Thursday, December 17, 2015

Ujian Allah SWT bagi Orang-Orang Beriman


Ujian Allah SWT bagi Orang-Orang Beriman
Ujian Allah SWT bagi Orang-Orang Beriman: Kebaikan dan Kaburukan; Susah dan Senang.
 
ORANG-ORANG beriman alias kaum mukmin atau kaum Muslim akan mendapatkan ujian dari Allah SWT untuk pembuktian keimanan dan keislamannya.

Berikut ini beberapa ayat Al-Quran yang menegaskan adanya cobaan atau ujian dari Allah SWT bagi kaum Muslim sekaligus bentuk-bentuk ujiannya.

Ujian Keimanan


Dua ayat berikut ini menegaskan adanya ujian bagi kaum mukmin untuk menguji kebenaran atau kesungguhan keimanan:


Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut [29]:2-3).

"Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu, dan akan Kami uji perihal kamu.'' (QS Muhammad [47]: 31).

Ayat berikut ini menegaskan jenis ujian Allah SWT bagi orang-orang beriman itu ada dua, yakni keburukan dan kebaikan:

"Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan. (Qs. Al-Anbiya [21]:35)

Ujian Keburukan

Ujian keburukan atau kesusahan bagi orang beriman antara lain ditegaskan  dalam ayat berikut ini:

Dan sungguh Kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Qs. Al-Baqarah [2]:155).

Ujian Kebaikan

Ujian kebaikan bagi orang beriman antara lain ditegaskan dalam ayat berikut ini:

"Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhan-ku untuk mencobaku apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhan-ku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (Qs. Al-Naml [27]:40).

Jelas, orang beriman akan senantiasa menghadapi "masalah" berupa ujian dari Allah SWT, berupa kebaikan dan keburukan. Ujian itu dalam banyak keterangan disebutkan sebagai penggugur dosa juga sebagai bentuk kasih sayang Allah SWT.

Semoga kita mampu bersabar dalam menghadapi ujian kesulitan dan senantiasa bersyukur dalam menghadapi ujian kesenangan atau kenikmatan. Amin...! (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Tuesday, December 1, 2015

Media Sosial Bisa Membuat Stres & Hilang Pahala Ibadah

Media Sosial
Dampak Buruk Media Sosial: Stress, Hilang Pahala Ibadah (Riya), dan 'Ujub.

MEDIA SOSIAL, termasuk Facebook, Twitter, dan Instagram, bisa membuat seseorang stress dan resah, bahkan mengalami gangguan jiwa.

Dalam perspektif Islam, media sosial bahkan bisa menggugurkan pahala ibadah atau kebaikan, karena status media sosial bisa menimbulkan pamer amal ingin dipuji orang lain (riya'), juga potensial membuat ujub, takabur, atau berbangga diri yang dilarang Islam.

Media sosial memang banyak manfaatnya, namun madoratnya pun 'gak ketulungan. Berikut ini ulasan ringkas tentang bahaya atau dampak buruk media sosial bagi kesehatan jiwa dan ibadah sebagai Muslim.

Bahaya Media Sosial bagi Kesehatan Jiwa

Menurut  seorang psikiatri, Dr Anjali Chhabria, terlalu terlibat dan aktif di media sosial bisa mengundang pikiran yang resah, labil, dan emosi yang tidak seimbang.

“Semakin banyak teman Anda di media sosial, maka rasa penasaran dan kompetisi terhadap kehidupan mereka semakin tinggi,” jelas Dr Chhabria  seperti dikutip Tribunnews.

Dewasa ini banyak pengguna media sosial, terutama Facebooker dan Tweps, bukan lagi untuk komunikasi, tapi untuk memamerkan pencapaian dan kebahagiaan semu di dunia maya.

“Bukan hanya stres, banyak orang tidak menyadari bahwa media sosial juga menyebabkan mereka sulit tidur di malam hari. Tubuh yang kurang tidur rentan stres,” terangnya.

Membaca status atau melihat foto teman di Facebook, juga bisa menimbulkan iri hati, dan merasa orang lain lebih bahagia dan lebih sukses daripada dirinya. Maka, kurangi aktivitas di media sosial!

Bahaya Media Sosial bagi Amal Kebaikan: Riya

Selain bahaya dari sisi kesehatan jiwa, medsos juga membahayakan amal kebaikan, berupa pamer amal kebaikan alias riya yang merupakan salah satu sikap yang dibenci Allah SWT.

Muslim yang melaksanakan ibadah haji dan umroh, banyak yang tergoda untuk selfie, narsis, lalu mengunggahnya di media sosial. Ulama Saudi bahkan mengeluarkan fatwa haram hukumnya selfie bagi jamaah haji/umroh.

Riya’ termasuk penyakit hati, sekaligus penghapus pahala amal kebaikan. Secara harfiyah, riya’ –berasal dari kata raa-a yuraa-u ru’yah yang artinya melihat, memperlihatkan, menampakkan, menunjukkan, terlihat, atau “pamer”, sebagaimana firman Allah SWT: “… dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia.” (QS. Al-Anfal:47).

Secara istilah, riya’ bisa dimaknai sebagai “pamer amal kebaikan”, yakni sengaja menampakkan atau menunjukkan amal solehnya kepada orang lain agar mendapatkan pujian, penghargaan, atau membuat orang lain itu kagum kepadanya.

Para ulama mendefiniskan riya sebagai “sikap menginginkan kedudukan dan posisi di hati manusia dengan memperlihatkan berbagai kebaikan kepada mereka”.

Riya’, dengan demikian, adalah melakukan amal kebaikan atau ibadah dengan niat bukan ikhkas karena Allah, karena ingin pujian, decak kagum, atau ingin dilihat oleh orang lain.

Termasuk ke dalam perbuatan riya’ adalah sum’ah, yakni agar orang lain mendengar apa yang kita lakukan lalu kita pun dipuji bahkan “terkenal” sebagai orang baik.

Seseorang berbuat riya’ atau tidak, hanya dirinya dan Allah SWT yang tahu. Namun, secara lahiriah, ciri riya’ a.l. jika amal baik atau ibadahnya dilakukan di depan orang lain atau disaksikan manusia, ia tampak giat, antusias, atau bersemangat, tapi jika sendirian, maka ia bermalas-malasan, tidak bergairah, bahkan tidak melakukannya sama sekali.

Jadi, ciri utama riya’ adalah ingin mendapat pujian, baik sebelum melakukan kebaikan (riya’ dalam hal niat/motif) maupun setelah melakukannya (tujuan akhir amalnya dipuji orang).

Riya’ menjadikan amal kebaikan menjadi sia-sia, sebagaimana firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia” (QS. Al-Baqarah: 264).

“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya’” (QS. Al-Ma’un:4-6).

Rasulullah Saw menyebutkan riya’ sebagai “syirik kecil” (syirkul ashghar), yakni menyekutukan Allah SWT dalam skala kecil, karena mestinya niat ibadah hanya karena mengharap ridha-Nya, bukan ridha selain-Nya.

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kamu semua adalah syirik kecil (riya`)” (HR Ahmad). Riya’ membuat amal sia-sia sebagaimana syirik. (HR. Ar-Rabii’). Sesungguhnya riya’ adalah syirik kecil. (HR. Ahmad dan Al Hakim).

Riya juga disebut “syirik tersembunyi” karena keberadaannya yang bisa tidak disadari oleh yang berlaku riya. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudriy, ia berkata,”Rasulullah Saw pernah menemui kami dan kami sedang berbincang tentang Al-Masih Dajjal.

Maka beliau Saw bersabda,”Maukah kalian aku beritahu tentang apa yang aku takutkan terhadap kalian daripada Al-Masih Dajjal?’ Kami menjawab, ’Tentu, wahai Rasiulullah.’ Beliau Saw berkata, ’Syirik yang tersembunyi, yaitu orang yang melakukan shalat kemudian membaguskan shalatnya tatkala dilihat oleh orang lain” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).

Selain riya', media sosial juga potensial membuat orang jadi ujub-takabur atau berbangga diri dengan pencapaian atau keberhasilannya dengan memamerkannya di media sosial.

Demikian bahaya media sosial bagi kesehatan jiwa dan nasib amal kebaikan kita. Semoga tidak terjadi pada diri kita. Amin...! *

Monday, November 30, 2015

Hukum Menggambar Makhluk Hidup dalam Islam

Hukum Menggambar Makhluk Hidup
Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa dan Fotografi Menurut Islam.

Tolong beri saya saran atas pekerjaan saya sebagai ilustrator (bagian gambar). Saya masih binggung dengan hadits yang melarang menggambar makhluk hidup, terima kasih.

JAWAB: Menggambar dalam bahasa Arab disebut at-tashwir, yaitu memindahkan bentuk atau rupa sesuatu ke sebuah media (kertas, batu, atau lainnya) dengan cara dilukis, dipahat, atau diambil gambarnya dengan alat tertentu.

Berdasarkan pengertian ini maka memahat, mengukir, membuat patung, melukis dan mengambil foto atau video termasuk dalam kategori menggambar secara istilah (at-tashwir).

Dalam sejumlah hadits shahih Rasulullah Saw mengharamkan at-tashwir karena pada masa Jahiliyah ia merupakan salah satu sebab munculnya paganisme. Kaum Jahiliyah membuat dan menyembah patung (berhala).

"Barangsiapa menggambar satu gambar di dunia, niscaya akan dibebankan kepadanya untuk meniupkan ruh ke gambar tersebut pada hari kiamat, dan dia tidak akan mampu meniupkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

“Sesungguhnya yang menggambar lukisan ini kelak akan diadzab pada hari kiamat dan dikatakan kepadanya: “Hidupkanlah gambar-gambar yang telah engkau ciptakan ini.” (HR. Bukhari).

"Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam. Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa”  (HR. Muslim).

“Manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah orang-orang yang meniru-niru Allah dalam hal mencipta.” (HR Bukhari dan Muslim).

