Monday, August 15, 2016

Apa Sebenarnya Wahabi?

Pengertian Wahabi yang Sebenarnya dalam Islam
Pengertian Wahabi yang Sebenarnya dalam Islam.

TANYA: Aliran Wahabi sering disebut-sebut sebagai aliran radikal, benarkah demikian? Mengapa? Siapa sebenarnya Wahabi?

JAWAB: Radikal secara harfiyah artinya “akar” atau “hal paling mendasar”. Akar atau fondasi Islam itu Quran dan Hadits.

Wahabi disebut radikal karena berpegang-teguh pada “akar Islam” itu, yakni memurnikan pemahaman dan pengamalan Islam, sebagaimana diajarkan dan dicontohkan Rasulullah Saw dan para sahabatnya.

Wahabi adalah julukan bagi pengikut Muhammad bin Abdul Wahab, ulama yang dulu mendirikan Kerajaan Arab Saudi bersama Pangeran Muhammad bin Saud.

Ibnu Wahab ini dikenal sebagai mujahid yang berusaha membersihkan pemahaman dan pengamalan Islam dari unsur-unsur luar Islam, termasuk memberantas bid'ah, khurafat, dan tahayul di kalangan umat Islam.


Saat itu Abdul Wahab menilai, kemunduran umat Islam terjadi karena mereka sudah jauh dari Islam yang murni, yakni praktik ibadahnya sudah bercampur dengam hal-hal berbau bid’ah, khurafat, dan tahayul yang tidak ada ajarannya dalam Islam.
Muhammad bin Abdul Wahhab (1701 - 1793 M) lahir di Kampung Ainiyah, Najd, Arab Saudi. Beliau berasal dari kabilah Bani Tamim. Buku beliau bertajuk 'Kitab al-Tauhid'. Para murid dan pendukungnya disebut Wahabi.

Para pendukung Muhammad bin Abdul Wahab sendiri menolak disebut Wahabi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab adalah ajaran Nabi Muhammad Saw, bukan ajaran tersendiri.

Karenanya, mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis --generasi terdahulu-- atau Muwahhidun yang berarti "satu Tuhan".

Muhammad bin Abdul Wahhab dulu memberantas khurafat seperti menganggap “keramat” makam para ulama yang dinilai berbahaya bagi tauhid umat. Sikap tegas dan tanpa kompromi dalam masalah akidah membuat ia dikenai banyak tuduhan atau fitnah.

Abdul Wahab wafat tanggal 29 Syawal 1206 H/1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd).

Jika sekarang ada orang yang suka mencap "Wahabi" kepada orang lain, biasanya orang tersebut adalah orang yang tidak suka dengan ajaran Muhammad Ibnu Wahab yang memberantas bid'ah, khurafat, dan tahayul.

Demikian catatan singkat tentang Wahabi atau Abdul Wahab berdasarkan sumber-sumber yang kami miliki dan yakini kebenarannya. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Thursday, August 11, 2016

Solusi Kredit Syariah untuk Hindari Riba

Solusi Kredit Syariah untuk Hindari Riba
TANYA: Saya sudah membaca masalah riba, kredit, dan leasing. Bila itu semua adalah haram, maka saya minta beri solusi, contoh nyata di Indonesia, bagaimana caranya mendapatkan motor atau rumah, karena uang saya tdk cukup untuk membeli secara cash.

JAWAB: Gunakan jasa kredit syariah atau jasa perbankan syariah. Itu solusinya. Pada prinsipnya, jual beli dengan kredit itu boleh, namun  tergantung akadnya.

Jika menggunakan transaksi yang dibenarkan oleh syariat Islam, maka itu bukan termasuk riba.  

Kredit syariah mempunyai cara yang sangat sangat berbeda dengan kredit konvesional. Prinsipnya kredit syariah menjunjung tinggi nilai keadilan dan kemanusiaan serta bebas dari riba.

Seperti dilansir Republika Online, pada bank konvensional, kredit yang digunakan berdasarkan akad pinjaman. Nasabah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut beserta bunganya.

Secara syariah, kelebihan atas pinjaman ini termasuk ke dalam kategori riba, dimana Allah SWT secara tegas telah mengharamkannya (QS 2 : 275-281).

Dalam praktik perbankan syariah atau kredit syariah, biasanya yang digunakan adalah
  •  Akad murabahah (jual beli)
  • Ijarah wa iqtina (sewa yang diakhiri oleh perubahan kepemilikan dari pemilik barang kepada penyewa)
  • Musyarakah mutanaqishah

Pada murabahah, bank bertindak sebagai penjual barang, sedangkan nasabah adalah pembelinya. Bank dan nasabah kemudian bersepakat untuk menentukan berapa besar marjin keuntungan yang dapat dinikmati oleh bank sebagai penjual. Katakan, “x persen”.

Maka kewajiban nasabah adalah membayar kepada bank, biaya pokok pembelian plus marjin keuntungannya. Misal harga rumah Rp 1 milyar, dan marjin keuntungannya 10 persen. Maka kewajiban nasabah adalah Rp 1,1 milyar. Secara matematis mirip dengan bunga bank, tetapi secara akad berbeda sangat signifikan.

Ijarah adalah akad sewa. Nasabah diharuskan membayar biaya sewa secara berkala kepada bank syariah dalam kurun waktu tertentu sebagai reward karena telah menggunakan barang tertentu (misal rumah atau mobil).

Dalam skema ijarah wa iqtina, bank kemudian menyerahkan kepemilikan barang tersebut kepada nasabah setelah berakhir masa sewanya.

Pada skema musyarakah mutanaqishah, bank dan nasabah sama-sama berkontribusi modal dalam pembelian barang (misal rumah). Katakan, proporsi modal bank 80 persen dan nasabah 20 persen. Dengan pola ini, maka rumah tersebut menjadi milik bersama.

Kemudian nasabah diberikan hak untuk membeli proporsi kepemilikan bank secara bertahap dalam kurun waktu tertentu, sehingga prosentase kepemilikan nasabah terhadap rumah tersebut menjadi 100 persen. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Thursday, August 4, 2016

Makmum Sempat Ikut Ruku Bersama Imam, Apakah Dihitung Satu Rakaat?

Makmum Sempat Ikut Ruku Bersama Imam
TANYA: Dalam sebuah shalat berjamaah, seorang makmum tidak sempat membaca doa iftitah dan Al-Fatihah, karena imam sudah takbir untuk ruku'. Makmum tadi langsung mengikuti imam untuk ruku’, apakah itu akan dihitung satu rakaat/tidak?


Dalam kasus lain, makmum datang ke masjid. Didapatinya jamaah sedang ruku' bersama Imam, lalu makmum tadi takbiratul ihram sebagai tanda mulai shalat, lalu langsung ikut ruku', apakah dihitung mendapatkan satu rakaat bersama imam?

JAWAB: Jawaban ringkasnya: ya, makmum tersebut mendapatkan satu rokaat. Jika yang dimaksud adalah rokaat pertama, maka ia harus turut ikut salam atau mengakhiri shoalat bersama imam dan makmum lain yang shalat sejak awal bersama imam

Berbagai keterangan menyebutkan demikian. Seorang makmum yang sempat mengikuti ruku’ bersama imam, maka itu dihitung satu rakaat, meskipun dia tidak sempat membaca Al-Fatihah.

