit yang Tidak Kunjung Sembuh.
  4. Wanita Hamil dan Wanita Menyusui 
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui.” (HR. Ahmad

Wajibnya mengqadha’ bagi orang yang tidak berpuasa karena udzur yang dibolehkan syari’at, di hari-hari yang lainnya.

Mudahnya syariat Islam, dan meniadakan kesulitan dan kesempitan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menegaskan dalam sabdanya, “Agama Allah ini mudah”, sabda beliau yang lain dalam kitab Shahih Bukhari, “Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat lari”.

Syarat Sah Puasa: Yang Wajib Puasa Ramadhan

Yang wajib berpuasa Ramadhan adalah setiap Muslim/Muslimah, baligh, berakal, sehat (tidak sakit), bermukim (bukan musafir), wanita yang suci dari haidh dan nifas.

Syarat Sahnya Puasa ada dua:
  1. Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas. Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban puasa dan sekaligus syarat sahnya puasa.
  2. Berniat. Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain.
“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.”

“Niat letaknya dalam hati dan tidak perlu sama sekali dilafazhkan. Niat sama sekali tidakk disyaratkan untuk dilafazhkan sebagaimana ditegaskan oleh An Nawawi dalam Ar Roudhoh.”

“Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.”

Rukun Puasa Ramadhan


Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari atau sejak awal waktu masuk Subuh hingga awal waktu Magrib.

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).

Yang dimaksud dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud benang secara hakiki.

Dari ‘Adi bin Hatim ketika turun surat Al Baqarah ayat 187, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,

إِنَّمَا ذَاكَ بَيَاضُ النَّهَارِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ


“Yang dimaksud adalah terangnya siang dari gelapnya malam”[24]. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan seperti itu pada ‘Adi bin Hatim karena sebelumnya ia mengambil dua benang hitam dan putih. Lalu ia menanti kapan muncul benang putih dari benang hitam, namun ternyata tidak kunjung nampak. Lantas ia menceritakan hal tersebut pada Rasulullah Saw  kemudian beliau pun menertawai kelakukan ‘Adi bin Hatim.

YANG MEMBATALKAN PUASA


Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

1. Makan dan minum dengan sengaja
Makan atau minum saat berpuasa dengan sengaja membatalkan ibadah puasa. Namun, jika seseorang itu makan atau minum dalam keadaan lupa atau tidak sadar, maka tidak batal puasanya.

.فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ ,فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ,مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَآَلَ أَوْ شَرِبَ
“Barangsiapa yang lupa bahwasanya dia sedang berpuasa, lalu dia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberi makan dan minum kepadanya.” (HR Abu Hurairah)

2. Muntah dengan sengaja
Seseorang yang dengan sengaja memuntahkan sesuatu dari perutnya maka puasanya tersebut batal atau tidak sah hukumnya. Namun, jika muntahnya tidak sengaja, maka tidak batal.

.مَنْ ذَرَعَهُ القَيءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِِ
“Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja, maka dia tidak wajib mengqadha’ puasa, sedangkan barangsiapa yang sengaja muntah, maka wajib baginya mengqadha’.”
3. Haid dan Nifas
Seorang wanita yang haid atau nifas tidak diperbolehkan untuk berpuasa selama masa haid atau nifasnya dan ia wajib mengganti atau mengqadha puasa tersebut dikemudian hari setelah bulan ramadhan berakhir.

4. Bersetubuh
Persetubuhan di siang hari bukan saja membatalkan puasa, tapi juga mendatangkan "denda". Jima' pada saat berpuasa maka hukumnya haram. Pelakunya wajib membayar kifarat yakni berpuasa selama dua bulan berturut-turut, memerdekakan budak, atau memberi makan 60 orang miskin sebagaimana hadits rasulullah SAW berikut ini

“Di saat kami sedang duduk bersama Nabi SAW, datanglah seorang laki-laki seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah SAW binasalah aku.’ Beliau bertanya, ‘Apa yang telah membinasakan dirimu?’ Dia menjawab, ‘Aku telah berhubungan badan dengan isteriku sedangkan aku dalam keadaan berpuasa Ramadhan.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?’ ‘Tidak,’ jawabnya. Lalu beliau bertanya lagi: ‘Apakah engkau mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya lagi, ‘Dan apakah engkau mampu memberi makan kepada 60 orang miskin?’ Dia pun menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian Rasulullah SAW diam, dan di saat kami sedang dalam keadaan seperti itu, Rasulullah SAW diberi sekeranjang kurma, lalu beliau berkata, ‘Mana orang yang bertanya tadi?’ Orang itu pun menjawab, ‘Saya.’ Beliau bersabda, ‘Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!’