"Semua penggambar akan berada di neraka. Setiap bentuk yang mereka gambar akan diberikan ruh, dan dengan gambar-gambar itulah mereka disiksa di Jahannam.” (HR. Muslim)

Alasan Pengharaman GambarAda dua perkara yang menjadi sebab (illat) diharamkannya gambar bernyawa:
  1. Gambar itu disembah atau dijadikan ajimat sehingga merupakan bentuk syirik.
  2. Gambar itu diagungkan dan dimuliakan, baik dengan dipasang atau digantung, karena mengagungkan gambar merupakan sarana kepada kesyirikan.

Jika kedua illat itu hilang dalam menggambar --hasil gambar bukan untuk disembah atau dimuliakan, melainkan sekadar dokumenrasi, maka sebagian besar ulama membolehkan gambar dan fotografi.

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (1/455) disebutkan, gambar/foto yang tidak menimbulkan fitnah dan syirik dibolehkan. Jika gambar/foto itu menimbulkan syahwat, mengumbar aurat, apalagi disembah, maka hukumnya haram.

"Karena gambar bisa menjadi sarana menuju kesyirikan, seperti pada gambar para pembesar dan orang-orang saleh. Atau bisa juga menjadi sarana terbukanya pintu-pintu fitnah, seperti pada gambar-gambar wanita cantik, pemain film lelaki dan wanita, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang."
Syariat Islam membolehkan (mubah) menggambar ilustrasi berupa pepohonan atau tumbuh-tumbuhan, batu, sungai, gunung, dll.

Syekh Yusuf Qardhawi dalam Halal dan Haram dalam Islam (1993) menyatakan, menggambar pemandangan, misalnya pohon-pohonan, korma, lautan, perahu, gunung, dan sebagainya, maka ini tidak dosa alias boleh.

Yang diharamkan itu menggambar manusia dan hewan (makhluk bernyawa), baik gambar utuh, setengah atau sebagiannya, maupun berupa karikatur.

Para ulama membolehkan proses mendapatkan gambar selain dengan gambar tangan langsung, misalnya fotografi, printing, dan sebagainya.

Menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak sepertu kuda-kudaan (HR. Bukhari, Abu Dawud, Nasai).

Ibnu Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah). Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Wednesday, November 11, 2015

Hukum Hipnosis untuk Pengobatan Menurut Islam

Hukum Hipnosis untuk Pengobatan Menurut Islam
Hukum Hipnosis atau Hipnotis untuk Pengobatan Menurut Islam

TANYA: Saya ingin tahu bagaimana Islam memandang Hipnotisme? Bolehkah kita belajar hipnotisme untuk tujuan pendidikan, kesehatan, pengobatan, dll? Mohon penjelasannya.

JAWAB: Hipnosisme/hipnosis adalah kegiatan memanfaatkan komunikasi ke pikiran bawah sadar manusia dengan sugesti.

Pelaku hipnosis disebut hipnotis (hypnotist). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
  1. Hipnosis adalah keadaan seperti tidur karena sugesti yang pada taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yg memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. 
  2. Hipnotis yaitu membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis.
Hipnosis berasal dari kata “hypnos”, nama dewa tidur orang Yunani Kuno. Kata “hypnosis” pertama kali diperkenalkan seorang dokter Inggris , James Braid (1795 – 1860).

Dalam dunia psikologi dan medis, hipnosis merupakan salah satu teknik untuk kepentingan terapi atau penyembuhan, terutama untuk mengurangi rasa sakit dan cemas.

Hipnosis dikelompokkan ke dalam dua kategori: klasik dan modern:
  1. Hipnosis klasik itu menyelami dan mempengaruhi pikiran orang secara mistis, klenik, dan syirik dalam pandangan Islam, misalnya sesajian, membakar kemenyan, ramu-ramuan tertentu, dan lainnya guna mendatangkan bantuan jin.
  2. Hipnotis modern adalah dengan mengoptimalkan fungsi otak kanan dan kiri.
Menurut para ahli, otak kiri fokus kerjanya masalah logika. Otak kanan berhubungan dengan perasaan dan seni. Biasa dimanfaatkan oleh para hipnoterapi –penyembuhan dengan hipnosis.

Hipnosis Klasik: Haram
Hipnosis klasik jelas haram. Hipnosis modern boleh, selama dalam praktiknya tidak mengandung unsur haram, mistis, atau syirik, termasuk ideologi, perasaan, dan tradisi non-Islam.

Hipnosis klasik termasuk kategori perdukunan. Lembaga Fatwa Saudi, Lajnah Daimah, pernah mengeluarkan fatwa:

"Hipnosis adalah termasuk jenis tenung (sihir) dengan menggunakan jin… Menggunakan hipnosis dan menjadikannya cara untuk mengetahui tempat barang yang dicuri atau barang yang hilang, atau penyembuhan penyakit, atau melakukan pekerjaan tertentu dengan perantaraan orang yang dihipnosis adalah tidak boleh, bahkan termasuk syirik… juga ini termasuk bergantung kepada selain Allah” (Fatawa Al-Lajnah Ad-daimah 1/348).

Jika kira ragu, apakah sebuah hipnoterapi menggunakan jin atau tidak, maka sebaiknya jauhi saja, demi keselamatan akidah dan agama.

Hendaknya kita menggunakan cara-cara yang syar'i atau jelas halal yang tidak meragukan dalam pengobatan. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Thursday, September 17, 2015

Pengertian Al-Kautsar: Nikmat yang Banyak & Sungai di Surga

makna al-kautsar
Al-Kautsar adalah nama telaga Rasulullah Saw di Surga. Al-Kautsar juga bermanka nikmat yang banyak dan ada pula pengertian, makna, atau tafsiran Al-Kautsar lainnya.

DALAM Shahih Muslim disebutkan, Anas r.a. berkata, "Suatu saat Rasulullah Saw di sisi kami dan saat itu beliau dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak). Lantas beliau mengangkat kepala dan tersenyum. Kami pun bertanya, “Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?”

Rasulullah Saw menjawab: “Baru saja turun kepadaku suatu surat.” Lalu beliau membaca (QS. Al Kautsar: 1-3): "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.Maka dirikanlah solat kerana Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang yg membercimu itu terputus (dari rahmat Allah)".

Kemudian beliau berkata, “Tahukah kalian apa itu Al Kautsar?” “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”, jawab kami. Rasulullah Saw bersabda:

“Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku ‘azza wa jalla. Sungai tersebut memiliki kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang nanti akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat nanti. Bejana (gelas) di telaga tersebut sejumlah bintang di langit. Namun ada dari sebgaian hamba yang tidak bisa minum dari telaga tersebut. Allah berfirman: Tidakkah engkau tahu bahwa mereka telah berbuat bid’ah sesudahmu.” (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i).

Ragam Makna Al-Kautsar
Dalam sebuah Hadis lagi yang dirawikan oleh Muslim dan shahihnya, diterimanya dengan sanadnya daripada Anas bin Malik: “Al-Kautsar nama sebuah sungai sebelum menjelang ke syurga, di sanalah ummat Muhammad akan minum bersama Nabi seketika akan meneruskan perjalanan ke dalam Surga.”
  • Ikrimah menafsirkan Al-Kautsar ialah Nubuwwat.
  • Al-Hasan mengatakan: “Al-Qur’an.”
  • Al-Mughirah mengatakan: “Al-Islam.”
  • Husin bin Fadhal mengatakan: “Kemudahan syariat.”
  • Abu Bakar bin ‘Iyyasy dan Yaman bin Ri-ab mengatakan: “Banyak sahabat, banyak ummat, dan banyak pengikut.”
  • Al-Mawardi: “Tersebut namanya di mana-mana.”
  • Dan kata Al-Mawardi juga: “Cahaya bersinar dari dalam hatimu, menunjuk jalan menuju Aku dan memutuskan jalan yang selain Aku.”
  • Ibnu Kisan mentafsirkan: “Kasih-sayangmu kepada orang lain.”
  • Al-Mawardi pula mengatakan: “Al-Kautsar ialah syafa’at yang dianugerahkan kepada engkau untuk melindungi ummatmu di akhirat.”
  • Menurut Ats-Tsa’labi: “Suatu mu’jizat dari Tuhan, sehingga doa ummatmu yang shalih dikabulkan Tuhan jua.”
  • Menurut Hilal bin Yasaf: “Al-Kautsar ialah dua kalimat syahadat: La Ilaha Illallah, Muhammadur Rasulullah.”
Banyak lagi [tafsiran mengenai pengertian al-kautsar] yang lain, sehingga ada yang mengatakan bahwa dapat memahamkan agama sampai mendalam, pun adalah Al-Kautsar. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa sembahyang lima waktu pun adalah Al-Kautsar. (Sumber: Tafsir Al-Azhar & Tafsir Ibnu Katsir).*

Wednesday, August 26, 2015

Tips Sholat Khusyu’

Tips Sholat Khusyu’
Kunci utama shalat khyusu' adalah kita mengerti atau memahami yang kita ucapkan selama shalat. Maka, mari pahami bacaan shalat, mulai takbir hingga salam.

SHALAT Khusyu' adalah sholat yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh, fokus, dan menyadari sepenuhnya bahwa saat shalat kita sedang berhadapan dengan Allah SWT.


Khusyu' itu pekerjaan hati. Ali bin Abi Thalib ra meriwayatkan, Rasululullah Saw bersabda: "Khusyu' itu berada dalam hati" (HR. Hakim). Berikut ini sebagian kiat menggapai sholat khusyu:

PAHAMI BACAAN SHOLAT
Ini kunci sholat khusyu’. Anda akan benar-benar merasakan ’kehadiran’ Allah Swt jika memahami semua bacaan sholat, mulai takbir hingga salam.

Kita akan sadar betul, seluruh keperluan hidup kita sudah kita panjatkan pemenuhannya kepada Allah saat sholat, mulai ampunan hingga berkah, mulai hidayah hingga rezeki. Jika kita tidak memahami bacaan sholat, kita ’mengigau’ atau seperti burung beo, berkata tapi tidak mengerti perkataan sendiri.