Bila seorang makmum datang ke masjid untuk shalat berjamaah dan mendapati imam dalam keadaan ruku’ bersama makmum lain, maka ma’mum yang baru datang itu harus langsung takbir, lalu ruku’ bersama imam, dan ia sudah dianggap mendapatkan rakaat dalam shalat berjamaah tersebut.

Dalam Shahih Bukhari terdapat hadits shahih dari Abu Bakrah As-Saqafi r.a. "Suatu hari dia masuk masjid dan Nabi Saw (beserta jama’ah) sedang ruku’. Lalu Abu Bakrah ruku’ sebelum sampai shaf. Lalu (sambil ruku’) dia berjalan menuju shaf. (Setelah selesai shalat) Nabi bersabda kepadanya: Semoga Allah Ta’ala menambah semangatmu (dalam kebaikan), tapi jangan diulang lagi” (HR Abu Dawud).

Yang dimaksud “Tapi jangan diulang lagi” maksudnya jangan ruku’ sebelum masuk shaf (barisan).

Menurut ulama asal Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, dalam Fatawa bin Baaz, disyari’atkan bagi seorang mukmin untuk berjalan menuju jama’ah dengan tenang, tidak tergesa-gesa, walaupun saat itu imam sedang ruku’.

Jika dia masih berkesempatan mendapatkan ruku’nya imam, maka alhamdulillah, dan jika tidak keburu, maka dia menjadi masbuq --makmum yang tertinggal rakaat-- dan harus menambah satu raka’at lagi.

“Apabila seorang makmum mendapatkan ruku’nya imam, maka dia dianggap mendapat satu raka’at. Inilah pendapat yang benar dari jumhur ulama.” (Fatawa bin Baaz, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz).

Lalu bagaimana dengan hadits yang mewajibkan baca Al-Fatihah dalam tiap rakaat shalat: “Tidak ada sholat bagi siapa yang tidak membaca Al Fatihah”?

Sebagaimana dalam kasus Abu Bakrah di atas, ia hanya mendapatkan ruku’, Nabi Saw tidak memerintahkan Abu Bakrah untuk mengganti raka’at tersebut, hal ini menunjukkan bahwa rukun membaca Al-Fatihah gugur jika seseorang tidak mendapati imam kecuali sedang ruku’.

Berikut ini penjelasan deatai Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz saat ditanya : Saya masuk masjid dan saat itu jama’ah sedang ruku’. Apakah dalam keadaan seperti ini, saya harus membaca takbiratul ikhram dan takbir ruku’ (membaca dua takbir?). Dan haruskan saya membaca do’a iftitah?

Apabila seorang muslim masuk masjid dan imam sedang ruku’, maka dia harus ikut ruku bersama imam dengan dua kali takbir, yaitu takbiratul ihram kemudian dia berhenti, lalu takbir untuk ruku’ ketika dia membungkukkan badannya untuk ruku’. Dan dalam keadaan seperti ini, dia tidak usah membaca doa iftitah dan Al-Fatihah karena sempitnya waktu.

Dalam hal ini dia terhitung mendapat satu raka’at. Hal ini berdasarkan hadits Abu Bakrah As-Saqafi Radhiyallahu ‘anhu di dalam Shahih Bukhari.

“Bahwa pada suatu hari dia masuk masjid dan Nabi Saw (beserta para jama’ah) sedang ruku’. Lalu Abu Bakrah r.a. ruku’ sebelum sampai shaf. Kemudian (sambil ruku’) dia berjalan menuju shaf. (setelah selesai shalat) Nabi bersabda kepadanya ; Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah semangatmu (dalam kebaikan) tapi jangan diulang lagi” [HR Abu Dawud ]

Rasulullah Saw tidak menyuruh Abu Bakrah menambah satu rakaat lagi. Hal ini menunjukkan, orang yang masuk dalam shalat jama’ah ketika imam sedang ruku’, dia dihitung mendapat satu raka’at.

Hal itu juga menunjukkan, kita tidak boleh ruku’ sendirian di belakang shaf. Tapi harus masuk dulu ke dalam shaf, baru kita ruku’, walaupun hal ini bisa menyebabkan kita tertinggal (dari ruku’nya imam).


Jika seorang makmum terlambat bergabung dalam shalat berjamaah. Diperkirakan imam tidak lama lagi akan segera ruku', maka seorang makmum hendaknya langsung membaca Al-Fatitah setelah takbirotul ihram, tidak usah membaca doa iftitah yang hukumnya sunah.

Jika bacaan Al-Fatihah belum selesai, sedangkan imam sudah ruku', maka makmum tadi tidak usah menyelesaikan bacan, tapi langsung ikut ruku' bersama imam dan itu sudah dihitung satu rakaat.

Prinsip dalam shalat berjamaah a.l. makmum harus mengikuti imam, sebagaimana ditegaskan dalam hadits shahih:

إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا

“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka janganlah kalian menyelisihi imam. Jika imam takbir, maka bertakbirlah kalian. Dan jika imam ruku’, maka ruku’lah kalian” (HR Bukhari 680 dan Muslim 622).

Demikian ulasan tentang hukum makmum yang sempat ruku bersama imam dalam shalat berjamaah dihitung satu rokaat. Wallahu a'lam bish-shawabi. (Sumber: Shahihain, Fiqh Sunnah, dan Fatawa bin Baaz Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz).*

Wednesday, July 20, 2016

Hukum Memalsukan Ijazah & Pengalaman Kerja

palsu bohong
Hukum Memalsukan Ijazah & Pengalaman Kerja. Apa Uang Gajinya Juga Haram?

TANYA: Apa hukumnya memalsukan ijazah dan pengalaman kerja agar dapat diterima bekerja? Lalu bagaimana kalau diterima bekerja, apa uang gajinya haram, walaupun sering bersedekah dan berkurban setiap Idul Adha, apa solusinya harus keluar kerja?

JAWAB: Pemalsuan merupakan kejahatan, baik dalam perspektif hukum postif KUHP maupun dalam hukum Islam.

Pemalsuan termasuk kategori berbohong yang dilarang Islam. Seorang Muslim diharuskan berlaku jujur (shidiq) dalam setiap urusannya.

"Kalian harus berlaku jujur karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah” (HR. Muslim).

"Dan barangsiapa menipu kami, maka dia bukan golongan kami" (Imam Bukhari).

Ijazah  Ijazah palsu biasanya didapatkan dengan uang suap. Dosanya bertambah dengan dosa suap. (Baca juga: Hukum Masuk Kerja dengan Uang Suap).

Gaji dari pekerjaan yang didapatkan secara haram hukumnya haram juga. Solusinya bukan keluar kerja, tapi mengaku berterus-terang, minta maaf kepada pihak perusahaan/lembaga, lalu bertobat.

Risikonya memang berat, tapi itulah risiko sebuah pemalsuan, karenanya Islam melarang umatnya melakukan pemalsuan. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Thursday, June 30, 2016

Hukum Zakat Fitrah dengan Uang

Hukum Zakat Fitrah dengan Uang
Bagaimana Hukum Zakat Fitrah dengan Uang? Bolehkan membayar zakat fitrah dalam bentuk uang? Apakah harus memberikan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok beras?

