Hari Jumat adalah Sayyidul Ayyam (penghulu segala hari). Jika kita berdoa di hari itu, niscaya dikabulkan dan menjadi kebaikan di akhirat.
HARI Jumat adalah hari raya mingguan kaum Muslim. Agama Islam diagungkan oleh Allah SWT karena hari Jumat dan dikhususkan-Nya kaum Muslimin dengan hari Jumat ini.
Berikut ini sejumlah keutamaan hari Jumat yang dijuluki pula Jumat Penuh Berkah (Jumat Mubarak):
1. SHALAT JUMAT
"Apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli…” (QS. Al-Jumu’ah 62: 9)
Demikian hal-nya pada hari Jumat tidak diperkenankan mengurusi urusan duniawi (yang berlebihan) dan tiap-tiap perbuatan yang menghalangi dari berangkat menunaikan shalat Jumat.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT mewajibkan atas kalian shalat Jumat pada hariku ini dan pada tempatku ini.” (HR Ibnu Majah)
Beliau SAW juga bersabda,” Barangsiapa yang meninggalkan (shalat) Jumat tiga kali tanpa ‘udzur niscaya dicapkan oleh Allah pada qalbunya.” (HR. Ahmad)
Dalam riwayat yang lain, “…Sungguh, ia (muslim yang meninggalkan shalat Jumat tanpa ‘udzur) telah melemparkan Islam ke belakangnya.” (HR. Al-Baihaqi)
Suatu saat seorang laki-laki datang kepada Ibn ‘Abbas ra. menanyakan tentang orang mati yang tidak pernah menunaikan shalat Jumat dan shalat berjamaah.
Jawab beliau,” Di dalam neraka !” Maka orang tersebut bolak-balik datang kepada Ibn ‘Abbas sebulan lamanya menanyakan persoalan yang sama, tetapi Ibn ‘Abbas tetap menjawab, “Di dalam neraka !”
2. HARI RAYA UMAT ISLAM
Pada sebuah hadist (yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori) dikemukakan bahwa Ahli Kitab pernah dikaruniai hari Jumat. Tapi kemudian mereka berselisih sehingga berpaling dari hari Jumat itu. Lalu kita pun diberi petunjuk oleh Allah SWT untuk menerima Allah beri petunjuk untuk menerima hari Jumat. Hari itu dikemudiankan oleh Allah dalam memberikan-Nya kepada umat Islam ini dan dijadikan sebagai hari Raya bagi umat Islam. Karena itu umat Islam menjadi umat yang lebih diutamakan dan didahulukan, sedangkan Ahli Kitab menjadi pengikut mereka.
3. WAKTU DOA MUSTAJAB
Pada hadist yang diriwayatkan Anas ra., Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Datang kepadaku Jibril as. dan pada tangannya terdapat sebuah cermin putih, seraya berkata, ‘Inilah Jumat, yang diwajibkan atasmu oleh Tuhanmu untuk menjadikannya hari raya bagimu dan umat sesudahmu.’ Lalu aku bertanya,”Terdapat apakah di dalamnya bagi kami?”
Jibril pun menjawab,“Kalian mempunyai waktu yang diutamakan. Barangsiapa berdoa padanya kebajikan, niscaya Allahmenganugrahi kebajikan padanya, atau jika dia tidak memperoleh kebahagiaan, niscaya kebahagiaan itu diberikanbahkan yang lebih besar. Atau jika ia berlindung dari kejahatan, niscaya Allah akan melindungi dengan perlindungan yang lebih besar daripada kejahatan tersebut.
Hari Jumat adalah sayyidul ayyam(penghulu segala hari), jika Kita bermohon pada Allah di hari itu, niscaya di akhirat akan menjadi hari kelebihan.”
Lalu aku bertanya, “Mengapa demikian?”