Laki-laki itu berkata, ‘Adakah orang yang lebih miskin dari pada kami wahai Rasulullah? Demi Allah tidak ada satu keluarga di antara dua tempat yang banyak batu hitamnya di Madinah yang lebih faqir dari pada kami.’ Maka Rasulullah SAW tertawa hingga terlihat gigi taringnya, kemudian beliau berkata, ‘Berilah makan keluargamu dari sedekah itu.’”

Demikian Risalah Puasa Ramadhan: Syarat dan Rukun Puasa Ramadhan. (Sumber: Fiqhus Sunnah, Shahihain, Ensiklopedi Islam).*

Jadwal Imsakiyah Puasa Ramadhan 2017 Seluruh Kota di Indonesia Resmi Kemenag

Jadwal Imsakiyah Puasa Ramadhan 2017 Seluruh Kota di Indonesia Resmi Kemenag RI

Jadwal Imsakiyah / Jadwal Puasa Ramadhan 1438 H / 2017 M Resmi dari Kementerian Agama RI untuk Kota Bandung, Cimahi, dan sekitarnya.

Jadwal Puasa 2017 berikut ini dari Kanwil Kemenang Jawa Barat. Jadwal Imsakiyah kota lain --Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Papua, Pekanbaru, dan sebagainya-- bisa dicek di laman Sihat Kemenag RI.

Jadwal Imsakiyah Ramadhan Kota Bandung & Kota Lainnya di Jabar
Jadwal Imsakiyah Ramadhan Kota Bandung & Kota Lainnya di Jabar
 
Gunakan selalu Jadwal Imsakiyah Puasa Ramadhan yang RESMI seperti di atas agar terpercaya dan bisa dipertanggungjawabkan.

Insya Allah puasa Ramadhan tahun ini atau tanggal 1 Ramadhan 1438 Hijriyah jatuh pada hari Sabtu 27 Mei 2017 Masehi, serentak di seluruh Indonesia.*

Monday, April 17, 2017

Hukum Tato dalam Islam

Hukum Tato dalam Islam
TANYA: Mohon dijelaskan hukum tato. Banyak artis di televisi membanggakan tatonya, khawatir ditiru anak-anak kita. Trims.

JAWAB:  Sebelum ke hukum tatao menurut Islam, kita lihat dulu referensi tentang Tato.

Tato (Inggris, tattoo; Arab, washm الوشم) adalah bentuk modifikasi tubuh manusia, dibuat dengan cara memasukkan tinta pada lapisan kulit untuk mengganti warna pigmen. 

Menurut Wikipedia, dalam bahasa Indonesia tato itu rajah. Rajah atau tato (bahasa Inggris: tattoo) adalah suatu tanda yang dibuat dengan memasukkan pigmen ke dalam kulit. Dalam istilah teknis, rajah adalah implantasi pigmen mikro.

Rajah dapat dibuat terhadap kulit manusia atau hewan. Rajah pada manusia adalah suatu bentuk modifikasi tubuh, sementara rajah pada hewan umumnya digunakan sebagai identifikasi. Rajah merupakan praktik yang ditemukan hampir di semua tempat dengan fungsi sesuai dengan adat setempat.

Rajah dahulu sering dipakai oleh kalangan suku-suku terasing di suatu wilayah di dunia sebagai penandaan wilayah, derajat, pangkat, bahkan menandakan kesehatan seseorang.

Ada pendapat, tato identik dengan pelaku kejahatan. Preman atau orang jahat memang banyak memakai tato di tubuhnya. Ada juga yang mengatakan, tato adalah seni, lambang ekspresi jiwa yang bebas.

Apa pun makna tato bagi penggunanya, dalam Islam tato itu haram. Umat Islam diharamkan bertato. Jika yang bertato itu non-Muslim, tentu bukan urusan Islam karena mereka bukan Muslim.