Memahami bacaan sholat sangat membantu untuk menghindarkan lintasan-lintasan pikiran yang mengintervensi shalat kita.

FOKUS : MENGHADAP ALLAH SWT
Konsentrasikan hati dan pikiran hanya pada sholat. Bahkan jika hidangan makan sudah tersedia, makanlah dulu, baru sholat. "Apabila hidangan makan malam telah disiapkan, maka mulailah menyantap makanan itu sebelum Anda Shalat Maghrib" (HR. Bukhari dan Muslim).

Ingat, ketika kita sholat, kita sedang berhadapan dan ”berdialog” dengan Allah Swt.

Hasan bin Ali bin Abi Thalib terlihat pucat pasi saat berwudhu. Ketika ditanya penyebabnya, dia menjawab, “Tahukah Anda, dengan siapa aku akan berhadapan sesaat lagi?”

Pemutuskan hubungan dengan seluruh urusan yang sedang dihadapi, perbaharui ingatan akan hari akhirat, dan bayangkan bahwa kita sedang berdiri di hadapan Allah Yang Maha Agung.

JANGAN MENOLEH
Dari Aisyah ra berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah Saw tentang menoleh dalam shalat". Kemudian Rasul Saw menjawab:

"Menoleh itu adalah suatu keteledoran seseorang akibat ulah syetan dalam salat seorang hamba" (HR. Bukhari).

Menurut Jumhur Ulama', menoleh itu dimakruhkan, karena bisa mengurangi khusyu' shalat. Namun, jika menolehnya itu sampai memalingkan dadanya atau seluruh lehernya dari kiblat, maka hal itu bukan lagi makruh, melainkan bisa membatalkan shalat.

"Allah SWT selalu menghadap kepada seorang hamba dalam shalatnya, selama dia tidak menoleh, jika dia memalingkan wajahnya, maka Allah pun 'pergi'" (HR. Abu Dawud dan an-Nasa'i).

ANGGAP SHALAT TERAKHIR
Anggap saja setiap shalat kita adalah shalat yang terakhir, setelah itu kita akan mati. Jika proses ini berhasil kita lakukan, kita akan merasakan betapa tidak ada lagi kesempatan untuk sholat khusyu’.

Sholat terakhir adalah persembahan terakhir seorang hamba dalam melaksanakan perintah Allah Swt.

JANGAN GERAKKAN ANGGOTA TUBUH
Selama sholat, jangan menggerak-gerakan anggota badan di luar shalat, kecuali dalam keadaan sangat mendesak (darurat), misalnya membunuh binatang yang berbahaya atau mematikan api yang dikhawatirkan menyebabkan kebakaran.

Dari Abu Dzar ra., Rasulullah Saw bersabda, “Jika salah seorang di antara kamu berdiri shalat, maka janganlah menghapus pasir dari wajahnya karena ia sedang menghadapi rahmat.” (HR. Imam yang lima).

JAUHKAN GAMBAR
Jauhkan benda-benda yang bisa mengganggu konsentrasi, seperti gambar atau tulisan. Rasulullah Saw bersabda, “Jauhkanlah tirai ini karena gambarnya menggangguku ketika aku shalat.” (HR. Bukhari).

Kita pun harus mengenakan pakaian yang tidak bergambar atau berisi tulisan di bagian belakang (punggung), karena dapat mengganggu konsentrasi orang yang sholat di belakang kita.

BERPENGARUH
Tanda utama sholat khusyu adalah berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, mulai selalu mengagungkan asma Allah (hikmah takbir) hingga menebar keselamatan kepada sesama, tidak mengganggu mereka dengan lidah dan dangan (hikmah salam).  Sholat merupakan pencegah perbuatan keji dan munkar.

Demikian tips sholat khusyu' berdasarkan hadits. Semoga kita bisa melaksanakan sholat dengan khusyu' sehingga amal kita diterima di sisi-Nya. Amin...! Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Wednesday, August 12, 2015

Jika Ditanya Apa Kabar, Jawablah Disertai Hamdalah

Hamdalah --Alhamdulillahi
Hakikat Hamdalah --Alhamdulillahi Robbil 'Alamin-- Bukan Sekadar Ungkapan Syukur. Ditanya "apa kabar", jawablah "baik, alhamdulillah..."
 
HAMDALAH --kalimat thayibah berupa ucapan alhamdu lillahi robbil'alamin atau al-hamdu lillah yang berarti "segala puji hanya untuk Allah"-- merupakan ungkapan rasa syukur atau rasa terima kasih seorang Muslim atas  atas karunia dan nikmat Allah SWT.

Karenanya, jika ada yang bertanya, apa kabar? Maka jawablah: baik, alhamdulillah. Selalu sertakan hamdalah! (Baca: Menjawab Pertanyaan Apa Kabar Menurut Islam)

Mengucapkan hamdalah merupakan ungkapan rasa syukur secara lisan, disertai ketulusan hati dan kesadaran bahwa semua nikmat yang diterima hakikatnya dari Allah SWT.

Kalimat lengkap hamdalah adalah Alhamdu lillahi robbil ‘alamin (QS. Al-Fatihah:2), artinya “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.”

Makna Alhamdu adalah pujian kepada Allah karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya, juga karena perbuatan-perbuatan-Nya yang tidak pernah lepas dari sifat memberikan karunia atau menegakkan keadilan.

Perbuatan Allah senantiasa mengandung hikmah yang sempurna. Pujian yang diberikan oleh seorang hamba akan makin bertambah sempurna bila diiringi dengan rasa cinta dan ketundukkan kepada-Nya.

Allah SWT dipuji atas keindahan nam-nama-Nya dan kebaikan perbuatan-Nya (QS. 14:39, 27:15,93).

Menurut Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dalam Tafsir Al-Fatihah, alhamdu ialah “pujian secara lisan atas besarnya kebaikan yang dikehendaki-Nya”. Alhamdu itu lebih umum dari syukur karena mencakup kebaikan dan perbuatan baik-Nya. Allah terpuji atas nama-nama-Nya yang baik, Asmaul husnam, serta yang Allah ciptakan di awal dan di akhir.

Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak” (Al-Israa:111). “Segala puji bagi Allah Yang menciptakan langit dan bumi” (Al-An’am:1).

Alif lam pada ucapan Al-Hamdu memberi makna penggabungan, yaitu segenap pujian kepada Allah semata dan tidak untuk selain-Nya. Maka setiap ucapan yang tidak dimaksudkan untuk makhluk, seperti penciptaan manusia, penciptaan pendengaran dan mata, langit dan bumi, rezeki, dan lainnya maka sudah jelas.

Pujian kepada makhluk hakikatnya pujian untuk Allah jua, selama disertai kesadaran semua makhluk adalah ciptaan-Nya. 

Itulah sebabnya, hamdalah diakhiri dengan Rabbil ‘alamin, artinya adalah "raja yang Maha Mengatur", raja segala sesuatu, dan Dia pula yang mengurus mereka.

“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?"” (QS. Yunus:31). Wallahu a’lam bish-shawab.*

Monday, August 10, 2015

Bersentuhan dengan Istri, Batal Wudhu?

wudhu
Bagaimana kalau kita sudah berwudhu' (wudu'/wudlu') atau bersuci dari hadats kecil, lalu bersentuhan dengan istri sendiri, apakah batal wudhunya?


JAWAB: Para ulama berbeda pendapat tentang masalah hukum bersentuhan kulit antara lelaki dengan wanita ajnabi (asing) --termasuk istrinya-  termasuk di antara pembatal wudhu atau bukan.

Ringkasnya, ada tiga pendapat:
1. Batal.
2. Tidak Batal.
3. Batal jika disertai syahwat.

Sumber perbedaan pendapat (khilafiyah) ini dikarenakan perbedaan penafsiran di kalangan ulama terhadap ayat yang berbunyi :  

أَوْ لاَمَسْتُم النِّسَآءَ 

“Atau kalian menyentuh wanita” (QS. An-Nisa:43), tepatnya makna lafadz ‘al-lams’ (menyentuh).

1. Tidak Membatalkan Wudhu
Ulama yang menyatakan bersentuhan dengan istri (wanita) tidak membatalkan wudhu', menafsirkan lafadz “menyentuh wanita” (laa mastumun nisaa) dalam ayat tersebut adalah bahasa majasi (kiasan), yakni berarti jima’ (berhubungan badan).

Menurut mereka, yang membatalkan wudhu itu jika berhubungan badan. Kalau sekadar bersentuhan kulit, tidak membatalkan wudhu.

Istri Nabi Saw, Aisyah r.a., berkata, “Ketika Rasulullah Saw hendak menunaikan shalat, saya pernah duduk dihadapannya seperti jenazah, hingga apabila beliau hendak witir beliau menyentuh saya dengan kakinya.” (QS. An-Nasa-i).

“Pada suatu malam, saya (Aisyah) mendapati Rasulullah Saw tidak ada di tempat tidur. Lalu saya mencarinya dan saya memegang telapak kakinya dengan tangan saya pada waktu beliau berada di dalam masjid” (HR. Muslim).

Masih dari ‘Aisyah, beliau mengatakan, Nabi Saw pernah mencium sebagian istrinya, lalu ia pergi shalat dan tidak berwudhu. Seorang perawi (‘Urwah) berkata pada ‘Aisyah, “Bukankah yang dicium itu engkau?” Setelah itu ‘Aisyah pun tertawa. (HR. Imam Ath Thobari).

"Tidak ada seorang pun dari kalangan sahabat Nabi Saw yang berwudhu lagi hanya karena sekadar menyentuh istrinya" (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah).

2. Membatalkan Wudhu
Ulama yang berpendapat, bahwa menyentuh wanita --termasuk istri sendiri-- itu membatalkan wudhu’, menafsirkan kata “menyentuh” pada ayat di atas dengan makna dzahir-nya (tekstual), yakni menyentuh atau bersentuhan kulit dengan wanita/istri.