Jibril as. menjawab,“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjadikan dalam surga sebuah lembah yang luas dari kesturi putih. Maka apabila datang hari Jumat, niscaya turunlah Dia dari surga yang tinggi di atas Kursy-Nya. Lalu jelaslah Dia kepada bagi mereka, sehingga para penghuni surga memandang kepada Wajah-Nya. (HR Anas)
4. HARI TERBAIK & BERSEJARAH
Rasulullah SAW bersabda:
"Sebaik-baik hari yang terbit padanya matahari ialah hari Jumat. Pada hari Jumat, dijadikan Adam as. Pada hari jumat pula Adam as. dimasukkan ke dalam surga, diturnkan ke bumi, diterima taubatnya, adam as. meninggal dan pada hari Jumat itu berdirinya qiamat. Adalah hari Jumat itu pada sisi Allah SWt merupakan hari keutamaan. Begitulah hari Jumat dinamakan oleh ara malaikat di langit, yaitu: hari memandang ke Allah Ta’ala dalam di surga.
Pada hadist yang lain, disebutkan bahwa pada tiap-tiap hari Jumat, Allah ‘Azza wa Jalla mempunyai enam ratus ribu orang yang dimerdekakan dari api neraka.
Dalam hadist lainnya yang diriwayatkan oleh Anas ra. bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila selamatlah (amal seseorang) di hari Jumat, maka selamatlah (amal) di hari-hari lainnya.”
Bersabda Rasulullah SAW: ” Bahwa neraka jahim itu menggelegak pada setiap hari sebelum tergelincir matahari pada tengah hari di puncak langit. Maka janganlah kamu mengerjakan shalat pada saat itu, kecuali hari Jumat. Maka hari Jumat itu, adalah shalat seluruhnya dan neraka Jahanam tiada menggelegak padanya.”
Berkata Ka’ab ra.,” Bahwa Alah ‘Azza wa Jalla melebihkan Mekah dari segala negri, Ramadhan dari segala bulan, Jumat dari segala hari dan Lailatul Qadar dari segala malam. Dan dikatakan bahwa burung dan hewan yang berjumpa satu sama lain pada hari Jumat mengucapkan: ’Selamat…selamat …hari yang baik.’”
Rasulullah SAW juga bersabda,” Barangsiapa yang meninggal pada hari Jumat atau malamnya, niscaya dituliskan oleh Allah SWT baginya pahala syahid dan terpelihara dari fitnah kubur.”
Semoga keutamaan hari Jumat memotivasi kita untuk lebih banyak beribadah dan berbuat kebaikan. Amin...! Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*
Sumber: Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali
Thursday, June 25, 2015
Wednesday, June 24, 2015
Hukum Lewat di Depan Orang Sedang Sholat
TANYA: Bagaimana hukumnya lewat di depan orang yang sedang sholat?
JAWAB: Lewat di depan orang yang sedang sholat hukumnya tidak boleh (haram). Batasnya adalah tempat sujud. Mudahnya, seukuran sajadah, meskipun untuk kehati-hatian tetap harus dihindari.
Cukup banyak hadits yang menunjukkan larangan lewat di depan orang yang sedang shalat.
"Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat mengetahui tentang dosanya, maka pastilah menunggu selama 40 lebih baginya dari pada lewat di depannya” (HR Bukhari dan Muslim).
Salah saeorang perawi hadits, Abu An-Nadhr, berkata, “Aku tidak tahu apakah maksudnya 40 hari, 40 bulan atau 40 tahun.
"Tolaklah orang yang ingin lewat di hadapan kalian semampu kalian, karena dia (yang memaksa untuk lewat di depan orang shalat) adalah setan.” (HR. Abu Daud).
"Janganlah kalian shalat kecuali menghadap sutrah (pembatas) dan jangan perbolehkan seseorang lewat di depanmu” (HR. Muslim).
“Apabila kalian sholat makagunakan ke sutrah (pembatas) dan hendaklah mendekat dan jangan membiarkan seseorang lewat di tengahnya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).
"Jika salah seorang di antara kalian sholat, hendaklah menghadap sutrah dan hendaklah mendekat padanya dan jangan biarkan seorang pun lewat antara dia dengan sutrah. Jika ada seseorang lewat (di depannya) maka perangilah karena dia adalah syaitan." (HR. Ibnu Abi Yaibah, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi).
Dalam riwayat lain: "(Karena) sesungguhnya setan lewat antara dia dengan sutrah."
"Rasulullah SAW berdiri di dekat tabir. Jarak antara beliau dengan tabir itu ada tiga hasta”. (HR. Bukhari dan Ahmad). [Catatan: satu hasta = jarak antara siku sampai ujung jari, sekitar setengah meter, tepatnya 45,2 cm = 0,452 m].