DEMIKIAN pertanyaan yang selalu muncul tiap kali umat Islam memasuki hari-hari akhir bulan Ramadhan. Jelang Idul Fitri, seluruh umat Islam --anaka-anak hingga orang dewasa-- wajib membayar zakat fitrah sebagai penyempurna ibadah puasa (shaum).

Berbagai literatur menjelaskan, ada dua pendapat dalam hal bentuk zakat fitrah yakni
  1. Boleh dengan Uang
  2. Tidak Boleh dengan Uang --Harus berupa Makanan Pokok (Beras)
Ringkasnya: Zakat Fitrah boleh dalam bentuk beras dan uang. Artinya, dua-duanya boleh.

Detailnya, dalam hal Hukum Zakat Fitrah dengan Uang, ada dua pendapat:
  1. Boleh. Sebagian ulama membolehkan, bahkan dalam konteks kekinian, zakat fitrah dengan uang lebih bermanfaat atau lebih dibutuhkan mustahiq (fakir-miskin), apalagi di Indonesia sudah ada program beras miskin (raskin), yang artinya kaum fakir-miskin sudah ada beras dan mereka butuh uang untuk membeli lauk-pauknya.
  2. Tidak Boleh alias harus berupa beras, sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw dan para sahabat.
Rasulullah Saw memerintahkan umat Islam untuk mengeluarkan Zakat Fitrah sebanyak 1 sha’ kurma atau gandum kepada orang merdeka, hamba sahaya, laki-laki, perempuan, orang tua dan anak-anak dari kaum muslimin dan beliau memerintahkan agar zakat tersebut dibayarkan sebelum kaum Muslimin menjalankan Sholat Id. (HR. Bukhari).

Ulama yang Membolehkan Zakat Fitrah dengan Uang

Kalangan ulama yang membolehkan zakat fitrah dengan qimah (uang) a.l. Imam Hanafi yang berpendapat mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang senilai bahan makanan hukumnya sah.

Abu Ja’far, salah seorang ulama Hanafi, bahkan mengatakan, membayar zakat fitrah dalam bentuk mata uang lebih utama daripada dalam bentuk bahan makanan. Alasannya, karena itu lebih dibutuhkan kaum fakir miskin dalam banyak kasus. 

Ulama yang mendukung pendapat Imam Hanafi ini antara lain Umar bin Abdul Aziz, Tsauri, Hasan Basri. Ibnu Taimiah dan Ibnu Qayyim dari ulama Hanbali juga mendukung pendapat ini.

Ulama yang Menolak Zakat Fitrah berupa Uang, Harus dengan Makanan Pokok

Ulama yang menyatakan  zakat fitrah hanya boleh dibayar dalam bentuk bahan makanan pokok masyarakat setempat (dalam hal ini beras untuk masyarakat Indonesia) antara lain Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad.

Menurut mereka, mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk mata uang tidak sah, kecuali dengan mekanisme mewakilkan untuk membeli bahan makanan.

Jadi, pada saat memberikan uang kepada amil, tujuannya adalah mewakilkam kepada amil untuk membeli bahan makanan lalu disalurkan kepada mustahiq.

Alasan pendapat ini adalah hadist di atas yang menyebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. memerintahkan mengeluarkan zakat dalam bentuk bahan makanan.

Zakat Fitrah dengan Uang Bisa Lebih Masalahat


Bahkan ada pendapat, kemaslahatan membayar zakat dalam bentuk uang pada saat ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dipungkiri. Kebutuhan mustahik sangat beragam. Tidak hanya sebatas bahan makanan pokok.

Kadangkala memberikan bahan pokok (beras) kepada fakir-miskin, justru merugikan. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan yang lain, ia harus menjual lagi harta zakat yang ia terima dengan harga di bawah standar.

Menurut Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, alasan Rasulullah Saw pada waktu itu, memerintahkan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok, karena kala itu, tidak semua orang memiliki dinar atau dirham. Akses mereka terhadap bahan pokok lebih mudah.

Dengan begitu, apabila beliau saw memerintahkan zakat dalam bentuk uang tentu akan membebani umat muslim. Maka, beliau saw memerintahkan zakat dalam bentuk bahan makanan pokok. Berbeda halnya saat ini, situasi telah berubah. Seseorang lebih mudah mendapatkan uang daripada bahan makanan pokok.

Demikian ulasan ringkas tentang Hukum Zakat Fitrah dengan Uang. Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Baca Juga:
  1. Di Mana Sebaiknya Membayar Zakat Fitrah?
  2. Bayi Baru Lahir Wajib Zakat Fitrah Juga?
Links

Friday, June 24, 2016

Koleksi Desain Ucapan Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Koleksi Desain Ucapan Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran. 

MENGUCAPKAN Selamat Idul Fitri atau Selamat Lebaran bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dengan bertemu langsung, telepon, SMS, WhatsApp, Email, hingga status update media sosial.

Agar menarik, ucapan selamat idul fitri sebaiknya berupa desain gambar atau grafis. Berikut ini koleksi Desain Ucapan Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran yang bisa ditemukan di Google.

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Selamat Idul Fitri - Kartu Lebaran

Desain Selamat Idul Fitri atau Kartu Lebaran di atas dapat diedit kembali, juga dicetak, atau jadi gambar profil di media sosial selama lebaran. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Baca Juga:
  1. Ucapan Selamat Idul Fitri sesuai Sunnah
  2. Hukum Mengucapkan Selamat Idul Fitri

Thursday, June 23, 2016

Shalat Witir, Apakah Harus Sekaligus 3 Rokaat atau Boleh 2 Rakaat + 1 Rakaat?

Shalat Witir
Shalat Witir, Apakah Harus 3 Rokaat Sekaligus atau Boleh 2 Rakaat + 1 Rakaat?

TANYA:
Tata cara shalat witir 3 rakaat yang saya lakukan adalah 2 rakaat satu salam lalu 1 rakaat dan salam, apakah itu benar? Ada juga yang menyebutkan 3 rakaat disekaliguskan itu tidak boleh, ada juga yang membolehkan, yang mana yang benar?

JAWAB:  Dari berbagai hadits dapat disimpulkan, Nabi Muhammad Saw mencontohkan, shalat witir itu dilakukan sekaligus, satu rakaat atau tiga rokaat. Jika tiga rokaat, tidak "dicicil" dua rokaat dulu, salam, lalu shalat lagi satu rokaat.

Yang jelas, witir adalah shalat sunat dengan jumlah rokaat ganjil, bisa satu rakaat saja, bisa juga tiga rokaat sekali salam.

Berikut ini sejumlah hadits tentang shalat malam Rasulullah Saw, termasuk shalat witir, sebagaimana terdapat dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan Fiqh Sunnah.

Zaid bin Kholid Al Juhani mengatakan, "Aku pernah memperhatikan shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Beliau pun melaksanakan 2 rakaat ringan. Kemudian setelah itu beliau laksanakan 2 rakaat yang panjang-panjang. Kemudian beliau lakukan shalat 2 rakaat yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2 rakaat lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Beliau pun lakukan shalat 2 rakaat yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2 rakaat lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Lalu terakhir beliau berwitir (shalat witir satu rokaat) sehingga jadilah beliau laksanakan shalat malam ketika itu 13 rakaat.” (HR. Muslim)

Dalam hadits di atas, berarti Nabi Saw melaksanakan witir dengan satu rakaat.