Tato diharamkan dalam Islam karena ia merusak tubuh, sekaligus merusak keindahan ciptaan Allah SWT. Keindahan tato hanya kata pemiliknya, pembuatnya, atau segelintir orang yang tidak paham hukumnya.

Dalam sebuah hadits riwayat Alqomah, Rasulullah saw bersabda, ”Allah Ta’ala melaknat orang-orang yang mentato dan yang minta ditato.” (HR. Bukhari).


لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُوتَشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ

"Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya, melakukan tato di wajahnya (mutawasshimah), menghilangkan rambut dari wajahnya, menyambung giginya, demi kecantikan, mereka telah merubah ciptaan Allah." (HR Bukhari).

Dalam Islam, tato terkait dengan tukang tato (wasyimah), pengguna tato (al mustausyimah), hukum tato, dan status wudhu dan mandi wajib (ghusl) serta status sah atau tidaknya shalat pemakai tato.

Tato termasuk perbuatan mengubah atau merusak ciptaan Allah Swt serta menjadikan di tempat tato itu najis dengan membekunya darah karena warna bahan tato itu.

Dalam kitab Al-Fiqhul Islam disebutkan, bila tato bisa dihilangkan dengan pengobatan, maka hal itu wajib dilakukan.

Namun, jika tidak memungkinkan kecuali dengan melukainya, maka bila hal itu tidak membawa bahaya yang berat atau cacat yang mengerikan pada anggota tubuh yang terlihat, seperti wajah dan kedua telapak tangan, maka menghilangkannya tidaklah wajib dan wajib baginya untuk bertobat.

Bila melukai (untuk menghilangkannya) tidak membahayakan, maka ia harus menghilangkan tato itu.

Menurut Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, kalau mungkin tato dihilangkan dengan pengobatan, maka wajib dihilangkan. Jika tidak memungkinkan kecuali dengan melukainya, di mana dengan itu khawatir berisiko kehilangan anggota badannya, atau kehilangan manfaat dari anggota badan itu, atau sesuatu yang parah terjadi pada anggota badan yang tampak itu, maka tidak wajib menghilangkannya. Dan jikalau bertobat ia tidak berdosa. Tapi kalau ia tidak mengkhawatirkan sesuatu yang tersebut tadi atau sejenisnya, maka ia harus menghilangkannya. Dan ia dianggap bermaksiat dengan menundanya. Sama saja dalam hal ini semua, baik laki-laki maupun wanita.”

Menurut Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari, membuat tato haram berdasarkan adanya laknat dalam hadits pada bab ini, … maka wajib menghilangkannya jika memungkinkan walaupun dengan melukainya. Kecuali jika takut binasa, (tertimpa) sesuatu, atau kehilangan manfaat dari anggota badannya maka boleh membiarkannya dan cukup dengan bertaubat untuk menggugurkan dosa. Dan dalam hal ini sama saja antara laki-laki dan wanita.”

Demikian hukum tato menurut Islam. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Tuesday, April 4, 2017

Bacaan Dzikir Setelah Shalat Fardhu Sesuai Sunnah Rasulullah Saw

Dzikir Usai Shalat Fardhu Sesuai Sunnah Rasulullah Saw
Bacaan Dzikir Setelah Shalat Fardhu Sesuai Sunnah Rasulullah Saw

TANYA: Mohon petunjuk, bagaimana dzikir setelah shalat fardu yang sesuai dengan contoh dari Nabi Muhammad Saw. Terima kasih.

JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.

Sebelum membahas dzikir usai shalat fardu (sholat wajib) sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw, sebelumnya harap diingat, dzikir usai shalat hukumnya sunnah, tidak wajib. Namun alangkah ruginya kita jika tidak berdzikir usai "dzikir akbar" (shalat) itu.

Dalam beberapa riwayat, a.l. HR. Muslim, disebutkan, setelah selesai atau mengucapkan salam dalam Shalat Fardhu, Nabi Muhammad Saw berdzikir.