3. Batal Jika Disertai Syahwat
Batal wudhunya apabila menyentuh wanita dengan syahwat, dan tidak batal apabila tidak dengan syahwat.

Menurut Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, “Memang asal menyentuh tidak membatalkan wudhu, tetapi menyentuh dengan syahwat menyebabkan keluarnya air madhi dan mani, maka hukumnya membatalkan”.

Demikianlah bahasan ringkas seputar hukum apakah bersentuhan kulit dengan istri atau wanita membatalkan wudhu atau tidak. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Saturday, August 1, 2015

Hukum Tahlilan Menurut Islam

tahlil laailaaha illallah
Hukum Tahlilan Menurut Islam masih terus jadi perdebatan dikarenakan sangat kuatnya tradisi "selamatan kematian" di masyarakat. 

TAHLIL
adalah lafadz atau mengucapkan kalimat tauhid Laa ilaaha illallaah yang artinya "tidak ada Tuhan selain Allah".

Tahlilan adalah sebutan Indonesia bagi acara membaca tahlil secara berjamaah atau bersama-sama, bisanya untuk "memperingati kematian" atau "selamatan" dengan  berkumpul-kumpul di rumah duka (Wikipedia).

Kata tahlil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata: hallala, yuhallilu, tahlilan, yang berarti mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah.

Tahlilan dalam arti dzikir bersama dengan mengucapkan tahlil tersebut sudah ada di masa Rasulullah Saw.

"Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan tahlil itu adalah sedekah, setiap bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar maruf nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari sholat Dhuha." (HR. Muslim).

"Dari Abu Sa'id al-Khudriy radliallahu 'anhu, Mu'awiyah berkata: Sesungguhnya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam pernah keluar menuju halaqah (perkumpulan) para sahabatnya, beliau bertanya: "Kenapa kalian duduk di sini?". Mereka menjawab: "Kami duduk untuk berdzikir kepada Allah dan memuji-Nya sebagaimana Islam mengajarkan kami, dan atas anugerah Allah dengan Islam untuk kami". Nabi bertanya kemudian: "Demi Allah, kalian tidak duduk kecuali hanya untuk ini?". Jawab mereka: "Demi Allah, kami tidak duduk kecuali hanya untuk ini". Nabi bersabda: "Sesungguhnya aku tidak mempunyai prasangka buruk terhadap kalian, tetapi malaikat Jibril datang kepadaku dan memberi kabar bahwasanya Allah 'Azza wa Jalla membanggakan tindakan kalian kepada para malaikat". (HR. Ahmad, Muslim, At-Tirmidziy dan An-Nasa'iy).

"Dari Al-Agharr Abu Muslim, sesungguhnya ia berkata: Aku bersaksi bahwasanya Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudzriy bersaksi, bahwa sesungguhnya Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak duduk suatu kaum dengan berdzikir bersama-sama kepada Allah 'Azza wa Jalla, kecuali para malaikat mengerumuni mereka, rahmat Allah mengalir memenuhi mereka, ketenteraman diturunkan kepada mereka, dan Allah menyebut mereka dalam golongan orang yang ada disisiNya". (HR. Muslim).

Ketiga hadits shahih di atas menunjukkan adanya aktivitas tahlilan atau dzikir bersama dengan kalimah laa ilaaha illallaah dalam sejarah Islam (sejak masa Nabi Muhammad Saw).

Namun, hadits-hadits tersebut tidak menyebutkan aktivitas tahlilan para sahabat itu dilakukan pada waktu tertentu atau untuk "memperingati kematian" sebagaimana dilakukan kalangan Muslim Indonesia.

Ajaran Islam tidak mengenal "peringatan kematian". Memperingati kematian dengan tahlilan tidak diajarkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat.

Adakah hadits atau catatan sejarah yang menunjukkan Nabi Saw mengadakan "tahilan" di rumah beliau ketika Siti Khadijah dan putra-putra beliau meninggal dunia? Adakah riwayat bahwa ketika da sahabat meninggal lalu ada acara tahlilan di rumah duka?

Tradisi peringatan kematian "hari kesekian dan kesekian" adalah tradisi sebelum kedatangan Islam.  

"...latar belakang tahlil itu memang awalnya merupakan budaya masyarakat Indonesia yang beragama non-Islam sebelum Islam masuk ke Nusantara ini. Namun karena di satu sisi nabi Muhammad Saw. khususnya Islam sendiri yang memiliki sifat menghargai (toleran), maka ekspansi Islam tidak dengan cara merusak dan meniadakan apa yang telah menjadi tradisi masyarakat non-Islam sebelumnya" (NU Online).

Islam melarang umatnya meratapi kematian. Sedangkan kumpul di rumah duka untuk tahlilan dinilai sebagai meratapi yang meninggal dunia.

عَنْ جَرِيْربْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ : كُنَّا نَرَى (وفِى رِوَايَةٍ : كُنَا نَعُدُّ) اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ (بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ الْنِّيَاحَةِ 

"Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : " Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap". (Diriwayatkan Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu' Syarah Muhadzdzab telah menjelaskan tentang bid'ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -Syaamil dan lain-lain ulama dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Hal ini pun ditegaskan di kitab beliau “Raudlotuth Tholibin (2/145).

Yang dinyatakan sunah bukan tahlilan di mana tuan rumah menyediakan makanan untuk yang tahlil, tapi para tetanggalah yang memberikan makanan kepada keluarga yang tengah berduka.

"Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far ! Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka (yakni musibah kematian)." [Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi'i (I/317), Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)]

Berkata Imam Syafi’iy : “Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan sanak familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan malam harinya yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, karena sesungguhnya yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi)....“ [Al-Um I/317].

Biasanya, ketika hukum tahlil menurut Islam ini dijelaskan, maka para pelaku tahilan akan menyatakan ini "aliran wahabi/salafi" atau apalah. Mereka "balik menyerang" disertai amarah. Na'udzubillah min dzalik.

Demikian hukum tahlilan menurut Islam berdasarkan hadits dan ijtihad para ulama. Semoga kita tercerahkan. Amin...! (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

"Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui" (QS. Al Baqarah : 42)

Referensi: Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat Madzhab dan Hukum Membaca Al-Qur’an Untuk Mayit Bersama Imam Syafi’iy, Abdul Hakim bin Amir Abdat (Abu Unaisah), Penerbit Tasjilat Al-Ikhlas, Cetakan Pertama 1422/2001M.

Wednesday, July 29, 2015

Hukum Laki-Laki Memakai Cincin Batu Akik

cincin baku akik
Pria dibolehkan memakai batu cincin batu akik selama memenuhi persyaratan tertentu.


TANYA: Apa hukumnya pria mengenakan cincin batu akik?

JAWAB:
Laki-laki boleh memakai cincin batu akik, dengan syarat bukan untuk syuhrah (bermegah-megahan dan takabur), tidak berlapiskan emas, tidak meyakini cintin itu punya kekuatan, jimat atau azimat (baca: Hukum Menyimpan Azimat), serta tidak dikenakan di jari tengah ataupun jari telunjuk (makruh).

Dalam Shahihain disebutkan Nabi Muhammad Saw mengenakan cincin perak dengan mata cintin dari baku akik.

Rasulullah Saw pada suatu kesempatan memakai cincin yang matanya dari perak dan pada waktu lain memakain cincin yang matanya dari batu Habasyi. Sedang dalam riwayat lain dari akik.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al- Minhaj Syarh Shahih Muslim).

Menurut Imam Syafi’i hukum memakai batu mulia atau batu akik seperti batu yaqut, zamrud, dan lainnya adalah mubah sepanjang tidak untuk berlebih-lebihan dan menyombongkan diri (Muhammad Idris asy-Syafi’i, al-Umm).

Larangan Memakai Cincin di Jari Tengah dan Telunjuk
Ali bin Abi Thalib ra berkata, "Rasulullah Saw pernah berkata kepadaku, "Wahai Ali, mintalah hidayah dan jalan yang yang lurus kepada Allah. Beliau juga bersabda agar aku jangan memakai cincin di jari ini dan ini.' Lalu Ali mensyaratkan jari telunjuk dan tengahnya" (Shahih, HR Ibnu Majah).

Siti Aisyah, isteri Rasulullah Saw, meriwayatkan, Rasulullah melarang umatnya memakai cincin pada jari tengah karena hal itu menyerupai kaum Nabi Luth a.s. Kita tahu, kaum Nabi Luth mempraktikkan perilaku seks menyimpang. Masa kini, jari tengah juga simbol cabul, jorok, yang mengarah pada pornoisme. Wallahu a'lam bish-shawabi.*

Monday, July 27, 2015

Haruskah Baca Surat Al-Quran Pendek Tiap Rakaat Shalat?

Al-Quran
Haruskah Baca Surat Al-Quran Pendek Tiap Rakaat Shalat?

TANYA: Mau tanya kalau dalam shalat, membaca Al-Quran surat pendek itu di tiap raka'at atau cuma rakaat pertama dan kedua saja?

JAWAB: Mayoritas ulama berpendapat, membaca ayat Al-Quran atau surat setelah membaca Al-Fatihah, merupakan sunat dalam sholat, terutama pada rakaat pertama dan kedua. Jadi, boleh baca boleh juga tidak.

Demikian juga dengan membaca surat pada rakaat ketiga dan keempat –disunahkan (M. Hasbie Ashidiqie dalam buku Buku Pedoman Sholat).

Artinya, disunahkan membaca surat pendek atau ayat Quran lain setelah QS Fatihah pada tiap rakaat shalat, seperti biasa dipraktikkan dalam shalat tarawih bulan Ramadhan.

Menurut, Sayyid Sabiq (Fiqhus Sunnah), yang wajib adalah membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat.

Di samping itu, disunnahkan pula membaca ayat Al-Qur’an sesudah Al-Fatihah pada rakaat kesatu dan kedua saja.