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw tentang shalat malam. Maka Rasulullah Saw bersabda:

صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى


“Shalat malam (tahajud) itu dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu shubuh, hendaklah dia shalat satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalat yang telah dilaksanakan sebelumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

"Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang witir, dia menjawab; Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Satu rakaat dari akhir (shalat) malam."dan saya bertanya kepada Ibnu Umar maka beliau menjawab; Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Satu rakaat dari akhir (shalat) malam." (HR Muslim).

Dari Aisyah, ia berkata:

يُصَلِّى فِى الْحُجْرَةِ وَأَنَا فِى الْبَيْتِ فَيَفْصِلُ بَيْنَ الشَّفْعِ وَالْوِتْرِ بِتَسْلِيمٍ يُسْمِعُنَاهُ


“Rasulullah Saw shalat di dalam kamar ketika saya berada di rumah dan beliau memisahkan antara rakaat yang genap dengan yang witir (ganjil) dengan salam yang beliau perdengarkan kepada kami.” (HR. Ahmad).

Dari ‘Aisyah, ia berkata,

 كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُوتِرُ بِثَلاَثٍ لاَ يَقْعُدُ إِلاَّ فِى آخِرِهِنَّ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berwitir tiga raka’at sekaligus, beliau tidak duduk (tasyahud) kecuali pada raka’at terakhir.” (HR. Al-Baihaqi).

Dari Abu Ayyub Al Anshori, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang suka mengerjakan sholat witir tiga rakaat, maka lakukanlah.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai).

Demikian tata cara shalat witir sebagaimana dijelaskan dalam hadits. Wallahu A'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Wednesday, June 22, 2016

Tips Meraih Malam Lailatul Qodar

Lailatul Qodar
Lailatul Qadar adalah Malam Penuh Keberkahan dan Kemuliaan. Bagaimana cara meraih malam Lailatul Qodar?

LAILATUL Qodar adalah sebutan bagi suatu malam penuh keberkahan dan kemuliaan yang hanya terjadi di bulan Ramadhan.

Orang yang mengalami atau mendapatkan malam Lailatul Qodar, dijamin oleh Allah SWT akan mendapatkan ampunan segala dosa dan hidupnya berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Apa sebenarnya Malam Lailatul Qodar? Kapan terjadinya Lailatul Qadar? Bagaimana cara mendapatkannya?



Pengertian Lailatul Qodar

Secara harfiyah ‘Lailatul Qodar’ artinya “malam ukuran” atau ”malam penetapan”. Secara istilah, para ulama memaknai Lailatul Qodar dengan sebutan "malam yang agung" atau "malam yang mulia".

Ada juga pendapat, Lailatul Qodar artinya ”Malam Penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia”.

Keberadaan Lailatul Qodar ditegaskan dalam Al-Quran.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Diturunkannya Al-Quran pada malam itu (QS. Al-Qodar:1-5) dipahami sebagai ”penetapan jalan hidup manusia”, yakni jalan hidup manusia harus sesuai dengan panduan Al-Quran.

Pada malam itu, para malaikat --termasuk “ruh” (Jibril)-- turun ke bumi untuk menghampiri dan mengucapkan salam kepada hamba-hamba Allah yang sedang Qiyamul Lail atau melakukan dzikir. Pada malam itu, pintu-pintu langit dibuka, Allah menerima tobat para hamba-Nya (HR. Abdullah bin Abbas).

Menurut Anas bin Malik, yang dimaksud dengan keutamaan Lailatul Qodar adalah ibadah seperti shalat, tilawah Al-Qur'an, dzikir, dan amal sosial (seperti zakat, infak, sedekah) yang dilakukan pada malam itu lebih baik dibandingkan amal serupa yang dilakukan selama seribu bulan.

Orang yang menghidupkan malam Lailatul Qodar dengan banyak ibadah dan mendapatkan, maka akan diampuni semua dosanya.

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang menghidupkan lailatul qadar dengan shalat malam atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari & Muslim).

Kapan Waktu Lailatul Qodar?

Yang menariknya, Allah dan Rasulnya tidak menentukan tanggal atau kapan persisnya malam kemuliaan itu tiba. Para ulama berbeda pendapat tentang kapan persis terjadinya Lailatul Qodar karena beragamnya informasi hadits Rasulullah serta pemahaman para sahabat:
  1. Malam ke-27 (HR. Iman Ahmad, Thabroni, dan Baihaqi).
  2. Malam 17 Ramadhan, malam diturunkannya Al-Quran (Nuzulul Quran).
  3. Malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan (HR. Bukhori, Muslim, dan Baihaqi).
  4. Malam tanggal 21 Ramadhan
  5. Malam tanggal 23 Ramadhan.
  6. Pada tujuh malam terakhir (HR Bukhari dan Muslim).

Sebagai pegangan, kita bisa menarik kesimpulan, Lailatul Qodar terjadi pada malam ganjil dalam 10 terakhir bulan Ramadhan. Dengan demikian, “perburuan” malam itu bisa dilakukan mulai malam ke-21 hingga ke-29 Ramadhan, utamanya dengan i’tikaf di masjid.

Tanda-Tanda Lailatul Qodar

Tanda-tanda Lailatul Qodar itu antara lain suasana malam itu terasa jernih, terang, tenang, cuaca sejuk, tidak terasa panas, tidak juga dingin. Pada pagi harinya matahari terbit dengan jernih, terang-benderang, tanpa tertutup awan (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Tanda yang paling jelas tentang kehadiran Lailatul Qodar bagi seseorang adalah kedamaian dan ketenangan batinnya sehingga benar-benar menikmati kedekatan dengan Allah melalui ibadah pada malam itu.

Demi menggapai Lailatul Qodar, umat Islam diizinkan untuk hidup seperti pertapa, yakni i’tikaf, mengurung diri di dalam masjid, menyibukkan diri dengan sholat, dzikir, doa, dan pengkajian Al-Quran dan As-Sunnah, juga menggali hikmah di balik segala fenomena kehidupan, serta menjauhi segala urusan duniawi.

Tanda Penemu Lailatul Qodar: Berubah Lebih Baik

Orang yang menemui Lailatul Qodar akan berubah kehidupannya menjadi jauh lebih baik dan mulia. Para malaikat yang ”menemu jiwanya” malam itu, akan tetap hadir memberikan bimbingan dalam hidupnya hingga akhir hayat.

Dengan kehadiran “semangat kebaikan” yang ditanamkan atau dibisikkan malaikat itu, bisikan nafsu dan setan akan terpinggirkan, takkan mampu mengalahkan pengaruh bisikan kebaikan malaikat.

Pandangan demikian mendapatkan “pembenaran sejarah”. Lailatul Qodar yang ditemui Muhammad Saw pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang kondisi diri sendiri dan masyarakat.

Dalam kesucian dirinya, turunlah “Ar-Ruh” (Malaikat Jibril) membawa wahyu sehingga terjadilah perubahan total hidup Muhammad sekaligus mengubah peradaban dunia.