Beliau Saw mengawalinya dengan:
  1. Istighfar (Astaghfirullaahal ‘azhim, aku memohon ampun kepada Allah Yang Mahaagung) sebanyak tiga kali
  2. Mengucapkan Allaahumma Antas Salaam, Waminkas Salaam, Tabaarakta Dzal Jalaalil Wal Ikraami (Ya Allah, Engkau adalah Dzat Pemberi Keselamatan, dan dari-Mu-lah segala keselamatan, Mahabesar Engkau Dzat Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan)."
أَسْتَغْفِرُ اللهَ (3x)

اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ

Astagh-firullah 3x
Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikrom.

Masih ada beberapa bacaan lain, sebagaimana tercantum dalam hadits shahih lainnya (HR. Muslim), yaitu bacaan tasbih (Subhanallah) sebanyak 33x, tahmid (Alhamdulillah) 33x, dan takbir (Allahu Akbar) 33x.  


سُبْحَانَ اللهِ (33 ×)

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ (33 ×)

اَللهُ أَكْبَرُ (33 ×)

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ


Subhanallah (33x)
Al hamdulillah (33x)
Allahu akbar (33 x)
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.

Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Friday, March 10, 2017

Siapakah Ahlus Sunnah wal Jamaah dan Golongan Salafy?

Siapakah Ahlus Sunnah wal Jamaah dan Golongan Salafy?
Pengertian Ahlus Sunnah wal Jamaah dan Salafy

TANYA: Mohon dijelaskan secara ringkas, siapa Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) dan  Salafy? 

Apakah mereka kelompok tertentu, yang gaya pakaiannya mirip orang-orang Arab itu? Jazakumullah.

JAWAB: Ahlus Sunnah wal Jamaah --biasa disngkat Aswaja-- secara harfiyah artinya orang yang mengikuti tuntunan dan kelompok (pengikut Nabi Saw). Ahlus Sunnah bisa juga berarti orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad Saw. Lawannya adalah Ahlul Bid'ah.

Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, sifat Ahlus Sunnah wal Jamaah antara lain:
  • Beriman kepada Allah dna Rasul-Nya
  • Mengakui (mengimani) semua yang dibawa para nabi dan rasul
  • Mengetahui hak orang salaf yang telah dipilih oleh Allah untuk menyertai Nabi-Nya
  • Mendahulukan Abu Bakar, Umar, dan Utsman serta mengakui hak Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid bin Amr bin Nufail atas para sahabat yang lain --merekalah sembilan orang yang telah bersama-sama Nabi Saw berada di atas Gunung Hira'
  • Shalat berjamaah dan Jumat bersama semua pemimpin --baik yang taat maupun zhalim. (Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru van Hoeve).

Ahlus Sunnah wal Jamaah itu tidak identik dengan kelompok atau madzhab tertentu. Aswaja adalah semua orang Muslim yang memenuhi kualifikasi di atas --sebagaimana dikemukakan Imam Ahmad.

Ketaatan pada Sunnah Rasul tidak hanya dan tidak cukup dengan cara berpakaian, tapi lebih dari itu adalah meneladani akhlak, ibadah, dan mu'amalah Rasulullah Saw.

Pakaian adalah adat atau budaya, bukan bagian dari agama, karena dalam Islam  prinsip berpakaian adalah menutup aurat, bukan harus mirip Arab atau mirip bangsa mana pun.

Pengertian Salafy

Salaf artinya orang-orang terdahulu. Salaf adalah sebutan bagi generasi awal umat Islam, sebutan bagi para sahabat Rasulullah Saw --orang-orang beriman yang dekat dan sezaman dengan beliau-- dan para pengikut mereka (tabi'in) serta generasi sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in).

Generasi salaf adalah generasi terbaik umat Muslim dan memberikan contoh bagaimana Islam dipraktekkan.

Para sahabat digelar “khairu ummah”, sebaik-baik manusia. Mereka paling paham agama dan paling baik amalannya. Sabda Rasulullah Saw: “Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”.

Salaf atau kelompok Salafy adalah mereka berkomitmen di atas Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

Istilah Salafy juga biasa dialamatkan kepada Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh kepada Al-Quran dan As-Sunnah.

Jadi, Kelompok Salafy, pasca generasi awal kaum Muslim itu, tidaklah dibatasi atau ditujukan kepada jamaah organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Jadi, tidak eksklusif atau bukanlah kelompok eksklusif.