"Apabila salah seorang di antara kamu sholat menghadap tabir, maka hendaklah ia mendekatkan dirinya kepada tabir itu, sehingga setan tidak memutuskan dia dari sholatnya" (HR. Abu Daud & Al-Hakim).
Agar tidak ada orang lewat di depan kita ketika sedang sholat, misalnya di masjid, sebaiknya tidak shalat di jalanan yang kemungkinan dilewati orang, atau pasanglah pembatas dengan meletakkan –misalnya-- sajadah, buku, tas, pensil, atau apa pun.
Dengan demikian, orang-orang akan tahu bahwa mereka tidak boleh berjalan di antara yang sedang shalat dengan pembatas tersebut.
Di masjid, jika sholat sendirian, misalnya shalat sunah, dekati tiang atau tembok, atau tempat yang sekiranya bebas dilewati jamaah lain.
Jika tidak ada pembatas, maka jarang yang dibolehkan lewat adalah tiga hasta –sekitar 1,5 meter. Wallahu a’lam bish-shawabi.
Ketika Mau Sujud, Lutut atau Tangan Dulu?
Dahulukan lutut dulu yang menyentuh tempat sujud, bukan tangan dulu. Demikian disabdakan Nabi Saw dari Abu Hurairah. ”Jika salah seorang dari kamu sujud, maka janganlah di turun (ke sujud) sebagaimana turunnya onta…” (HR. Abu Daud).
Sifat turunnya onta mulai dari bagian anggota badan yang depan, kemudian yang belakang. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*
JAWAB: Lewat di depan orang yang sedang sholat hukumnya tidak boleh (haram). Batasnya adalah tempat sujud. Mudahnya, seukuran sajadah, meskipun untuk kehati-hatian tetap harus dihindari.
Cukup banyak hadits yang menunjukkan larangan lewat di depan orang yang sedang shalat.
"Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat mengetahui tentang dosanya, maka pastilah menunggu selama 40 lebih baginya dari pada lewat di depannya” (HR Bukhari dan Muslim).
Salah saeorang perawi hadits, Abu An-Nadhr, berkata, “Aku tidak tahu apakah maksudnya 40 hari, 40 bulan atau 40 tahun.
"Tolaklah orang yang ingin lewat di hadapan kalian semampu kalian, karena dia (yang memaksa untuk lewat di depan orang shalat) adalah setan.” (HR. Abu Daud).
"Janganlah kalian shalat kecuali menghadap sutrah (pembatas) dan jangan perbolehkan seseorang lewat di depanmu” (HR. Muslim).
“Apabila kalian sholat makagunakan ke sutrah (pembatas) dan hendaklah mendekat dan jangan membiarkan seseorang lewat di tengahnya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).
"Jika salah seorang di antara kalian sholat, hendaklah menghadap sutrah dan hendaklah mendekat padanya dan jangan biarkan seorang pun lewat antara dia dengan sutrah. Jika ada seseorang lewat (di depannya) maka perangilah karena dia adalah syaitan." (HR. Ibnu Abi Yaibah, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi).
Dalam riwayat lain: "(Karena) sesungguhnya setan lewat antara dia dengan sutrah."
"Rasulullah SAW berdiri di dekat tabir. Jarak antara beliau dengan tabir itu ada tiga hasta”. (HR. Bukhari dan Ahmad). [Catatan: satu hasta = jarak antara siku sampai ujung jari, sekitar setengah meter, tepatnya 45,2 cm = 0,452 m].
"Apabila salah seorang di antara kamu sholat menghadap tabir, maka hendaklah ia mendekatkan dirinya kepada tabir itu, sehingga setan tidak memutuskan dia dari sholatnya" (HR. Abu Daud & Al-Hakim).
Agar tidak ada orang lewat di depan kita ketika sedang sholat, misalnya di masjid, sebaiknya tidak shalat di jalanan yang kemungkinan dilewati orang, atau pasanglah pembatas dengan meletakkan –misalnya-- sajadah, buku, tas, pensil, atau apa pun.
Dengan demikian, orang-orang akan tahu bahwa mereka tidak boleh berjalan di antara yang sedang shalat dengan pembatas tersebut.
Di masjid, jika sholat sendirian, misalnya shalat sunah, dekati tiang atau tembok, atau tempat yang sekiranya bebas dilewati jamaah lain.