Risalah Islam memberikan panduan, untuk meraih malam Lailatul Qodar itu, kita dianjurkan I'tikaf di masjid, berdiam diri untuk fokus dan khusus beribadah kepada Allah SWT, dengan dzikir, doa, baca Quran, dan mendalami ajaran Islam.

Semoga kita mampu meraih Lailatul Qodar agar mendapatkan keberkahan, kemuliaan, dan perubahan dalam hidup kita supaya lebih baik. Amin Ya Rabbal 'Alamin....! (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Monday, June 20, 2016

Di Surga Pria Bersama Bidadari, Kalau Wanita Bersama Siapa?

muslimah
Di Surga Pria Bersama Bidadari, Kalau Wanita Bersama Siapa?

TANYA: Pria yang masuk surga akan mendapatkan bidadari. Bagaimana dengan kaum wanita? Apakah wanita Muslimah yang masuk surga akan berpasangan dengan “bidadara”? Mohon pencerahannya. (Siti)

JAWAB: Berbagai keterangan menyebutkan kaum wanita yang masuk surga akan mendapatkan pasangan juga, yaitu suaminya sendiri (bagi yang sudah menikah di dunia dan suaminya ahli surga juga) dan yang belum memiliki suami di dunia akan dinikahkan oleh Allah denga pria ahli surga juga.

Wanita yang belum sempat menikah di dunia, maka Allah SWT akan menikahkannya di surga dengan seorang pria dari penduduk dunia, sebagaimana sabda Nabi Saw:

“Di surga tidaklah ada orang yang membujang (tidak memiliki pasangan)” (HR. Muslim).

Syeikh Ibn ‘Utsaimin berkata: “Bila seseorang belum menikah, yaitu seorang wanita di dunia ini, maka sesungguhnya Allah SWT akan menikahkan dengan pria yang ia sukai di surga. Kenikmatan surga tidak hanya khusus untuk kaum pria, akan tetapi wanita. Termasuk bentuk kenikmatan (surga) adalah perkawinan.”(Al-Majmu’ al-Tsamin).

Masih menurut Syeikh Ibnu‘Utsaimin, wanita yang belum menikah atau suaminya tidak termasuk ahli surga, maka sesungguhnya bila ia masuk surga, di sana akan ada pria ahli surga yang akan memperisterinya.

Pria ahli surga lebih afdhal (utama) dari bidadari. Pria yang paling baik ada di antara pria ahli surga. Bila seorang wanita di dunia mempunyai dua suami atau lebih, ia diberi pilihan untuk memilih di antara keduanya dan ia akan memilih yang paling baik (Fatawa wa Durusul Haramil Makki/Fatwa-Fatwa Kontemporer Ulama Ahlussunnah).

Dalam hadits riwayat Thabrany, Ummu Salamah bertanya kepada Nabi Saw, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”

Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu ia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.” (HR. Thabrany).

Demikianlah Allah SWT akan memberikan imbalan bagi pria dan wanita yang beriman dan beramal saleh.  

”Dan barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS. An-Nahl: 97). Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Friday, June 10, 2016

Keluar Air Madzi Apakah Membatalkan Puasa?

puasa ramadhan
Keluar Air Madzi Apakah Membatalkan Puasa?

TANYA: Asswrb, apakah keluar air madzi karena berpikiran jorok membatalkan puasa Ramadhan? Mohon penjelasannya, wassalam. 02295056XXX

JAWAB: Ada perbedaan pendapat tentang apakah madzi membatalkan puasa atau tidak. Madzi adalah cairan yang keluar karena syahwat dan bukan mani.

Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat yang mengatakan bahwa keluarnya madzi tidak membatalkan puasa karena tidak ada dalil yang shahih dan jelas yang menunjukkan batalnya puasa karena keluar madzi.

Pendapat itulah yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah dan dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin dalam kitab “Asy syarhul mumti”.

Namun demikian, saat berpuasa, jauhilah berpikiran jorok atau mengikuti syahwat. Bukankah justru berpuasa melatih pengendalian hawa nafsu? Wallahu a’lam.*

Tuesday, May 31, 2016

Apakah Menelan Ludah (Air Liur) Batalkan Puasa?

puasa ramadhan
TANYA: Apakah Menelan Ludah atau Air Liur membatalkan Puasa? Banyak orang meludah terus saat puasa Ramadhan karena takut batal kalau ditelan.

JAWAB: Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menjelaskan, menelan air ludah termasuk hal-hal yang dibolehkan ketika puasa.

"Demikian pula, dibolehkan untuk menelan benda-benda yang tidak mungkin bisa dihindari. Seperti menelan ludah, debu-debu jalanan, taburan tepung, atau dedak…” (Fiqh Sunnah, 1:342).

Hal senada ditemukan dalam kumpulan Fatwa Ulama Arab Saudi, Fatwa Lajnah Daimah. Menelan ludah tiadk membatalkan puasa.

"Menelan ludah tidak membatalkan puasa, meskipun banyak atau sering dilakukan ketika di masjid dan tempat-tempat lainnya. Akan tetapi, jika berupa dahak yang kental maka sebaiknya tidak ditelan, tetapi diludahkan/dibuang" (Fatwa Lajnah Daimah, volume 10, hlm. 270)

Ustadz Subki Al-Bugury turut menegaskan, menelan air ludah tidak membatalkan puasa. Pasalnya, kegiatan itu dikategorikan sebagai kebiasaan manusia.

Fatwa ulama memperkuat pernyataan Ustaz Subki. Menelan air liur yang wajar, tidak membatalkan puasa. Kecuali,  "Bila seseorang sengaja mengumpulkan air ludah dan menelannya, maka puasanya batal," ujar Ustaz Subki dikutip Liputan6.

Demikian hukum menelan air ludah saat berpuasa, yakni tidak membatalkan puasa, karena air liur merupakan hal tak bisa dihindari dan keluar dari mulut sendiri. Wallahu a'lam bish-showabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Baca Juga: Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Wednesday, May 18, 2016

Bacaan Ruku’ dalam Shalat yang Benar

Bacaan Ruku’ dalam Shalat
Bacaan Ruku’ dalam Shalat yang Benar

TANYA: Assalamu'alaikum! Bacaan ketika ruku' dalam shalat yang benar apa ya?

Ada imam yang ruku' dan sujudnya lama banget, makmum jadi gak khusyu' karena merasa heran bacaannya apa.

JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.  Memnaca doa atau bacaan tertentu selama ruku' selama shalat hukumnya sunat. Boleh baca, boleh juga diam saja, asalkan diamnya (thuma'ninah) minimal selama durasi bacaan tasbih "Subhanallah" dengan pelan (tidak cepat).

Menurut Fiqh Sunnah karya Sayid Sabiq dan Pedoman Sholat karya Hasbi Ash-Shiddiqiy, dalam ruku’, Rasulullah SAW membaca bacaan yang beragam, antara lain:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيْمِ


”Subhana rabbiyal’adhim” (3x, terkadang lebih). Artinya: Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah).

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ

”Subhana rabbiyal’adhimi wabihamdih” (3x), “Mahasuci dan Mahaagung Allah, segala puji bagiNya”. (HR Abu Daud, Daruquthni, Ahmad, dan Thabrani).