“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (QS. At-Taubah: 100).

Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak mengkhususkan ridha dan jaminan surga-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar semata, tetapi juga bagi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Demikian pengertian Ahlus Sunnah wal Jamaah dan Salafy yang sebenarnya. Intinya, mereka adalah kaum Muslim yang berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw dan menjauhi bid'ah atau ajaran lain di luar Islam. Wallahu a'lam bish-shawabi.*

Thursday, February 16, 2017

Apakah Khatib Jumat Harus Jadi Imam Shalat Juga?

Apakah Khatib Jumat Harus Jadi Imam Shalat Juga?
Apakah Khatib Jumat Harus Jadi Imam Shalat Juga?

TANYA: Apakah orang yang menjadi khotib jumat atau penceramah dalam Shalat Jumat, harus juga menjadi Imam Sholat?

JAWAB: Khatib Jumat TIDAK HARUS merangkap Imam Shalat. Tidak ada kewajiban. Namun, sunnah Rasulnya khatib merangkap imam shalat.

Rasulullah Saw menyatakan, siapa yang menjadi imam, dialah yang menjadi khotib. Jika tidak, maka perbuatan tersebut adalah tidak mengikuti Sunnah.

Namun, jika yang menjadi Imam bukan Khotib, sholat Jumat tetap sah, karena khotib harus menjadi imam atau imam harus menjadi khotib tidak termasuk syarat sah shalat Jumat.

Demikian yang kami tahu antara lain dari Kitab Shahihain & Bulughul Maram. Wallahu a’lam bish-Shawabi.*

Friday, February 3, 2017

Perang Mautah Bukti Kekuatan Semangat Jihad Umat Islam

Perang Mautah Bukti Kekuatan Semangat Jihad Umat Islam
Perang Mautah Menjadi Salah Satu Bukti Kekuatan Semangat Jihad Umat Islam.

Rasulullah Saw biasa mengirim surat kepada para raja untuk berdakwah dan bertabligh kepada mereka. Salah satu surat beliau telah dibawa oleh Harits bin Umair ra. yang akan diberikan kepada Raja Bushra.

Ketika sampai di Mautah, maka Syarahbil Ghassani yang ketika itu menjadi salah seorang hakim kaisar telah membunuh utusan Rasulullah SAW. Membunuh utusan, menurut aturan siapa saja, adalah suatu kesalahan besar.

Rasulullah SAW sangat marah atas kejadian itu. Maka Rasulullah SAW menyiapkan pasukan sebanyak tiga ribu orang. Zaid bin Haritsah ra. telah dipilih menjadi peniimpin pasukan tersebut. Rasulullah SAW bersabda, "Jika ia mati syahid dalam peperangan, maka Ja'far bin Abi Thalib ra. menggantinya sebagai pemimpin pasukan. Jika ia juga mati syahid, maka penlimpin pasukan digantikan oleh Abdullah bin Rawahah ra. Jika ia juga mati syahid, maka terserah kaum muslim untuk memilih siapa pemimpinnya".

Seorang Yahudi, ketika mendengar perkataan ini berkata, "Ketiga orang sahabat yang telah ditunjuk sebagai amir tersebut pasti akan mati. Anbiya AS. pun, dahulu telah mengucapkan kata-kata yang demikian". Kemudian Rasulullah SAW memberikan bendera berwarna putih epada Zaid bin Haritsah ra.

Beliau sendiri ikut mengantar rombongan untuk melepas mereka. Di luar kota, ketika orang-orang yang mengantarkan pasukan tersebut akan kembali, maka beliau berdoa untuk para mujahidin ini dengan doa keselamatan, kejayaan, dan agar mereka dijauhkan dari semua perkara yang buruk sampai mereka kembali.

Do'a Rasulullah SAW ini dijawab oleh Abdullah bin Rawahah ra. dengan membaca tiga bait syair yang maksudnya:

Engkau meminta ampunan dari Tuhanmu.
Sedangkan kami menginginkan pedang yang akan memutuskan pembuluh-pembuluh darah atau tombak yang akan menusuk lambung dan hatiku
Jika nanti, orang-orang melewati kuburan kami, mereka akan berkata:
Inilah orang-orang yang telah berjuang untuk Allah. Sungguh, kalian betul-betul telah mendapat petunjuk dan kejayaan


Setelah itu, berangkatlah pasukan tersebut. Syarahbil pun telah mendengar tentang keberangkatan pasukan ini. Dia telah menyiapkan pasukan sebanyak seratus ribu tentara untuk melawan kaum muslimin.