Kesimpulan
Membaca Surat Pendek Tiap Rakaat Shalat itu Tidak Harus (Tidak Wajib).  Membaca surat pendek itu hukumnya sunah dan boleh dibaca tiap rakaat atau pun rakaat pertama dan kedua saja. Wallahu a’lam bis-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Hukum Bisnis Valas dan Perdagangan Berjangka

Bisnis Valas dan Perdagangan Berjangka
Bisnis Saham Valas, Forex, dan Perdagangan Berjangka dalam Perspektif Hukum Islam.

TANYA: Apa hukumnya perdagangan berjangka, seperti perdagangan valuta asing (valas), saham, dan emas dalam bentuk kontrak berjangka? Apakah dalam zaman Rasulullah Saw perdagangan seperti itu ada? Terus uang yang dihasilkan dari perdagangan berjangka seperti apa hukumnya?

 JAWAB: Semua perdagangan, usaha, atau jenis bisnis itu halal, kecuali yang mengadung:
  1. Riba (bunga)
  2. Gharar (ketidakjelasan, manipulasi,penipuan, tidak pasti)
  3. Maysir (perjudian, gambling, spekulatif). 
Jadi, secara umum, jika perdagangan berjangka itu memenuhi salah satu atau ketiga unsur tersebut, termasuk dilarang (haram). Uang hasil bisnis yang dilarang tentu saja hukumnya pun haram.

Gharar adalah ketidakpastian tentang apakah barang yang diperjualbelikan itu dapat diserahkan atau tidak. Misalnya, seseorang menjual unta yang hilang atau menjual barang milik orang lain, padahal tidak diberi kewenangan oleh yang bersangkutan.

Dalam perspektif hukum Islam, perdagangan berjangka termasuk almasa’il almu’ashirah (masalah-masalah hukum Islam kontemporer). Karena itu, status hukumnya dapat dikategorikan kepada masalah ijtihadiyah dan potensial memunculkan ikhtilaf (perbedaan pendapat). Untuk amannya, hindari hal-hal yang khilafiyah.

Perdagangan valuta asing dapat dianalogikan dan dikategorikan dengan pertukaran antara emas dan perak (sharf) yang disepakati para ulama tentang keabsahannya. Jadi, bisnis valas mubah (boleh) alias halal.

Emas dan perak sebagai mata uang tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya, misalnya Rupiah kepada Rupiah (IDR) atau US Dolar (USD) kepada Dolar, kecuali sama jumlahnya (contohnya; pecahan kecil ditukarkan pecahan besar asalkan jumlah nominalnya sama).  (Selengkapnya: Hukum Jual Beli Saham & Valas / Forex)


Hukum Jual Beli Saham
Hukum perdagangan saham secara detail dibahas Islamic Fiqih Academy (Majma’ Al-Fiqih Al-Islami), sebuah lembaga pengkajian fikih di bawah Rabithah Al-Alam Al-Islami, sebagaimana dikutip laman Pengusaha Muslim.

Pertama:
Target utama pasar modal/bursa saham adalah menciptakan pasar tetap dan simultan, yang mewujudkan bargaining (tawar-menawar) dan demands (permintaan), serta pertemuan antara para pedagang dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal yang baik dan bermanfaat, dapat mencegah para pengusaha yang mengambil kesempatan orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa yang mau membeli atau menjual sesuatu kepada mereka.

Akan tetapi, kemaslahatan yang jelas ini, dalam dunia bursa saham tersebut, terselimuti oleh berbagai macam transaksi yang amat berbahaya menurut syariat: perjudian, memanfaatkan ketidaktahuan orang, dan memakan uang orang dengan cara haram. Oleh sebab itu, tidak mungkin ditetapkan hukum umum untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun, yang harus dijelaskan adalah segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya, secara satu per satu secara terpisah.

Kedua: Bahwa transaksi instan terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan–bila dipersyaratkan bahwa harus ada serah terima langsung pada saat transaksi menurut syariat–adalah transaksi yang diperbolehkan, selama transaksi itu bukan terhadap barang yang haram menurut syariat pula. Namun, jika barangnya tidak berada dalam kepemilikan penjual, maka syarat-syarat “jual beli as-salam” harus dipenuhi. Setelah itu, barulah pembeli boleh menjual barang tersebut, meskipun barang tersebut belum dia terima.

Ketiga:
Sesungguhnya, terkait dengan transaksi instan terhadap saham-saham perusahaan dan badan usaha, jika saham-saham itu memang berada dalam kepemilikan penjual maka transaksi semacam itu boleh-boleh saja menurut syariat, selama dasar usaha perusahaan atau badan usaha tersebut tidak haram. Bila dasar usahanya haram, seperti: bank ribawi, perusahaan minuman keras, dan sejenisnya, maka transaksi jual beli saham tersebut menjadi haram.

Keempat: Bahwa transaksi instan maupun berjangka terhadap surat piutang dengan sistem bunga, yang memiliki berbagai macam bentuk, tidaklah diperbolehkan menurut syariat, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan.

Kelima:
Bahwa transaksi berjangka–dengan segala bentuknya–terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan barang-barang yang tidak berada dalam kepemilikan penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah diperbolehkan menurut syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki. Dengan dasar bahwa ia (penjual, ed.) baru akan membelinya dan menyerahkannya kemudian hari pada saat transaksi. Cara ini dilarang oleh syariat, berdasarkan hadis sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.” Demikian juga, diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang sahih dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menjual barang yang dibeli sebelum pedagang mengangkutnya ke atas punggung kuda mereka (diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, V:191; Abu Daud, no. 3493).

Keenam:
Transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah “jual beli as-salam” yang diperbolehkan dalam syariat Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal:

1. Dalam bursa saham, harga barang tidak dibayar langsung saat transaksi, namun ditangguhkan pembayarannya sampai penutupan pasar bursa. Sementara, dalam “jual beli as-salam”, harga barang harus dibayar terlebih dahulu dalam transaksi.

2. Dalam pasar bursa, barang transaksi dijual dalam beberapa kali penjualan, saat barang berada dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya, tidak lain hanyalah tetap memegang barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepada para pembeli dan pedagang lain, bukan secara sungguhan; secara spekulatif melihat untung-ruginya, persis seperti perjudian. Padahal, dalam “jual beli as-salam”, pelaku transaksi tidak diperbolehkan untuk menjual barang sebelum barang tersebut diterimanya. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Wednesday, July 22, 2015

Waktu Puasa Syawal, Harus Berturut-Turut Enam Hari?

puasa syawal
Apakah Puasa Sunah Bulan Syawal Harus Berturut-Turut Enam Hari?

TANYA: Assalamu'alaikum.... Apakah puasa sunah Syawal harus dikerjakan berturut-turut, tanggal 2 sampai 7 Syawal?

JAWAB: Wa'alaikum salam wr. wb. Tidak harus. Namun, Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan, para ulama madzhab Syafi’i mengatakan, paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Jika puasa sunah Syawal tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal, maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal.

Tidak ada dalil yang mengharuskan puasa sunah Syawal dilakukan berturut-turut. Pokoknya, puasa sunah di bulan Syawal selama enam kali (enam hari).

Dari keterangan Imam Nawawi di atas, maka dapat disimpulkan, puasa sunah bulan Syawal boleh dilakukan di pertengahan atau di akhir bulan Syawwal.

Sebagian ulama memperbolehkan tidak harus berturut-turut enam hari, namun pahalanya sama dengan yang melaksanakannya secara langsung setelah Hari Raya.

"Barang siapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, berarti dia telah berpuasa satu tahun." (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud). Dan masih hadits yang sama dengan perawi lain. (HR. Ibn Majah).

Harap diperhatikan juga, jumhur ulama menyatakan, jika punya utang puasa Ramadhan yang harus diqodho, maka lakukan dulu puasa qodho, karena itu puasa wajib, baru lakukan puasa sunah Syawal alias "nyawalan". Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com/).*

Wednesday, July 15, 2015

Hukum Malam Takbiran - Takbir Menjelang Idul Fitri

takbir allahu akbar
TANYA: Apa Hukumnya "Malam Takbiran", yaitu Takbir bersama-sama di masjid pada malam menjelang Idul Fitri juga Idul Adha? Apakah ada contohnya (sunah) dari Rasulullah Saw atau para sahabat?

JAWAB:
Takbir adalah kalimah thayibah "Allahu Akbar" (اَللّهُ اَكْبَرُ ) yang artinya "Allah Mahabesar" atau "Allah Mahaagung".


"Malam Takbiran" adalah masalah khilafiyah. Ada beda pendapat di kalangan ulama antara boleh dan tidak boleh.

Malam takbiran merupakan "tradisi" kaum Muslim (khususnya umat Islam Indonesia) dengan niat untuk syi'ar Islam (dakwah).

Namun, An-Nawawi as-Syafi'i dalam Al Majmu 5/48 mengatakan: “Pendapat mayoritas ulama adalah tidak ada takbiran saat malam Ied, takbiran hanya dilakukan saat berangkat menuju tempat shalat Id”.

Contoh dari Nabi Saw, "takbiran" atau mengumandangkan gema takbir dilakukan dalam perjalanan menuju tempat shalat Id, bukan malam hari sebelum hari lebaran.


Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw keluar rumah menuju lapangan, kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sahalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 5621).
 
Takbir Akhir Ramadhan: Perintah Allah SWT
Yang pasti, mengagungkan Asma Allah (takbir) usai Ramadhan diperintahkan dalam Al-Quran:

"Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa) dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Ayat ini menjelaskan, ketika orang sudah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadlan maka disyariatkan untuk mengagungkan Allah SWT dengan bertakbir. 
 
Atas dasar ayat tersebut sebagian ulama membolehkan takbiran di masjid atau mushola yang kita kenal dengan nama "malam takbiran".