Jika tidak ada pembatas, maka jarang yang dibolehkan lewat adalah tiga hasta –sekitar 1,5 meter. Wallahu a’lam bish-shawabi.
Ketika Mau Sujud, Lutut atau Tangan Dulu?
Dahulukan lutut dulu yang menyentuh tempat sujud, bukan tangan dulu. Demikian disabdakan Nabi Saw dari Abu Hurairah. ”Jika salah seorang dari kamu sujud, maka janganlah di turun (ke sujud) sebagaimana turunnya onta…” (HR. Abu Daud).
Sifat turunnya onta mulai dari bagian anggota badan yang depan, kemudian yang belakang. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*
Saturday, June 20, 2015
Cara Hilangkan Hadats Besar Selain Mandi
Adakah Cara Lain Bersuci dari Hadats Besar Selain Mandi?
TANYA: Apabila kita berjunub, kemudian kita sedang sakit yang tidak bisa kena air untuk mandi, apakah ada cara lain untuk menghilangkan hadast besar tersebut selain mandi?
JAWAB: Hadats besar harus disucikan dengan mandi. Jika memang berhalangan menggunakan air (mandi), maka boleh tayammum.
Syeikh al-Islam Ibn Taimiyah dalam Majmu' Fatawa (21/396) menyatakan:
"Jika terdapat sebab untuk melakukan tayammum, seperti ketiadaan air, atau tidak dapat menggunakannya akibat sakit, maka tayammum akan menggantikan wudhu' dan mandi wajib. Jika ada air (diperbolehkan menggunakan air untuk yang madarat), maka hendaklah mandi menghilangkan janabahnya tersebut."
Dari Imran ibn Hussain ra. Rasulullah Saw melihat seorang lelaki yang menjauhkan diri dan tidak bersholat dengan kaumnya, maka baginda berkata: "Ya Fulan, apa yang menghalang kamu dari tidak shalat dengan kaummu?"
Dia menjawab : "Ya Rasulullah, saya dalam keadaan junub, dan tiada air. Baginda berkata: "Kamu hendaklah menggunakan tanah yang bersih (tayamum), karena ia mencukupi untukmu".
Di dalam riwayat lain, Nabi Saw menjumpai air dan memberinya kepada orang yang telah menjadi junub tersebut dan berkata: "Pergilah siram ini keatas dirimu." [HR Al-Bukhari]. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
TANYA: Apabila kita berjunub, kemudian kita sedang sakit yang tidak bisa kena air untuk mandi, apakah ada cara lain untuk menghilangkan hadast besar tersebut selain mandi?
JAWAB: Hadats besar harus disucikan dengan mandi. Jika memang berhalangan menggunakan air (mandi), maka boleh tayammum.
Syeikh al-Islam Ibn Taimiyah dalam Majmu' Fatawa (21/396) menyatakan:
"Jika terdapat sebab untuk melakukan tayammum, seperti ketiadaan air, atau tidak dapat menggunakannya akibat sakit, maka tayammum akan menggantikan wudhu' dan mandi wajib. Jika ada air (diperbolehkan menggunakan air untuk yang madarat), maka hendaklah mandi menghilangkan janabahnya tersebut."
Dari Imran ibn Hussain ra. Rasulullah Saw melihat seorang lelaki yang menjauhkan diri dan tidak bersholat dengan kaumnya, maka baginda berkata: "Ya Fulan, apa yang menghalang kamu dari tidak shalat dengan kaummu?"
Dia menjawab : "Ya Rasulullah, saya dalam keadaan junub, dan tiada air. Baginda berkata: "Kamu hendaklah menggunakan tanah yang bersih (tayamum), karena ia mencukupi untukmu".
Di dalam riwayat lain, Nabi Saw menjumpai air dan memberinya kepada orang yang telah menjadi junub tersebut dan berkata: "Pergilah siram ini keatas dirimu." [HR Al-Bukhari]. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Qiyamullail Rasul, Seperti Apa?
TANYA: Sebenarnya Qiyamul Lail yang dicontohkan Rasulullah Saw itu, khususnya bulan Ramadhan, seperti apa?
JAWAB: Qiyamul Lail adalah mendirikan malam. Maksudnya, mengisi waktu malam dengan beribadah kepada Allah SWT, khususnya dengan shalat sunat (shalat malam/tahajid).