Dalam pada itu, para sahabat r.ahum. juga telah mendengar kabar bahwa Heraclius, raja Romawi, juga telah mengirim seratus ribu tentaranya untuk ikut menyerang kaum muslimin.

Maka dengan jumlah musuh yang demikian banyak tersebut membuat sebagian sahabat ra. menjadi ragu: meneruskan bertempur melawan musuh, ataukah memberitahukan kepada Rasulullah SAW. Abdullah bin Rawahah ra. berkata,

"Hai orang-orang. Apa yang kalian takuti?Untuk apa kalian keluar meninggalkan Romawiah kalian?
Apakah kalian keluar ini bukan untuk mati syahid?
Kami adalah orang-orang yang tidak memperhitungkan kekuatan ataupun banyaknya orang dalam pertempuran.
Kami hanya berperang agar di suatu hari nanti, Allah s.wt. memuliakan kita.
Majulah. Setidaknya salah satu di antara dua kemenangan mesti kita dapatkan. Mati syahid, atau menang dalam pertempuran ini".

Mendengar kata-kata tersebut, semangat kaum muslimin pun bangkit kembali. Mereka terus maju sehingga sampailah pasukan tersebut di Mut'ah dan mulailah pertempuran berlangsung antara mereka dengan pasukan musuh. Dalam permulaan pertempuran, bendera dibawa oleh Zaid bin Haritsah ra. Dengan bendera di tangan, ia telah menyerang ke tengah Pertempuran.

Mulailah berlangsung pertempuran. Ketika itu saudara Syarahbil telah terbunuh sedangkan kawan-kawannya melarikan diri. Syarahbil sendiri telah lari ke sebuah benteng dan bersembunyi di dalamnya. Kemudian Raja Heraclius mengirimkan bala bantuan lagi kurang lebih sebanyak dua ratus ribu orang tentara.

Pertempuran berlangsung dengan begitu dahsyatnya. Akhirnya, Zaid ra. gugur syahid. Maka bendera kaum Muslimin segera diambil oleh Ja'far bin Abi Thalib ra., setelah itu ia memotong kaki kudanya agar tidak berpikiran lagi untuk kembali.

Sambil menyerang musuh, ia membaca beberapa bait syair yang terjemahannya sebagai berikut:

Hai orang-orang, apakah tidak baik surga itu
Dan surga itu sudah dekat
Betapa indahnya ia
Dan betapa sejuknya air surga
Telah dekat masa siksa bagi raja Romawi
Dan saya mempunyai kewajiban untuk membunuhnya

Setelah membaca syair tersebut, dipotonglah kaki kudanya dengan tangannya sendiri. Agar hatinya tidak berpikir untuk kembali. la menghunus pedangnya dan terjun ke tengah pertempuran melawan orang-orang kafir tersebut. Karena ia adalah pimpinan pasukan, maka bendera itu tetap berada di tangannya.

Pada mulanya, bendera tersebut dipegang dengan tangan kanannya. Tetapi salah seorang pasukan kafir telah memenggal tangan kanannya sehingga bendera pun terjatuh. Maka bendera tersebut segera diambil dengan tangan kirinya.

Tetapi, orang kafir itu telah memotong kembali tangan kirinya. Maka ia segera mendekap bendera itu di dada dengan kedua lengannya yang masih tersisa dan digigitnya bendera itu dengan sekuat tenaga. Kemudian, seorang musuh dari arah belakang menebasnya dengan pedang sehingga tubuhnya terpotong menjadi dua. Ia pun roboh ke tanah, dan gugur dalam keadaan syahid. Pada saat itu, Ja'far bin Abi Thalib ra. baru berusia tiga puluh tiga tahun.

Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa setelah Jafar ra. menjadi mayat, ketika mayat tersebut diangkat, di bagian muka tubuhnya terdapat sembilan puluh buah luka. Ketika Ja'far bin Abi Thalib ra. telah mati syahid, maka orang-orang memanggil Abdullah bin Rawahah ra.