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

”Subhanaka Allahumma wabihamdika allahummagh firli”. “Mahasuci Engkau wahai Tuhan dan dengan memuji-Mu ampunilah aku.

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

“Subbuuhun qudduusur Robbul malaaikati warruuh”.Maha Suci dan Pemberi Berkat, Tuhan Malaikat dan Ruh” (HR. Muslim dan Abu ‘Uwanah).


Soal ruku' imam sholat yang lama banget, kemungkinan ia membaca salah satu bacaan ruku' di atas secara pelan sekali. Namun, imam yang baik akan meringankan shalatnya (memendekkan bacaan) karena makmum itu beragam.  


إِذَا صَلَّـى أَحَدُكُمْ لِلنَّـاسِ فَلْيُخَفِّفْ، فَإِنَّ فِيْهِمُ الضَّعِيْفَ وَالسَّقِيْمَ وَالْكَبِيْرَ، فَإِذَا صَلَّى لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ.

"Jika salah seorang di antara kalian mengimami orang-orang, maka hendaklah ia meringankannya. Karena di antara mereka ada yang lemah, sakit, dan orang tua. Namun, jika dia shalat sendirian, maka dia boleh memperpanjang sesuka hatinya" (HR Muttafaq 'Alaih dari Abu Hurairah). Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Wednesday, May 11, 2016

Lesbian Bersuami dan Selingkuh, Bagaimana Hukumnya?

Lesbian Bersuami dan Selingkuh
Lesbian Bersuami dan Selingkuh, Bagaimana Hukumnya?

TANYA: Bagaimana hukumnya seorang lesbian walaupun dia udah bersuami, tetapi ia tetap melakukan hubungan sesama jenis. Trims. 081809626XXX

JAWAB: Dalam Islam, homoseksual (Liwath) –juga lesbianisme-- termasuk dosa besar. Dalam hukum Islam, pelaku lesbi dan homoseksual harus dihukum mati.

”Barangsiapa yang kalian temui melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/homoseks/lesbi) maka bunuhlah pelaku dan orang yang menjadi objeknya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).

Lesbian yang Anda ceritakan jelas melakukan zina. Sebagian ulama berpendapat, kalau istri berzina (atau suami berzina), maka nikahnya otomatis menjadi batal, suami-istri ini harus dipisahkan.

Ada juga yang menyatakan tidak otomatis batal, namun tetap memilih sebaiknya –bahkan wajib-- suami menceraikan istrinya yang telah terbukti berzina.

Tidak sepantasnya seorang suami mempertahankan istri yang telah mencederai kesetiaannya dengan berbuat selingkuh kemaksiatan besar seperti itu.

Syaikh Prof. Dr. Shalih Fauzan Al-Fauzan (anggota majelis ulama besar Arab Saudi dan Islamic Fiqh Academy Liga Muslim Dunia) memaparkan:

“Jika istri tidak lurus agamanya, sedangkan suami tak mampu memperbaikinya, maka dalam kondisi ini suami wajib menceraikan istrinya.” (Al-Mulakhas Al-Fiqhi).

Menurut Ibnu Taimiyah: “Jika istri berzina, maka suami tidak boleh tetap mempertahankannya dalam kondisi ini. Kalau tidak, ia menjadi dayyuuts (suami yang membiarkan maksiat terjadi di dalam rumah)”. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Sunday, April 17, 2016

Manfaat Wudhu - Membuat Sehat Lahir dan Batin

manfaat wudhu
Wudhu itu menyehatkan lahir dan batin, fisik dan jiwa. Wudhu membersihkan badan dan mendatangkan pahala.

WUDHU, wudlu, atau wudu adalah bersuci, yakni membersihan diri dengan membasuh anggota badan tertentu untuk menghilangkan hadats kecil. Wudhu termasuk salah satu syarat sah shalat. Setiap Muslim yang hendak shalat harus berwudhu.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mendirikan sholat, maka basuhlah mukakalian dan tangan kalian sampai dengan siku, sapulah kepala kalianm dan (basuhlah) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki, jika kalian junub, maka mandilah” (QS. Al-Maidah : 6).

Bahkan disebutkan dalam hadits Shahih Muslim, berwudhu itu bagian dari iman.

“Bersuci itu separuh dari iman, bacaan Alhamdulillah itu memenuhi timbangan (mizan), bacaan subhaanallah wal hamdu lillah pahalanya memenuhi ruang antara beberapa langit dan bumi, sholat adalah cahaya, sedekah adalah bukti keimanan, sabar adalah sinar dan Al-Qur’an adalah hujjah yang mendukungmu atau mengalahkanmu, setiap orang itu pergi lalu menjual dirinya. Maka ada orang yang memerdekakan dirinya dan ada yang membinasakan dirinya” (HR. Muslim).

Selain itu, wudhu juga merupakan salah satu cara meredakan amarah yang tengah memuncak.

“Marah itu bersumber dari setan. Setan itu diciptakan dari api, sedangkan api dapat dipadamkan dengan air. Oleh karena itu, bila salah seorang di antara kalian marah, maka hendaknya dia memadamkannya dengan wudhu” (HR. Ahmad)

Pahala Berwudhu
Sejumlah hadits menunjukkan bahwa wudhu mendatangkan pahala kebaikan.

“Apabila seseorang berwudhu dan dimulai dengan kumur-kumur, maka keluarlah semua dosa dari mulutnya. Apabila dia membersihkan hidung, maka keluarlah semua dosa dari hidungnya. Apabila dia membasuh muka, keluarlah semua dosa dari wajah dan kedua matanya. Apabila dia membasuh kedua tangan, maka keluarlah semua dosa dari kedua tangan itu hingga dari kuku-kuku jari tangannya. Apabila dia membasuh kepala, maka keluarlah dosa dari kepalanya hingga ke telinga. Dan apabila membasuh kedua kaki, maka keluarlah semua dosa dari kaki dan dari kuku-kuku jari kakinya. Kemudian, perjalanannya ke masjid dan sholat sunnah di dalamnya akan mendatangkan tambahan pahala untuk dirinya” (HR. Nasai).

SELAIN untuk memenuhi syarat sah shalat, kaum Muslim dianjurkan untuk berwudlu tidak hanya ketika hendak mendirikan sholat.
Setiap Muslim hendaknya berusaha untuk senantiasa "punya wudhu", yakni kondisi dalam keadaan sudah ambil air wudhu.

Bahkan ketika kita hendak makan pun, dianjurkan untuk mengambil air wudlu.

"Keberkahan makanan adalah dengan wudlu sebelum dan sesudahnya" (HR Abu Dawud).

Dari sisi kesehatan tubuh, ketika berwudlu, maka air akan membantu membuang kotoran-kotoran, sisa-sisa sel kulit mati tadi dan meminimalisir jumlah kuman pada permukaan kulit kita.
Jika seseorang selalu mandi atau membasuh anggota tubuhnya, maka akan memperbaiki dan melancarkan sistem peredaran darah, air yang mengandung elektrolit-elektrolit akan membuat pembuluh-pembuluh darah mengalami vasodilatasi (pelebaran) sehinggga memperlancar peredarannya.