Bagaimana Qiyamulil Nabi Muhammad Saw, khususnya bulan Ramadhan?
Kiranya, dua hadits shahih berikut ini cukup menggambarkan Qiyamul Lail atau Shalat Malam Rasulullah Saw, khususnya pada bulan Ramadhan.
Diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani:
“Sesungguhnya aku melihat Rasulullah Saw melakukan shalat malam, maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan, lalu shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, lalu shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, lalu shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim).
“Rasulullah Saw tidak pernah menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam, maka jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi sekali salam, maka jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat” (HR. Muslim).*
JAWAB: Qiyamul Lail adalah mendirikan malam. Maksudnya, mengisi waktu malam dengan beribadah kepada Allah SWT, khususnya dengan shalat sunat (shalat malam/tahajid).
Bagaimana Qiyamulil Nabi Muhammad Saw, khususnya bulan Ramadhan?
Kiranya, dua hadits shahih berikut ini cukup menggambarkan Qiyamul Lail atau Shalat Malam Rasulullah Saw, khususnya pada bulan Ramadhan.
Diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani:
“Sesungguhnya aku melihat Rasulullah Saw melakukan shalat malam, maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan, lalu shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, lalu shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, lalu shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim).
“Rasulullah Saw tidak pernah menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam, maka jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi sekali salam, maka jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat” (HR. Muslim).*
Jumlah Rokaat Shalat Tarawih
Jumlah Rokaat Shalat Tarawih
Berapa rokaat sebenarnya kita harus sholat taraweh? Apakah 8 atau 20 rokaat yang benar?
JAWAB: Jumlah rakaat dalam shalat malam bulan Ramadhan/shalat tarawih boleh 8, 20, bahkan 36, 38, dan 40 rakaat plus shalat witir 3 rakaat, bergantung pada kesanggupan dan tidak usah dipertentangkan.
Dalil paling masyhur (populer) adalah Rasulullah Saw shalat tarawih 8 rakaat plus 3 rakaat shalat witir (shalat penutup), sebagaimana hadist riwayat A’isyah (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat.
Khusus rakaat shalat tarawih, ada juga yang mengatakan 36 rakaat plus 3 witir, ini diriwayatkan pada masa Umar bin Abdul Aziz. Ada juga yang meriwayatkan 41 rakaat. Bahkan ada yang meriwayatkan 40 rakaat plus 7 rakaat witir.
Riwayat dari imam Malik, beliau melaksanakan 36 rakaat plus 3 rakaat witir. Kebanyakan masyarakat Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi’i melaksanakan shalat Tarawih 20 rakaat atau 11 rakaat, termasuk witir. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*
Berapa rokaat sebenarnya kita harus sholat taraweh? Apakah 8 atau 20 rokaat yang benar?
JAWAB: Jumlah rakaat dalam shalat malam bulan Ramadhan/shalat tarawih boleh 8, 20, bahkan 36, 38, dan 40 rakaat plus shalat witir 3 rakaat, bergantung pada kesanggupan dan tidak usah dipertentangkan.
Dalil paling masyhur (populer) adalah Rasulullah Saw shalat tarawih 8 rakaat plus 3 rakaat shalat witir (shalat penutup), sebagaimana hadist riwayat A’isyah (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat.
Khusus rakaat shalat tarawih, ada juga yang mengatakan 36 rakaat plus 3 witir, ini diriwayatkan pada masa Umar bin Abdul Aziz. Ada juga yang meriwayatkan 41 rakaat. Bahkan ada yang meriwayatkan 40 rakaat plus 7 rakaat witir.
Riwayat dari imam Malik, beliau melaksanakan 36 rakaat plus 3 rakaat witir. Kebanyakan masyarakat Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi’i melaksanakan shalat Tarawih 20 rakaat atau 11 rakaat, termasuk witir. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*
Kewajiban Muslim terhadap Agamanya (Islam)
Kewajiban seorang Muslim terhadap Agamanya (Islam) bukan sekadar mengamalkan, tapi juga menyebarkan dna menjaga serta membela nama baiknya.
MENGACU kepada QS. Al-'Ashr, ulama menyebutkan ada 5 kewajiban kaum Muslim terhadap agamanya (Islam), yaitu mengimani Islam, mendalami ilmunya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan membelanya.