Ketika itu, ia sedang berada di sebuah sudut dengan beberapa tentara muslimin, sedang memakan sepotong daging karena sudah tiga hari lamanya mereka tidak makan sesuatu pun. Mendengar suara yang memanggilnya, maka dilemparkanlah sisa daging itu. Ia berkata memarahi dirinya sendiri,

"Hai lihatlah, Ja'far telah syahid, sedangkan kamu masih sibuk dengan keduniaanmu".

Maka ia segera maju menyerang ke depan dan mengambil bendera kaum muslimin. Tetapi, jari tangannya telah terluka berlumuran darah dan terkulai hampir putus. Kemudian jari itu diinjak dengan kakinya sendiri lalu ditarik tangannya sehingga terpotonglah jarinya tersebut. Kemudian, jari yang sudah terputus itu ia lemparkan, kemudian ia maju kembali ke medan pertempuran.

Dalam keadaan susah dan payah seperti ini, ia merasa sedikit ragu di dalam hatinya karena hampir tidak ada semangat dan kekuataan lagi untuk berperang. Tetapi, keraguan tersebut hanya terlintas sebentar saja dalam hatinya. Ia segera berkata pada dirinya sendiri,

"Wahai hati, apa yang masih kamu ragukan, apa yang menyebabkan kamu ragu-ragu? Istrikah? Ia sudah saya talak tiga. Atau hamba sahaya yang kamu miliki? Semuanya telah saya merdekakan. Ataukah kebun? Itu pun telah saya korbankan di jalan Allah".

Setelah itu, ia membaca syair berikut:
Wahai hati, kamu harus turun
Meskipun dengan senang hati, ataupun dengan berat hati
Kamu telah hidup dengan ketenangan beberapa lama.
Berpikirlah, pada hakikatnya, kamu berasal dari setetes air mani
Lihatlah orang-orang kafir telah menyerang orang-orang Islam
Apakah kamu tidak menyukai surga jika kamu tidak mati sekarang suatu saat nanti, akhirnya kamu akan mati juga".

Setelah itu, ia turun dari kudanya. Seorang sepupunya, yaitu anak pamannya, telah memberi sekerat daging kepadanya sambil berkata, "Makanlah ini untuk meluruskan tulang punggungmu." Karena sudah berhari-hari ia tidak makan, maka daging tersebut diterimanya.

Baru saja ia mengambil daging tersebut, terdengarlah suara kekalahan. Akhirnya, dilemparkanlah daging tersebut. Ia segera mengambil pedangnya dan menyerbu ke kancah pertempuran melawan orang-orang kafir. Ia terus bertempur hingga mati syahid.

Demikianlah Perang Mautah telah menjadi salah satu bukti kekuatan semangat Jihad Umat Islam. Ghirah jihad yang bergelora tidak membuat kaum Muslim takut mati. Justru kematian (mati syahid) menjadi cita-cita karena imbalannya surga. Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Sumber: Sirah Nabawiyah & Ensiklopedi Islam.

Tuesday, January 10, 2017

Ciri-Ciri Muslim (Mukmin) Sejati menurut QS Al-Anfal:2-4

Ciri-Ciri Muslim (Mukmin) Sejati menurut Al-Quran Surat Al-Anfal:2-4 

Ciri-Ciri Muslim (Mukmin) Sejati menurut QS Al-Anfal:2-4

ORANG-ORANG yang beriman kepada Allah SWT, yakni kaum mukmin atau kaum Muslim, senantiasa membuktikan dan menunjukkan keimanannya dengan perilaku baik atau amal sholeh.

Banyak ayat Al-Quran yang menyebutkan ciri-ciri orang yang benar-benar beriman, di antaranya QS. Al-Anfal:2-4.

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُہُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡہِمۡ ءَايَـٰتُهُ ۥ زَادَتۡہُمۡ إِيمَـٰنً۬ا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ (٢) ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣)أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقًّ۬ا‌ۚ لَّهُمۡ دَرَجَـٰتٌ عِندَ رَبِّهِمۡ وَمَغۡفِرَةٌ۬ وَرِزۡقٌ۬ ڪَرِيمٌ۬ (٤)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah, maka gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal:2-4).