Jadi, berwudlu tidak hanya beribadah, namun juga menjaga kesehatan kita. Rasulullah Saw bersabda: "Muka dan tangan kalian nanti di hari kiamat berkilauan bekas dari berwudlu" (H.R. Muslim). Wallahu a'lam. (Dari berbagai sumber, terutama Shahihain dan Bulughul Maram).*

Sunday, February 28, 2016

Amalan yang Membuka Pintu dan Melancarkan Rezeki

Amalan Pembuka Rezeki
Bekerja saja tidak cukup untuk mendapatkan rezeki. Rezeki harus dijemput dengan sejumlah amal kebaikan agar lancar.

ALLAH SWT menjanjikan semua makhluk-Nya akan mendapatkan rezeki. Bahkan, rezeki itu sudah ditentukan oleh-Nya ketika seorang manusia masih dalam kandungan ibunya.

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS Hûd [11]: 6).

“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS al-Ankabût [29] : 60)

Namun demikian, bukan berarti kita boleh tinggal diam menunggu rezeki “jatah” kita. Rezeki itu harus dijempit, diburu, atau dicari dengan bekerja, doa, ikhtiar, dan tawakal, plus sejumlah amal saleh untuk memperlancar datangnya rezeki tersebut.

Tidaklah manusia mendapat apa-apa kecuali apa yang telah dikerjakannya” (QS al-Najm [53]: 39).


Amalan Pembuka Rezeki

Berikut ini beberapa amalan pembuka rezeki, yakni adalah menolong kaum dhuafa, membantu memenuhi kebutuhan orang lain, gemar bersedekah, dan tawakal, selain bekerja. Jadi, bekerja saja tidak cukup. Rezeki harus dijemput dengan sejumlah amal kebaikan agar lancar.


1. Menolong Sesama

“Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rezeki melainkan kerana orang-orang lemah di kalangan kamu.” (HR. Bukhari).

“Siapa yang menunaikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan menunaikan hajatnya (kebutuhannya)” (HR. Muslim).


2. Gemar Sedekah

“Kunci rezeki hamba itu ditentang ‘Arasy yang dikirim oleh Allah Azza Wajalla kepada setiap hamba sekadar nafkahnya. Maka barangsiapa yang membanyakkan pemberian kepada orang lain (sedekah), niscaya Allah membanyakkan baginya dan siapa yang menyedikitkan (kikir, tidak suka berderma), niscaya Allah menyedikitkan baginya” (HR. Ad-Daruquthni dari Anas r.a.)


3. Tawakal

“Barang siapa bertawakal kepada Allah, nescaya Allah mencukupkan (keperluannya).” (QS. At-Thalaq: 3)

“Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki. Ia pagi hari dalam keadaan lapar dan petang hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab r.a.).

Demikian amalan pembuka rezeki. Semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk mengamalkannya. Amin...! Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Wednesday, February 17, 2016

Berharap Jadi Perempuan, Berdosakah?

pria perempuan
TANYA: Saya laki-laki, tapi saya kaya' perempuan, malah banyak sekali laki-laki yang suka sama saya. Saya berdoa semoga Alloh menjadikan saya perempuan,  apa itu nga’ boleh?

JAWAB:  Anda sudah ditakdirkan Allah SWT sebagai laki-laki, terimalah dengan ikhlas, karena itu yang terbaik yang Allah berikan kepada Anda.

Anda tidak boleh berdoa dan berharap jadi perempuan karena itu artinya Anda tidak ridha dan “menolak” takdir Allah Swt.

Islam mengharamkan seseorang berganti kelamin (operasi) untuk menjadi pria atau wanita karena itu “memberontak” dan menyalahi ketentuan Allah Swt.

Penampilan dan sikap Anda harus lebih “maskulin” agar pelan-pelan kemiripan Anda dengan perempuan itu menghilang. Yang Anda hadapi sekarang adalah ujian dari Allah yang akan menjadikan Anda lebih baik dan kuat. Insya Allah.

Dalam Islam ada yang disebut “takhannuts”, yaitu berlagak atau berpura-pura jadi khuntsa, atau dikenal dengan istilah banci, bencong, atau waria, padahal dari segi fisik dia punya organ kelamin yang jelas –umumnya jelas berkelamin laki-laki.

Orang yang melakukan “takhnnuts” ini dinilai Islam telah melakukan dosa besar karena berlaku menyimpang dengan menyerupai wanita.

Rasulullah Saw menegaskan, perempuan dilarang memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan. Di samping itu, beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki.

Termasuk di antaranya, ialah tentang bicaranya, geraknya, cara berjalannya, pakaiannya, dan sebagainya. Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan masyarakat, ialah karena sikap yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri.

Rasulullah SAW menegaskan, Allah melaknat laki-laki  yang menjadikan dirinya sebagai perempuan dan menyerupai perempuan; juga melaknat perempuan yang menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan menyerupai laki-laki (HR. Thabarani). Wallahu alam bis-shawab.*

Thursday, February 11, 2016

Rajin Sholat Tapi Percaya Azimat, Bagaimana Hukumnya?

Percaya Azimat
TANYA: Apa hukumnya orang yang rajin sholat tetapi masih percaya dengan azimat (jimat) hal-hal yang gaib (benda pusaka, batu aki, keris)?

Apakah orang yang ikut ngobrol masalah benda gaib tersebut juga berdosa/haram? Sedangkan saya pribadi tdak prcaya dengan benda2 gaib. Atas perhatian dan jawabannya saya ucapkan trimakasih. Wassalam.

JAWAB: Wa’alaikum salam wr wb. Seorang Muslim memang semestinya rajin shalat karena shalat merupakan kewajiban utama umat Islam. Sholat menjadi pembeda utama antara orang yang beragama Islam dan yang bukan Muslim.

Namun, jika seorang Muslim kemudian percaya pada hal-hal berbau tahayul dan khurafat seperti di atas, maka yang demikian shalatnya tidak berpengaruh bagi dirinya.

Ciri sholat yang benar itu antara lain membuat pelakunya meninggalkan hal munkar seperti percaya pada benda-benda yang Anda sebutkan. “Sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar” (QS. Al-Ankabut:45 ).

Semoga yang bersangkutan segera bertobat dan meninggalkan kepercayaan pada benda-benda tersebut.

Islam mengharuskan umatnya percaya pada hal ghaib, namun yang dimaksud ghaib yang harus diimani itu adalah Allah SWT, para malaikat, dan Hari Akhir.

Yang ikut ngobrol masalah benda tersebut tidak berdosa jika tidak percaya, malah berpahala jika obrolannya berisi mengingatkan yang percaya supaya meninggalkan keyakinannya itu.

Mempercayai sebuah benda memiliki kekuatan ghaib termasuk syirik –menyekutukan Allah SWT. Syirik merupakan dosa terbesar.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya." (QS. An Nisaa’ : 48, 116).

Benda keramat, pusaka, benda antik, atau benda apa pun yang dianggap/dipercaya punya “kekuatan ghaib” dalam istilah bahasa Arab disebut Tamimah. Ia dipercaya memiliki “kekuatan ghaib” yang dapat membantu menyelesaikan segala persoalan hidup, menyebuhkan, dan sebagainya, seperti keris, pedang, tombak, badik, batu mulia, batu kristal, besi kuning, jenglot (dipercaya sebagai tubuh orang sakti yang mati), dan sebagainya.