Dalam tafsir Al-Jami` Li Ahkamil Quran karya Al-Qurthubi jilid 2 halaman 302 disebutkan bahwa ayat ini telah menjadi dasar masyru`iyah atas ibadah takbir di malam `Id, terutama `Idul Fithri.
Dalam Fiqhul-Islam wa Adillatuh karya Prof. DR. Wahbah Zuhayli ditegaskan: "Jumhur ulama berpendapat: disunnahkan bahkan bertakbir dengan nyaring di mana pun, di rumah, di pasar, di jalan-jalan, di masjid ketika menjelang dilaksanakannya salat id." Wallahu a'lam bish-showabi. (Dari berbagai sumber, http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Sunday, July 12, 2015

Ucapan Selamat Idul Fitri Sesuai Sunnah Rasulullah Saw

Ucapan Selamat Idul Fitri Sesuai Sunnah Rasulullah Saw dan Para Sahabat

Taqobbalalloohu minnaa waminkum
BAGAIMANA ucapan selamat lebaran atau selamat Idul Fitri yang sesuai dengan sunnah Rasul? Menurut berbagai hadits, ucapan yang biasa dikemukakan para sahabat adalah Taqobbalalloohu minnaa waminkum yang artinya "semoga Allah menerima ibadah kita".

Maka, karena itu sebuah doa, saat kita menerima ucapan tersebut saat lebaran/Idul Fitri, maka jawaban yang tepat adalah bukan "sama-sama", tapi "amin" atau "taqobbal ya karim" (terimalah doa kami Wahai Dzat Yang Mahamulia).

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata, bahwa jika para sahabat Rasulullah Saw berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).”

Disebutkan dalam kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Atsqolani, "Diriwayatkan kepada kami dalam Al-Muhamiliyat dengan sanad yang baik dari Jubair bin Nufair berkata: dahulu para sahabat Rasulullah Saw apabila mereka bertemu pada hari raya sebagian mengucapkan kepada sebagian lain "Taqabbalawahu minna waminkum".
id mubarak - lebaran penuh berkah
Ibnu Taimiyah ditanya dalam Majmu Fatawa (24/253): apakah ucapan selamat hari raya yang biasa diucapkan orang-orang : Ied Mubarak (hari raya yang diberkahi), dan semacamnya, apakah ada dasarnya dalam syariat atau tidak?

Maka beliau menjawab : adapun ucapan selamat hari raya dimana sebagian orang mengucapkan kepada sebagian lain apabila bertemu setelah sholat Id : Taqabbalallahu minna waminkum, dan semoga Allah menyampaikanmu tahun depan, dan semacam itu, maka ini telah diriwayatkan oleh sebagian sahabat bahwa dahulu mereka melakukannya, dan dibolehkan sebagian Imam seperti Ahmad dan lainnya, tetapi Ahmad berkata : aku tidak mau memulainya lebih dahulu, namun jika seseorang mengucapkannya kepadaku maka aku menjawabnya, karena itu jawaban ucapan selamat yang hukumnya wajib.

Mengucapkan selamat terlebih dahulu bukan merupakan sunah yang diperintahkan, dan juga bukan termasuk yang dilarang, barangsiapa yang mengerjakannya maka dia memiliki panutannya, dan siapa yang meninggalkannya maka diapun memiliki panutannya. 

Demikianlah Ucapan Selamat Idul Fitri Sesuai Sunnah Rasulullah Saw dan Para Sahabat. Kalaupun ada ucapan lain, seperti Mohon Maaf Lahir Batin & Minal 'Aizin wal Faizin (yang artinya semoga kita termasuk golongan yang kemnali dan menang), maka menurut jumhur ulama tidak ada perintah juga tidak ada larangan alias mubah (boleh). Wallahu A'lam Bish Shawabi. (Dari berbagai sumber/http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Thursday, July 9, 2015

Hukum Ucapan Selamat Idul Fitri

Hukum Ucapan Selamat Idul Fitri
TANYA: Bagaimana hukumnya mengucapkan selamat Lebaran atau Selamat Idul Fitri? Apakah dibolehkan dalam Islam?

JAWAB: Karena tidak ada perintah, juga tidak ada larangan, maka hukum Hukum Ucapan Selamat Idul Fitri, adalah MUBAH (Boleh). Hal ini berdasarkan riwayat bahwa masyarakat pada zaman Sahabat dan Tabi'in yang saling mendoakan (mengucapkan doa) “Taqabalallaahu minna wa minka” atau “Taqabalallaahu minna wa minkum” seperti diriwayatkan oleh Jubair bin Nafir ra.

Ibnu Hajar mengatakan, “Dari Jubair bin Nufair; beliau mengatakan, ‘Dahulu, apabila para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saling bertemu pada hari raya, mereka saling mengucapkan, ‘Taqabbalallahu minna wa minkum.”” (Fathul Bari)

Ibnu Aqil menyebutkan beberapa riwayat. Di antaranya dari Muhammad bin Ziyad; beliau mengatakan, “Saya pernah bersama Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhudan beberapa sahabat lainnya. Setelah pulang dari shalat id, mereka saling memberikan ucapan, ‘Taqabbalallahu minna wa minkum.’” (Al-Mughni, As-Suyuthi).

Imam Malik ditanya tentang ucapan seseorang kepada temannya di hari raya, “Taqabbalallahu minna wa minkum,” atau, “Ghafarallahu lana wa laka.” Beliau menjawab, “Saya tidak mengenalnya dan tidak mengingkarinya.” (At-Taj wal Iklil).

Dengan demikian, ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Batin, Minal 'Aidin wal Faizin, adalah BOLEH, meskipun yang ada contohnya hanyalah ucapan Taqobbalalloohu minnaa wa minkum yang artinya semoga Allah menerima ibadah kita semua. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Sumber:
http://konsultasisyariah.com, ucapan-selamat-idul-fitri
http://pesantrenvirtual.com, Hukum Ucapan Selamat Idul Fitri
http://muslimah.or.id, ucapan-selamat-di-hari-raya

Tuesday, July 7, 2015

Di Mana Sebaiknya Membayar Zakat Fitrah?

zakat fitrah
TANYA: Di mana kita sebaiknya membayar zakat fitrah? Apakah bagusnya dibayarkan di tempat kerja, tempat tinggal (sekitar rumah), di kampung halaman, atau di mana?
 

JAWAB: Tidak ada nash atau dalil yang menyebutkan zakat fitrah harus dibayar di mana. Tidak ada juga dalil yang mengharuskan setiap Muslim zakat fitrah di tempat tinggal sekarang, di kampung, atau negara asal.

Pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan di mana saja, selama dilakukan dengan tata cara yang benar serta disalurkan kepada orang yang benar-benar berhak untuk menerimanya (fakir-miskin).


Zakat Fitrah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap ummat Islam yang lahir di dunia secara perseorangan, mulai dari bayi yang baru lahir hingga orang yang sudah tua renta yang dilaksanakan menjelang Iedul Fitri di bulan Ramadan.

Hadits-hadits tentang Zakat Fitrah hanya menegaskan keharusan bayar zakat fitrah, besaran (jumlah), dan waktunya.

"Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah satu sha' kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari ummat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk salat Ied." (HR Mutafaqun alaih).

Rasulullah Saw memerintahkan agar zakat fitrah diberikan sebelum manusia berangkat untuk salat Ied. (HR Muslim).

Namun demikian, sebagian ulama menganjurkan zakat fitrah ditunaikan di tempat mereka tinggal, kecuali jika penduduk daerah zakat itu tidak memerlukannya (tidak ada mustahik/tidak ada fakir-miskin).

Menurut Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, hendaknya zakat diberikan di tempat mereka tinggal. Hal itu berdasarkan hadits: ”Ambillah zakat dari orang-orang kaya mereka dan berikanlah kepada orang-orang fakir di antara mereka”. (HR. Bukhori)

Kalau ada seorang yang mencari rezekinya di negeri orang, sebaiknya menunaikan zakat di tempat mereka bekerja.

Mazhab hanafi, Syafii, Maliki dan Hanbali menjelaskan zakat harus dibagikan di tempat harta kekayaan diambil.
Berdasarkan Fatwa Simposim Yayasan Zakat Internasional II Tentang Zakat Kontemporer di Kuwait  tahun 1989, pada dasarnya penyaluran zakat dilakukan kepada mustahik di tempat pemungutannya sendiri, kemudian baru ditransfer ke luar daerah pemungutan bila masih terdapat kelebihan, kecuali dalam masa-masa paceklik dan bencana yang dapat ditransfer sesuai urutan prioritas yang paling membutuhkan. Wallahu a'lam bish-showabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Saturday, July 4, 2015

Pengertian & Tatacara I'tikaf Ramadhan

 I'tikaf Ramadhan
I'tikaf adalah cara terbaik mendapatkan malam Lailatul Qodar. Tujuan itikaf adalah fokus ibadah guna meraih rahmat dan ampunan Allah SWT di akhir Ramadhan.

I'TIKAF (Arab: اعتكاف ) secara bahasa berarti menetap pada sesuatu, menghalangi diri, atau mengurung diri.

Secara syar’i atau maknawi, i’tikaf berarti menetap atau diam di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat untuk fokus ibadah --shalat, dzikir, membaca Al Qur’an, dll.

Tujuan I'tikaf

Orang yang beri'tikaf disebut Mutakif. I'tikaf bertujuan utama mendapatkan malam Lailatul Qodar dengan fokus beribadah kepada Allah SWT dan menjauhkan diri dari urusan duniawi.

"Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Carilah Lailatul Qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Hukum I'tikaf: Sunah 

I’tikaf itu hukumnya sunnah, bukan wajib, kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernadzar (berjanji) untuk melaksanakan i’tikaf.

Syarat i’tikaf adalah brgama Islam (Muslim/Muslimah) yang baligh (dewasa) dan berakal (tidak boleh anak kecil yang belum baligh dan berakal untuk beri’tikaf), berniat i’tikaf, suci dari junub, haid, dan nifas (I’tikaf tanpa wudhu tidak apa-apa tapi dianjurkan dalam keadaan bersuci/wudhu), dan dilakukan di dalam masjid (i'tikaf tidak boleh di luar masjid).