“Barangsiapa yang membantu orang yang berjuang, maka sesungguhnya dia telah berjuang. Dan barangsiapa yang menanggung keluarganya dengan kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berperang” (HR Bukhari & Muslim).
Berjuang mendakwahkan dan membela Islam bisa dilakukan dengan ragam cara, dengan harta, jiwa, juga lisan.
"Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa kalian dan lisan kalian" (HR Abu Daud dan Al-Hakim dari Anas). Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*
Sumber: KH Endang Saifuddin Anshary, Kuliah Al-Islam.
MENGACU kepada QS. Al-'Ashr, ulama menyebutkan ada 5 kewajiban kaum Muslim terhadap agamanya (Islam), yaitu mengimani Islam, mendalami ilmunya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan membelanya.
- Iman -- yakin sepenuh hati bahwa Islam yang terbaik dan paling benar.
- Ilmu -- mempelajari dan memahami ajaran Islam secara keseluruhan.
- Amal -- mengamalkan ajaran Islam seoptimal mungkin (mastatho'tum)
- Dakwah -- menyebarkan kebenaran agama Islam kepada orang lain.
- Jihad -- menjaga kehormatan dan membela nama baik Islam dan kaum Muslim.
“Barangsiapa yang membantu orang yang berjuang, maka sesungguhnya dia telah berjuang. Dan barangsiapa yang menanggung keluarganya dengan kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berperang” (HR Bukhari & Muslim).
Berjuang mendakwahkan dan membela Islam bisa dilakukan dengan ragam cara, dengan harta, jiwa, juga lisan.
"Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa kalian dan lisan kalian" (HR Abu Daud dan Al-Hakim dari Anas). Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*
Sumber: KH Endang Saifuddin Anshary, Kuliah Al-Islam.
Thursday, June 18, 2015
Hukum Adzan Jumat Dua Kali
Hukum Adzan Jumat Dua Kali
TANYA: Banyak masjid di Indonesia adzan dua kali untuk panggilan shalat Jumat. Bagaimana hukumnya? Apakah sesuai dengan sunah Rosul? Adakah yang namanya shalat Qobliyah Jumat?
JAWAB: Adzan adalah penanda atau pengingat bahwa waktu shalat sudah tiba sekaligus menyeru/mengajak kaum Muslim segera menunaikan shalat.
Kami belum menemukan riwayat yang menunjukkan bahwa pada zaman Nabi Saw adzan Jumat dilakukan dua kali. Pada zaman Rasulullah SAW, adzan Jumat hanya dilakukan sekali, yaitu saat khatib sudah naik mimbar atau sebelum khotib menyampaikan khotbah Jumat.
Rujukan adzan dua kali yaitu pada zaman Khalifah Utsman bin Affan. Lalu pada zaman khilafah rasyidah, karena pertimbangan tertentu, adzan pertama dilakukan agar umat Islam melakukan persiapan dan segera masuk masjid --sebelum khatib naik mimbar, dan satu kali lagi saat khatib sudah di mimbar.
Dari As-Saib bin Yazid ra berkata, "Dahulu panggilan adzan hari Jumat awalnya pada saat imam duduk di atas mimbar, (yaitu) masa Rasulullah SAW, Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. Ketika masuk masa Utsman dan manusia bertambah banyak, ditambahkan adzan yang ketiga di atas Zaura. Tidak ada di zaman nabi SAW muazzdin selain satu orang. (HR Bukhari).
Zaura adalah sebuah tempat di pasar kota Madinah saat itu. Al-Qurthubi mengatakan, Utsman memerinahkan untuk dikumandangkan adzan di suatu rumah yang disebut Zaura. Saat itu khalifah memandang perlu pemanggilan kepada kaum Muslimin sesaat sebelum shalat atau khutbah Jumat dilaksanakan.
Menurut para ulama yang mendukung tetap dilaksanakannya dua kali adzan tidak bisa disalahkan dari segi hukum. Karena apa yang dilakukan oleh para shahabat nabi secara formal itu tetap masih berada dalam koridor syariah.
Akan tetapi perlu diingat, adzan yang diadakan oleh Utsman bin Affan tersebut dilakukan di Zaura, yaitu sebuah rumah di pasar dan letak rumah berjauhan dengan masjid.