Ayat tersebut menyebutkan lima ciri mukmin sejati, yakni:
  1. Hatinya bergetar saat mendengar nama Allah SWT
  2. Keimanannya bertambah saat mendengar lantunan atau bacaan ayat Al-Quran
  3. Bertawakal (berserah diri) hanya kepada Allah SWT
  4. Mendirikan shalat
  5. Menafkahkan rezeki di jalan Allah.  
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan makna ayat di atas antara lain sebagai berikut.

Ali Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, orang-orang munafik tidak terpengaruh jika nama Allah SWT disebut. Mereka sama sekali tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, tidak bertawakal, tidak shalat apabila sendirian, dan tidak menunaikan zakat harta bendanya.

Allah menyebutkan, mereka --kaum munafiqin-- bukan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka. Karena itu, maka mereka mengerjakan hal-hal yang difardukan-Nya.

Jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, atau mendengar lantunan ayat Al-Quran, maka bertambah­lah iman mereka. Kepercayaan mereka makin bertambah tebal dan mendalam dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Mukim sejati tidak mengharapkan kepada seorang pun selain-Nya.

Mujahid mengatakan, orang mukmin itu ialah orang yang apabila disebut nama Allah hatinya gemetar karena takut kepada-Nya.

Sufyan As-Sauri mengatakan, ia pernah mendengar As-Saddi mengatakan, sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah maka gemetarlah hati mereka. Yang dimaksud ialah seorang lelaki yang apabila ia hendak berbuat aniaya (dosa) atau hampir berbuat maksiat, lalu dikatakan kepadanya.”Bertakwalah kepada Allah!" Maka gemetarlah hatinya (dan membatalkan perbuatan aniaya atau maksiatnya)

 As-Sauri telah mengatakan pula dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam. dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Darda, pengertian lafaz al-wajal fil qalbi (hati yang gemetar), perumpamaannya sama dengan rasa sakit akibat bisul, tidakkah engkau merasakan denyutan sakitnya? Dikatakan, "Ya." Maka Ummu Darda berkata, ”Apabila engkau merasakan hal tersebut, maka berdoalah kepada Allah saat itu juga, karena sesungguhnya doa dapat melenyapkan hal itu."

Imam Bukhari dan lain-lainnya dari kalangan para imam mengambil kesimpulan dalil dari ayat ini dan ayat-ayat lainnya yang semakna, iman itu dapat bertambah (dan dapat berkurang), serta iman itu dalam hati mempunyai grafik naik turunnya.

Qatadah mengatakan, mendirikan shalat ialah memelihara waktu-waktu penunaiannya, wudhunya, rukuk dan sujudnya.

Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, mendirikan salat artinya memelihara waktu-waktu penunaiannya; menyempurnakan bersuanya, melakukan rukuk dan sujudnya dengan sempurna, membaca Al-Qur'an di dalamnya, serta membaca tasyahhud dan salawat untuk Nabi Saw.

Sifat orang yang beriman lainnya ialah menafkahkan sebagian dari apa yang direzekikan oleh Allah kepada mereka; termasuk ke dalam pengertian ini ialah mengeluarkan zakat dan semua hak hamba-hamba Allah, baik yang wajib maupun yang sunat.

Semua makhluk adalah tanggungan Allah, maka orang yang paling disukai oleh Allah di antara mereka adalah orang yang paling bermanfaat bagi makhluk-Nya.

 Qatadah mengatakan, sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Al-Anfal: 3) Yakni belanjakanlah sebagian dari rezeki Allah yang diberikan kepada kalian karena sesungguhnya harta ini adalah pinjaman dan titipan yang diserahkan kepadamu, hai anak Adam! Dan dalam waktu yang dekat kamu akan berpisah dengannya.

Demikianlah  Ciri-Ciri Muslim (Mukmin) Sejati menurut QS Al-Anfal:2-4. Jika hati bergetar mendengar Asma Allah dan iman bertambah ketika mendengar ayat Quran dibacakan, maka mukmin sejati juga akan membela dan siap berjuang dengan berkorban apa saja demi membela agama Allah dan martabat Al-Quran. Wallahu a'lam bish-showabi.*