Dalil/Dasar Hukum  I'tikaf


كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
"Nabi Saw  biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. [HR. Bukhari]

Waktu i’tikaf yang lebih afdhol adalah di akhir-akhir ramadhan (10 hari terakhir bulan Ramadhan).

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Sesungguhnya Nabi Saw beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” [HR Bukhari & Muslim]

Nabi Saw beri’tikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan dengan tujuan utama untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar, menjauhkan segala kesibukan dunia, dan fokus beribadah,  munajat, do’a, dan  berdzikir.

Waktu I'tikaf

Imam Bukhari membuat judul bab “Bab (anjuran) i’tikaf di sepuluh hari terakhir dan (boleh) i’tikaf di semua masjid“. (Shahih Bukhari).

Dianjurkan untuk memulai i’tikaf di malam tanggal 21 Ramadhan setelah Magrib. Magrib adalah awal permulaan hari dalam sistem kalender Hijriyah.

Lamanya I'tikaf

Menurut mayoritas ulama, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Fiqih Sunnah, tidak ada batasan waktu minimal i’tikaf. Artinya, i'tikaf boleh cuma sesaat di malam atau di siang hari.

Menurut Imam Al-Mardawi, “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat)."
  

Rukun I'tikaf

  1. Niat
  2. Dilakukan di masjid, baik masjid besar maupun masjid kecil seperti mushola.
  3. Menetap di masjid.

Pembatal I'tikaf

  1. Hubungan biologis dan segala pengantarnya.
  2. Keluar masjid tanpa kebutuhan.
  3. Haid dan nifas.
  4. Gila atau mabuk.
Selama i'tikaf, seseorang boleh keluar masjid jika ada kebutuhan mendesak, seperti makan, buang hajat, dan hal lain yang tidak mungkin dilakukan di dalam masjid.

Demikian panduan praktis ibadah  i'tikaf, pengertian dan tatacara, berdasarkan sunah Rasul. Sumber: Fiqih Sunnah dan Shahihain. Wallahu a'lam bish shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Friday, July 3, 2015

Bayi Baru Lahir Wajib Zakat Fitrah Juga?

zakat
Zakat fitrah adalah “zakat badan”, bukan zakat harta. Artinya, setiap muslim --yang masih bayi sekalipun-- wajib berzakat fitrah. 


TANYA: Mengapa bayi yang baru lahir diwajibkan untuk dizakati (zakat fitrah), sedangkan menurut Nabi Saw, setiap bayi yang baru lahir itu adalah suci/bebebas dar dosa?

JAWAB: Zakat fitrah bayi yang baru lahir sekadar menjalankan kewajiban perorangan bagi orangtuanya guna membantu fakir-miskin.

Zakat fitrah adalah “zakat badan”, bukan zakat harta. Artinya, setiap muslim --yang masih bayi sekalipun-- tetap dikenakan zakat fitrah. Khusus bagi sang bayi, tentu diwajibkan kepada orang tuanya.

Hikmahnya antara lain agar setiap Muslim yang paling miskin sekalipun, dapat merasakan indahnya kebahagiaan memberi sedekah dan indahnya kebahagiaan bisa berbagi.

Zakat fitrah bertujuan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak berguna dengan untuk memberi makanan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya.

Abu Hurairah RA, Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan An-Nasai, meriwayatkan, zakat fitrah itu wajib bagi orang-orang yang merdeka, hamba sahaya, laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa, fakir, atau kaya.

Memang, ada juga ulama –seperti Said bin Musayyib dan Hasan Basri-- yang berpendapat zakat fitrah itu hanyalah wajib bagi orang yang berpuasa saja, karena tujuan zakat fitrah adalah untuk menyucikan orang yang berpuasa. Sedangkan bayi tidak butuh disucikan karena ia tidak melakukan dosa.

Alasannya, hadis dari Ibnu Abbas riwayat Abu Daud yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw hanya mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari ucapan dan perbuatan kotor. Wallahu a’lam bish-shawabi (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Thursday, June 25, 2015

Jumat Mubarak: Keutamaan Hari Jum'at

Keutamaan Hari Jum'at
Hari Jumat adalah Sayyidul Ayyam (penghulu segala hari). Jika kita berdoa di hari itu, niscaya dikabulkan dan menjadi kebaikan di akhirat.

HARI Jumat adalah hari raya mingguan kaum Muslim. Agama Islam diagungkan oleh Allah SWT karena hari Jumat dan dikhususkan-Nya kaum Muslimin dengan hari Jumat ini.

Berikut ini sejumlah keutamaan hari Jumat yang dijuluki pula Jumat Penuh Berkah (Jumat Mubarak):

1. SHALAT JUMAT

"Apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli…” (QS. Al-Jumu’ah 62: 9)

Demikian hal-nya pada hari Jumat tidak diperkenankan mengurusi urusan duniawi (yang berlebihan) dan tiap-tiap perbuatan yang menghalangi dari berangkat menunaikan shalat Jumat.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT mewajibkan atas kalian shalat Jumat pada hariku ini dan pada tempatku ini.” (HR Ibnu Majah)

Beliau SAW juga bersabda,” Barangsiapa yang meninggalkan (shalat) Jumat tiga kali tanpa ‘udzur niscaya dicapkan oleh Allah pada qalbunya.” (HR. Ahmad)

Dalam riwayat yang lain, “…Sungguh, ia (muslim yang meninggalkan shalat Jumat tanpa ‘udzur) telah melemparkan Islam ke belakangnya.” (HR. Al-Baihaqi)

Suatu saat seorang laki-laki datang kepada Ibn ‘Abbas ra. menanyakan tentang orang mati yang tidak pernah menunaikan shalat Jumat dan shalat berjamaah.

Jawab beliau,” Di dalam neraka !” Maka orang tersebut bolak-balik datang kepada Ibn ‘Abbas sebulan lamanya menanyakan persoalan yang sama, tetapi Ibn ‘Abbas tetap menjawab, “Di dalam neraka !”

2. HARI RAYA UMAT ISLAM

Pada sebuah hadist (yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori) dikemukakan bahwa Ahli Kitab pernah dikaruniai hari Jumat. Tapi kemudian mereka berselisih sehingga berpaling dari hari Jumat itu. Lalu kita pun diberi petunjuk oleh Allah SWT untuk menerima Allah beri petunjuk untuk menerima hari Jumat. Hari itu dikemudiankan oleh Allah dalam memberikan-Nya kepada umat Islam ini dan dijadikan sebagai hari Raya bagi umat Islam. Karena itu umat Islam menjadi umat yang lebih diutamakan dan didahulukan, sedangkan Ahli Kitab menjadi pengikut mereka.

3. WAKTU DOA MUSTAJAB

Pada hadist yang diriwayatkan Anas ra., Nabi Muhammad SAW bersabda:  

"Datang kepadaku Jibril as. dan pada tangannya terdapat sebuah cermin putih, seraya berkata, ‘Inilah Jumat, yang diwajibkan atasmu oleh Tuhanmu untuk menjadikannya hari raya bagimu dan umat sesudahmu.’ Lalu aku bertanya,”Terdapat apakah di dalamnya bagi kami?”


Jibril pun menjawab,“Kalian mempunyai waktu yang diutamakan. Barangsiapa berdoa padanya kebajikan, niscaya Allahmenganugrahi kebajikan padanya, atau jika dia tidak memperoleh kebahagiaan, niscaya kebahagiaan itu diberikanbahkan yang lebih besar. Atau jika ia berlindung dari kejahatan, niscaya Allah akan melindungi dengan perlindungan yang lebih besar daripada kejahatan tersebut.
 

Hari Jumat adalah sayyidul ayyam(penghulu segala hari), jika Kita bermohon pada Allah di hari itu, niscaya di akhirat akan menjadi hari kelebihan.”

Lalu aku bertanya, “Mengapa demikian?”

Jibril as. menjawab,“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjadikan dalam surga sebuah lembah yang luas dari kesturi putih. Maka apabila datang hari Jumat, niscaya turunlah Dia dari surga yang tinggi di atas Kursy-Nya. Lalu jelaslah Dia kepada bagi mereka, sehingga para penghuni surga memandang kepada Wajah-Nya. (HR Anas)

4. HARI TERBAIK & BERSEJARAH

Rasulullah SAW bersabda:

"Sebaik-baik hari yang terbit padanya matahari ialah hari Jumat. Pada hari Jumat, dijadikan Adam as. Pada hari jumat pula Adam as. dimasukkan ke dalam surga, diturnkan ke bumi, diterima taubatnya, adam as. meninggal dan pada hari Jumat itu berdirinya qiamat. Adalah hari Jumat itu pada sisi Allah SWt merupakan hari keutamaan. Begitulah hari Jumat dinamakan oleh ara malaikat di langit, yaitu: hari memandang ke Allah Ta’ala dalam di surga.

Pada hadist yang lain, disebutkan bahwa pada tiap-tiap hari Jumat, Allah ‘Azza wa Jalla mempunyai enam ratus ribu orang yang dimerdekakan dari api neraka.

Dalam hadist lainnya yang diriwayatkan oleh Anas ra. bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila selamatlah (amal seseorang) di hari Jumat, maka selamatlah (amal) di hari-hari lainnya.”

Bersabda Rasulullah SAW: ” Bahwa neraka jahim itu menggelegak pada setiap hari sebelum tergelincir matahari pada tengah hari di puncak langit. Maka janganlah kamu mengerjakan shalat pada saat itu, kecuali hari Jumat. Maka hari Jumat itu, adalah shalat seluruhnya dan neraka Jahanam tiada menggelegak padanya.”

Berkata Ka’ab ra.,” Bahwa Alah ‘Azza wa Jalla melebihkan Mekah dari segala negri, Ramadhan dari segala bulan, Jumat dari segala hari dan Lailatul Qadar dari segala malam. Dan dikatakan bahwa burung dan hewan yang berjumpa satu sama lain pada hari Jumat mengucapkan: ’Selamat…selamat …hari yang baik.’”