Kesimpulannya, adzan Jumat boleh sekali atau dua kali. Tidak ada larangan adzan dua kali, sebagaimana tidak ada pula perintahnya.
Namun, Imam Syafi'i menyukai adzan sekali saja. "Dan aku menyukai satu adzan dari seorang muadzin ketika (khatib) di atas mimbar, bukan banyak muadzin,” katanya, lalu ia menyebutkan dari As-Saib bin Yazid, bahwa pada mulanya adzan pada hari Jum’at dilaksanakan ketika seorang imam duduk di atas mimbar. (Ini terjadi) pada masa Rasulullah Saw, Abu Bakar, dan Umar. (Ketika masa) pemerintahan Utsman dan kaum muslimin menjadi banyak, Utsman memerintahkan adzan yang kedua, maka dikumandangkanlah adzan tersebut dan menjadi tetaplah perkara tersebut.” (Al Um 1/224).
Yang jadi masalah, biasanya, di masjid yang adzan dua kali, setelah adzan pertama banyak jamaah yang berdiri untuk shalat dua rakaat, entah shalat apa, karena kami belum menemukan satu dalil pun yang menunjukkan adanya shalat sunnah "qabliyah Jum’at". (Al Qaulul Mubin Fi Akhthail Mushalin/Majalah As-Sunnah). Wallahu a’lam bish-shawabi.*
TANYA: Banyak masjid di Indonesia adzan dua kali untuk panggilan shalat Jumat. Bagaimana hukumnya? Apakah sesuai dengan sunah Rosul? Adakah yang namanya shalat Qobliyah Jumat?
JAWAB: Adzan adalah penanda atau pengingat bahwa waktu shalat sudah tiba sekaligus menyeru/mengajak kaum Muslim segera menunaikan shalat.
Kami belum menemukan riwayat yang menunjukkan bahwa pada zaman Nabi Saw adzan Jumat dilakukan dua kali. Pada zaman Rasulullah SAW, adzan Jumat hanya dilakukan sekali, yaitu saat khatib sudah naik mimbar atau sebelum khotib menyampaikan khotbah Jumat.
Rujukan adzan dua kali yaitu pada zaman Khalifah Utsman bin Affan. Lalu pada zaman khilafah rasyidah, karena pertimbangan tertentu, adzan pertama dilakukan agar umat Islam melakukan persiapan dan segera masuk masjid --sebelum khatib naik mimbar, dan satu kali lagi saat khatib sudah di mimbar.
Dari As-Saib bin Yazid ra berkata, "Dahulu panggilan adzan hari Jumat awalnya pada saat imam duduk di atas mimbar, (yaitu) masa Rasulullah SAW, Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. Ketika masuk masa Utsman dan manusia bertambah banyak, ditambahkan adzan yang ketiga di atas Zaura. Tidak ada di zaman nabi SAW muazzdin selain satu orang. (HR Bukhari).
Zaura adalah sebuah tempat di pasar kota Madinah saat itu. Al-Qurthubi mengatakan, Utsman memerinahkan untuk dikumandangkan adzan di suatu rumah yang disebut Zaura. Saat itu khalifah memandang perlu pemanggilan kepada kaum Muslimin sesaat sebelum shalat atau khutbah Jumat dilaksanakan.
Menurut para ulama yang mendukung tetap dilaksanakannya dua kali adzan tidak bisa disalahkan dari segi hukum. Karena apa yang dilakukan oleh para shahabat nabi secara formal itu tetap masih berada dalam koridor syariah.
Akan tetapi perlu diingat, adzan yang diadakan oleh Utsman bin Affan tersebut dilakukan di Zaura, yaitu sebuah rumah di pasar dan letak rumah berjauhan dengan masjid.
Kesimpulannya, adzan Jumat boleh sekali atau dua kali. Tidak ada larangan adzan dua kali, sebagaimana tidak ada pula perintahnya.