Hukum percaya Tamimah itu haram (tidak boleh, berdosa).

“Barangsiapa menggantungkan Tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa menggantungkan Wadaah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya. Disebutkan dalam riwayat lain: “Barangsiapa menggantungkan Tamimah, maka dia telah berbuat syirik” (HR. Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir).

"Nabi Saw melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan, maka beliau bertanya: Apakah ini? Orang itu menjawab: Penangkal sakit . Nabi pun bersabda: Lepaskan itu karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya” (HR. Imam Ahmad).

“Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu (sebagai Tamimah), niscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung kepada Tamimah itu”. (HR. Imam Ahmad dan Tirmizi).

Yang Mahakuasa memberikan kekuatan, keselamatan, bencana, dan sebagainya hanya Allah SWT.

"Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu" (QS. Al-An'am:17).

"Sesungguhnya mantera, azimat, dan guna-guna itu adalah perbuatan syirik" (HR. Ibnu Hibban).

Dalam sebuah Atsar diriwayatkan, suatu ketika Abdullah bin Mas'ud melihat di leher istrinya ada kalung bermantera, lalu ia bertanya, apakah ini? Istrinya menjawab: kalung yang dimanterai untuk melindungi dari racun.

Abdullah menarik kalung tersebut, lalu memotong-motong dan membuangnya, lalu berkata: "Keluarga Abdullah telah terbebas dari kemusyrikan. Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya mantera, azimat dan guna-guna adalah syirik…" (HR. Ibnu Majah, Abu Daud, dan Hakim). Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Monday, February 1, 2016

Pengertian dan Tujuan Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw

Pengertian Shawalat
Pengertian Shawalat (Sholawat)
Secara bahasa shalawat adalah bentuk jamak dari kata shalla atau shalat yang berarti doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah.

Secara istilah shalawat adalah doa untuk Rasulullah Saw sebagai bukti rasa cinta dan hormat kita kepadanya.

Ucapan sholawat terpopuler adalah Alloohumma sholli ‘ala Muhammad wa’ala aali Muhammad --artinya: semoga Allah melimpahkan rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya.
 
Shalawat terhadap Nabi Muhammad Saw memiliki kedudukan yang tinggi di dalam hati setiap muslim. Menyapa Nabi Saw dengan shalawat bahkan juga dilakukan Allah SWT dan para malaikat-Nya.

“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah dengan penuh penghormatan.” (QS. Al-Ahzab:56).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, maksud ayat tersebut, Allah SWT mengabarkan kepada para hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan Nabi-Nya di sisi-Nya dan di sisi para makhluk yang tinggi (malaikat).

Allah memuji Nabi Muhammad Saw di hadapan para malaikat dan para malaikat pun bershalawat kepadanya. Lalu Allah memerintahkan penduduk bumi untuk bershalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi Saw supaya terkumpul pujian terhadap beliau dari peghuni dua alam, alam atas (langit) dan alam bawah (bumi) secara bersama-sama.

 

Keutamaan dan Tujuan Shalawat

Banyak sekali hadits yang menjelaskan tentang keutamaan bershalawat kepada Nabi Saw, di antaranya sama-sama mendapatkan keselamatan seperti Nabi Saw dan mendapatkan Syafaat (pertolongan) pada Hari Kiamat.

”Siapa saja yang bershalawat kepadaku satu shalawat, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh” (HR. Muslim).

”Siapa saja yang bershalawat kepadaku satu shalawat, Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh shalawat dan dihilangkan darinya sepuluh kesalahan dan dinaikkan untuknya sepuluh serajat.” (HR. An-Nasai).

”Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di muka bumi, untuk menyampaikan kepadaku salam dari umatku.” (HR. Nasai).

Dari Abu Darda r.a., Rasulullah Saw bersabda: ”Siapa saja yang bershalawat kepadaku 10 kali waktu pagi dan sore, maka dia akan mendapatkan syafa’atku pada Hari Kiamat.” (Hadis Hasan, Shahih Al-Jami’ Al-Albani).

“Terhinalah seseorang yang namaku disebut di sisinya, tetapi dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi).

“Orang yang bakhil (kikir/pelit) adalah orang yang apabila namaku disebut di sisinya, dia tidak bershalawat kepadaku” (HR. Tirmidzi).

Shalawat kepada Nabi Saw juga cermin iman, penghormatan, dan kecintaan kepada beliau, sekaligus dzikir kepada Allah SWT. Alloohumma sholli ‘ala Muhammad wa’ala aali Muhammad. *

Friday, January 8, 2016

Jenis-Jenis Rezeki: Rizqi Bukan Cuma Harta

rezeki
Jenis-Jenis Rezeki Bukan Cuma Harta. Kesehatan dan Ketenangan Batin Juga Rezeki.
 
KITA bekerja dan berdoa memohon rezeki (rizki, rejeki, rizqi).  Rezeki identik dengan materi atau harta. Padahal, rezeki bukan hanya berupa uang atau harta benda, namun juga ilmu, wawasan, keterampilan, kecerdasan otak, kefasihan bicara, dan kesehatan.

Udara (oksigen) yang kita hirup, kebutuhan air, cahaya matahari, hasil hutan, hasil bumi/tambang, atau apa pun yang dapat diambil manfaatnya adalah rezeki.  

"Rezeki adalah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya,” tegas ulama kenamaan dari Mesir, Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi.

Itulah sebabnya, balasan Allah SWTatas sedekah uang yang dilakukan orang tidak harus berupa uang juga. Bisa jadi balasan itu berupa terhindarnya seseorang dari penyakit atau mara bahaya, atau perasaan tentram di dalam jiwa, atau kehidupan yang penuh dengan keberkahan dan kemanfaatan, dan lain-lain.

Hakikatnya yang disebut rezeki adalah sesuatu yang sudah kita rasakan manfaatnya atau sudah dipergunakan. Makanan yang ada di kulkas belum tentu rezeki kita, sebelum kita memakannya. Demikian pula minuman sebelum kita minum dan pakaian sebelum kita kenakan.

Uang yang ada di saku, dompet, atau rekening kita juga belum tentu rezeki kita, karena bisa saja hilang atau kita meninggal dunia sehingga uang itu berpindah kepemilikan, misalnya kepada ahli waris atau orang lain.

Uang baru disebut rezeki kita jika sudah dibelanjakan dan belanjaan itu sudah kita nikmati. Ia juga baru bisa disebut rezeki jika sudah kita belanjakan di jalan Allah dengan zakat, infak, dan sedekah. 

Infak di jalan Allah termasuk Amal Jariyah berarti menjadikan uang itu sebagai ”rezeki dunia-akhirat” karena pahalanya terus mengalir hingga ke alam akhirat.

Yang pasti, Allah SWT menjamin ada rezeki bagi setiap makhluk-Nya (QS. 11:6). Tugas kita adalah ikhtiar, doa, dan tawakal untuk menjemput rezeki itu.

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu" (QS. At-Thalaq:2-3).  Wallahu a’lam bish-shawabi.*