Rasulullah SAW juga bersabda,” Barangsiapa yang meninggal pada hari Jumat atau malamnya, niscaya dituliskan oleh Allah SWT baginya pahala syahid dan terpelihara dari fitnah kubur.”

Semoga keutamaan hari Jumat  memotivasi kita untuk lebih banyak beribadah dan berbuat kebaikan. Amin...! Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Sumber: Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali

Wednesday, June 24, 2015

Hukum Lewat di Depan Orang Sedang Sholat

Hukum Lewat di Depan Orang Sedang Sholat
TANYA: Bagaimana hukumnya lewat di depan orang yang sedang sholat?

JAWAB: Lewat di depan orang yang sedang sholat hukumnya tidak boleh (haram). Batasnya adalah tempat sujud. Mudahnya, seukuran sajadah, meskipun untuk kehati-hatian tetap harus dihindari.

Cukup banyak hadits yang menunjukkan larangan lewat di depan orang yang sedang shalat.

"Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat mengetahui tentang dosanya, maka pastilah menunggu selama 40 lebih baginya dari pada lewat di depannya(HR Bukhari dan Muslim). 

 Salah saeorang perawi hadits, Abu An-Nadhr, berkata, “Aku tidak tahu apakah maksudnya 40 hari, 40 bulan atau 40 tahun.

"Tolaklah orang yang ingin lewat di hadapan kalian semampu kalian, karena dia (yang memaksa untuk lewat di depan orang shalat) adalah setan.” (HR. Abu Daud).

"Janganlah kalian shalat kecuali menghadap sutrah (pembatas) dan jangan perbolehkan seseorang lewat di depanmu” (HR. Muslim).

“Apabila kalian sholat makagunakan ke sutrah (pembatas) dan hendaklah mendekat dan jangan membiarkan seseorang lewat di tengahnya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).

"Jika salah seorang di antara kalian sholat, hendaklah menghadap sutrah dan hendaklah mendekat padanya dan jangan biarkan seorang pun lewat antara dia dengan sutrah. Jika ada seseorang lewat (di depannya) maka perangilah karena dia adalah syaitan." (HR. Ibnu Abi Yaibah, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi).

Dalam riwayat lain: "(Karena) sesungguhnya setan lewat antara dia dengan sutrah."

"Rasulullah SAW berdiri di dekat tabir. Jarak antara beliau dengan tabir itu ada tiga hasta”. (HR. Bukhari dan Ahmad). [Catatan: satu hasta = jarak antara siku sampai ujung jari, sekitar setengah meter, tepatnya 45,2 cm = 0,452 m].

"Apabila salah seorang di antara kamu sholat menghadap tabir, maka hendaklah ia mendekatkan dirinya kepada tabir itu, sehingga setan tidak memutuskan dia dari sholatnya" (HR. Abu Daud & Al-Hakim).

Agar tidak ada orang lewat di depan kita ketika sedang sholat, misalnya di masjid, sebaiknya tidak shalat di jalanan yang kemungkinan dilewati orang, atau pasanglah pembatas dengan meletakkan –misalnya-- sajadah, buku, tas, pensil, atau apa pun.

Dengan demikian, orang-orang akan tahu bahwa mereka tidak boleh berjalan di antara yang sedang shalat dengan pembatas tersebut.

Di masjid, jika sholat sendirian,  misalnya shalat sunah, dekati tiang atau tembok, atau tempat yang sekiranya bebas dilewati jamaah lain.

Jika tidak ada pembatas, maka jarang yang dibolehkan lewat adalah tiga hasta –sekitar 1,5 meter. Wallahu a’lam bish-shawabi.



Ketika Mau Sujud, Lutut atau Tangan Dulu?

Dahulukan lutut dulu yang menyentuh tempat sujud, bukan tangan dulu. Demikian disabdakan Nabi Saw dari Abu Hurairah. ”Jika salah seorang dari kamu sujud, maka janganlah di turun (ke sujud) sebagaimana turunnya onta…” (HR. Abu Daud).

Sifat turunnya onta mulai dari bagian anggota badan yang depan, kemudian yang belakang. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Saturday, June 20, 2015

Cara Hilangkan Hadats Besar Selain Mandi

Mandi
Adakah Cara Lain Bersuci dari Hadats Besar Selain Mandi?
 
TANYA:  Apabila kita berjunub, kemudian kita sedang sakit yang tidak bisa kena air untuk mandi, apakah ada cara lain untuk menghilangkan hadast besar tersebut selain mandi?

JAWAB: Hadats besar harus disucikan dengan mandi. Jika memang berhalangan menggunakan air (mandi), maka boleh tayammum.

Syeikh al-Islam Ibn Taimiyah dalam Majmu' Fatawa (21/396) menyatakan:

"Jika terdapat sebab untuk melakukan tayammum, seperti ketiadaan air, atau tidak dapat menggunakannya akibat sakit, maka tayammum akan menggantikan wudhu' dan mandi wajib. Jika ada air (diperbolehkan menggunakan air untuk yang madarat), maka hendaklah mandi menghilangkan janabahnya tersebut."

Dari Imran ibn Hussain ra. Rasulullah Saw melihat seorang lelaki yang menjauhkan diri dan tidak bersholat dengan kaumnya, maka baginda berkata: "Ya Fulan, apa yang menghalang kamu dari tidak shalat dengan kaummu?"

Dia menjawab : "Ya Rasulullah, saya dalam keadaan junub, dan tiada air. Baginda berkata: "Kamu hendaklah menggunakan tanah yang bersih (tayamum), karena ia mencukupi untukmu".

Di dalam riwayat lain, Nabi Saw menjumpai air dan memberinya kepada orang yang telah menjadi junub tersebut dan berkata: "Pergilah siram ini keatas dirimu." [HR Al-Bukhari]. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Qiyamullail Rasul, Seperti Apa?

Qiyamul Lail Ramadhan
TANYA: Sebenarnya Qiyamul Lail yang dicontohkan Rasulullah Saw itu, khususnya bulan Ramadhan, seperti apa?

JAWAB: Qiyamul Lail adalah mendirikan malam. Maksudnya, mengisi waktu malam dengan beribadah kepada Allah SWT, khususnya dengan shalat sunat (shalat malam/tahajid).

Bagaimana Qiyamulil Nabi Muhammad Saw, khususnya bulan Ramadhan?

Kiranya, dua hadits shahih berikut ini cukup menggambarkan Qiyamul Lail atau Shalat Malam Rasulullah Saw, khususnya pada bulan Ramadhan.

Diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani:

“Sesungguhnya aku melihat Rasulullah Saw melakukan shalat malam, maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan, lalu shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, lalu shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, lalu shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim).

“Rasulullah Saw tidak pernah menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam, maka jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi sekali salam, maka jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat” (HR. Muslim).*

Jumlah Rokaat Shalat Tarawih

Jumlah Rokaat Shalat Tarawih

Jumlah Rokaat Shalat Tarawih
Berapa rokaat sebenarnya kita harus sholat taraweh? Apakah 8 atau 20 rokaat yang benar?

JAWAB: Jumlah rakaat  dalam shalat malam bulan Ramadhan/shalat tarawih boleh 8, 20, bahkan 36, 38, dan 40 rakaat plus shalat witir 3 rakaat, bergantung pada kesanggupan dan tidak usah dipertentangkan.

Dalil paling masyhur (populer) adalah Rasulullah Saw shalat tarawih 8 rakaat plus 3 rakaat shalat witir (shalat penutup), sebagaimana hadist riwayat A’isyah (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat.

Khusus rakaat shalat tarawih, ada juga yang mengatakan 36 rakaat plus 3 witir, ini diriwayatkan pada masa Umar bin Abdul Aziz. Ada juga yang meriwayatkan 41 rakaat. Bahkan ada yang meriwayatkan 40 rakaat plus 7 rakaat witir.

Riwayat dari imam Malik, beliau melaksanakan 36 rakaat plus 3 rakaat witir. Kebanyakan masyarakat Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi’i melaksanakan shalat Tarawih 20 rakaat atau 11 rakaat, termasuk witir. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Kewajiban Muslim terhadap Agamanya (Islam)

Kewajiban Muslim terhadap Agamanya (Islam)
Kewajiban seorang Muslim terhadap Agamanya (Islam) bukan sekadar mengamalkan, tapi juga menyebarkan dna menjaga serta membela nama baiknya.

MENGACU kepada QS. Al-'Ashr, ulama menyebutkan ada 5 kewajiban kaum Muslim terhadap agamanya (Islam), yaitu mengimani Islam, mendalami ilmunya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan membelanya.

  1. Iman  -- yakin sepenuh hati bahwa Islam yang terbaik dan paling benar.
  2. Ilmu -- mempelajari dan memahami ajaran Islam secara keseluruhan.
  3. Amal -- mengamalkan ajaran Islam seoptimal mungkin (mastatho'tum)
  4. Dakwah -- menyebarkan kebenaran agama Islam kepada orang lain.
  5. Jihad -- menjaga kehormatan dan membela nama baik Islam dan kaum Muslim.
Dakwah dan jihad (membela Islam) tidak mesti selalu dengan terjun langsung, seperti para da'i dan mujahid di medan juang, tapi juga dengan membantu persiapan dan dukungan moral & material/dana kepada lembaga-lembaga dakwah dan jihad fi sabilillah.

“Barangsiapa yang membantu orang yang berjuang, maka sesungguhnya dia telah berjuang. Dan barangsiapa yang menanggung keluarganya dengan kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berperang” (HR Bukhari & Muslim).

Berjuang mendakwahkan dan membela Islam bisa dilakukan dengan ragam cara, dengan harta, jiwa, juga lisan.

"Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa kalian dan lisan kalian" (HR Abu Daud dan Al-Hakim dari Anas). Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Sumber: KH Endang Saifuddin Anshary, Kuliah Al-Islam.