Namun, Imam Syafi'i menyukai adzan sekali saja. "Dan aku menyukai satu adzan dari seorang muadzin ketika (khatib) di atas mimbar, bukan banyak muadzin,” katanya, lalu ia menyebutkan dari As-Saib bin Yazid, bahwa pada mulanya adzan pada hari Jum’at dilaksanakan ketika seorang imam duduk di atas mimbar. (Ini terjadi) pada masa Rasulullah Saw, Abu Bakar, dan Umar. (Ketika masa) pemerintahan Utsman dan kaum muslimin menjadi banyak, Utsman memerintahkan adzan yang kedua, maka dikumandangkanlah adzan tersebut dan menjadi tetaplah perkara tersebut.” (Al Um 1/224).
Yang jadi masalah, biasanya, di masjid yang adzan dua kali, setelah adzan pertama banyak jamaah yang berdiri untuk shalat dua rakaat, entah shalat apa, karena kami belum menemukan satu dalil pun yang menunjukkan adanya shalat sunnah "qabliyah Jum’at". (Al Qaulul Mubin Fi Akhthail Mushalin/Majalah As-Sunnah). Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Monday, June 8, 2015
Tujuh Keutamaan Ramadhan
RAMADHAN adalah bulan istimewa. Salah satu keutamaannya adalah tiada nama bulan yang disebutkan dalam Al-Quran kecuali Ramadhan. (QS Al-Baqarah 2:184).
Ramadhan adalah bulan Al-Quran (Syahrul Quran). Pada bulan inilah wahyu pertama diturunkan. Ramadhan juga bulan Allah (Syahrullah). Pada bulan inilah kaum mukmin beribadah yang langsung ditujukan untuk Allah SWT dan Dia yang langsung membalasnya.
Ramadhan adalah waktu umat Islam melaksanakan Rukun Islam keempat, yakni puasa (shaum). Sebuah ibadah khusus dengan pahala kebaikan yang khusus pula.
Tujuh Keutamaan Ramadhan
Setidaknya ada tujuh keutamaan bulan Ramadhan:
Ramadhan adalah bulan Al-Quran (Syahrul Quran). Pada bulan inilah wahyu pertama diturunkan. Ramadhan juga bulan Allah (Syahrullah). Pada bulan inilah kaum mukmin beribadah yang langsung ditujukan untuk Allah SWT dan Dia yang langsung membalasnya.
Ramadhan adalah waktu umat Islam melaksanakan Rukun Islam keempat, yakni puasa (shaum). Sebuah ibadah khusus dengan pahala kebaikan yang khusus pula.
Tujuh Keutamaan Ramadhan
Setidaknya ada tujuh keutamaan bulan Ramadhan:
- Pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan dibelenggu (HR An-Nasa'i). Keimanan kita yang meningkat, bertambah, dan bersemangat dalam ibadah selama Ramadhan yang menjadikan hal itu terjadi.
- Dalam bulan biasa, pahala setiap kebajikan dilipatgandakan 10 kali lipat, namun dalam bulan Ramadhan pahala amalan wajib dilipatgandakan 70 kali lipat dan amalan yang sunah disamakan dengan pahala amalan wajib di luar Ramadhan. (HR Muslim).
- Pahala puasa langsung diterima dan dibalas Allah SWT. "Setiap amalan anak cucu Adam dilipatgandakan. Satu kebajikan dilipatgandakan 10 kali sampai 700 kali lipat, kecuali puasa. Puasa adalah milik-Ku dan Akulah yang akan langsung membalasnya. (HR Muslim).
- Ramadhan bulan diturunkannya Al-Quran. “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…." (QS. Al-Baqarah:185).”
- Dalam Ramadhan terdapat Malam Qadar (Lailatul Qodar), malam yang lebih baik dari 1.000 bulan (QS al-Qadar:1-5). Beribadah di malam itu setara dengan berjuang di jalan Allah selama 1.000 bulan. Orang yang berjumpa dengannya dijamin hidup lebih baik dan bahagia dunia-akhirat.
- Dosa-dosa masa lalu akan diampuni bila kita berpuasa dengan penuh iman dan pengharapan kepada Allah, juga mengisi malam-malamnya dengan Qiyam Ramadhan (shalat tarawih) dan ibadah lainnya (HR Bukhari dan Muslim).
- Pada bulan Ramadhan doa-doa dikabulkan Allah, apalagi saat berbuka puasa (HR Ibnu Majah dan Baihaqi). Selama berpuasa, seorang hamba sangat dekat dengan-Nya karena puasa kita memang untuk-Nya.
Subscribe to:
Posts (Atom)