Tuesday, July 22, 2014

Kemuliaan Seseorang Ditentukan Amalnya

Kemuliaan Seseorang Ditentukan Amalnya
Kemuliaan Seseorang Ditentukan Amalnya, bukan oleh kekayaan, rupanya, pekerjaan, ataupun jabatannya.

JANGAN merasa bangga dan merasa terhormat dengan kekayaan, ketampanan, kecantikan, pangkat, jabatan, atau kedudukan tinggi, karena semua itu tidak dilihat oleh Allah SWT.

Kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh jenis pekerjaan, kekayaan, atau pangkat, namun oleh iman, amal saleh, akhlak, dan ketakwaannya.

Apalagi, kekayaan, keelokan rupa, dan pangkat-jabatan dapat membuat manusia takabur (sombong), angkuh, dan memandang rendah orang lain yang dilarang Islam.

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat takabur walalaupun hanya sebesar biji sawi”(HR. Muslim). “Takabbur adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (HR. Muslim).

Allah SWT menegaskan, manusia paling mulia adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa" (QS:Al Hujurat:13).

Allah SWT pun tidak memandang rupa dan harta, tapi melihat hati dan amal kita. “Sungguh Allah tidaklah melihat kepada rupa dan harta kalian, akan tetapi Dia melihat hati dan amalan-amalan kalian.” (HR. Muslim).

“Kemuliaan seseorang adalah pada agamanya, harga dirinya adalah akalnya, sedangkan ketinggian kedudukannya adalah ahlaknya. (HR.Ahmad).

“Tidak ada keutamaan orang Arab atas orang selainnya dan tidak pula da keistimewaan atas orang Non Arab atas orang Arab. Tidaklah ada keutamaan antara orang berkulit merah dengan orang berkulit hitam, dan tidak pula ada keutamaan orang berkulit hitam dengan orang berkulit merah, kecuali ketakwaan.” (HR. Ahmad).

Nabi Saw pernah berkata kepada Abu Dzar Al-Ghifari: “Perhatikanlah…! Engkau tidaklah lebih baik dari orang berkulit merah atau yang berkulit hitam kecuali bila engkau mengunggulinya dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad).

Ibnu Taimiyyah berkata: “Keutamaan yang hakiki adalah berasal dari ittiba’ kepada risalah yang Allah utus Muhammad dengannya berupa iman dan ilmunya baik secara lisan maupun batin. Setiap manusia yang iman dan ilmunya lebih mapan, maka dia lebih utama.”

Selain itu, derajat kemuliaan seseorang juga dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling bermamfaat bagi manusia lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).

TIDAK sedikit orang kaya justru ternyata hina-dina, karena kekayaannya didapatkan secara tidak halal, korupsi misalnya, atau menggunakan hartanya tidak di jalan Allah SWT, bahkan digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya.

Seorang mukmin yang baik, akan mendapatkan kekayaan dengan cara halal, lalu mengeluarkan zakatnya diiringi infak dan sedekah untuk membersihkan hartanya dari hak orang lain, menunjukkan rasa syukur kepada Allah, serta menggunakan hartanya sebagai sarana beribadah kepada-Nya. Dengan begitu, hartanya menunjang kemuliaan di sisi Allah karena iman dan amal salehnyadengan hartanya tersebut.

Tidak sedikit orang berpangkat tinggi, berkedudukan terpandang, atau menjadi pejabat negara --dengan gaji dan fasilitas dari uang negara atau uang rakyat tentunya, namun ia ternyata hina-dina kerena menyalahgunakan kekuasaan, korup, atau tidak menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara yang harus melayani dan menyejahterakan rakyatnya.

Sebaliknya, jika ia seorang mukmin yang berian dan bertakwa, ia akan melaksanakan amanah itu dengan baik, melayani rakyat (bukan malah minta dilayani) dan menyejahterakan rakyat. 

Dengan melaksanakan tugas sebaik-baiknya, jabatan yang ia emban pun menunjang kemuliaanya karena iman dan takwanya membuat dia menjadi pejabat yang amanah.

Jadi jelas, kemuliaan itu sumbernya dari dalam diri, yakni iman, takwa, atau akhlak. Bukan dari tampak luar. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Tujuh Pahala Puasa

Tujuh Pahala Puasa
Tujuh Pahala Puasa Ramadhan

Puasa (shaum) Ramadhan sungguh mengandung berkah yang tak terhingga. Puasa satu-satunya ibadah yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan diri sendiri. 

Puasa pun untuk Allah dan Dia langsung yang memberikan pahala atau kebaikan bagi orang yang berpuasa. 

Setidaknya ada tujuh pahala bagi orang berpuasa:

1. PENEBUS DOSA
 “Shalat lima waktu, hari jumat dengan jumat yang lainnya dan antara Ramadhan dengan Ramadhan lainnya, adalah sebagai penebus dosa selama tidak berbuat dosa besar.” (HR. Muslim).

2. PEMBERI SYAFAAT
“Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa akan berkata: “Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat di waktu siang, karenanya perkenankanlah aku untuk memberikan syafaat kepadanya”. Al-Qur’an berkata: “Saya telah melarangnya dari tidur di malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya. Beliau bersabda, ”Maka syafaat keduanya diperkenankan.” (HR. Ahmad).

3. DUA KEBAHAGIAAN
"Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kesturi di hari kiamat. Dan bagi orang yang berpuasa itu mempunyai dua kegembiraan, yaitu ketika berbuka dan ketika berjumpa dengan Rabbnya, ia gembira dengan puasanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

4. PAHALA BESAR
"Abu Umamah Al-Bahili penah berkata: saya berkata: Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang Allah dapat memberikan manfaat kepadaku dengannya”. Maka Rasulullah saw. pun menjawab : “Hendaknya kamu berpuasa, karena puasa itu tidak ada tandingan (pahala)-nya.” (HR. Nasa’i).

5. JAUH DARI FITNAH
“Fitnah (ujian) seseorang dalam keluarga (istri), harta, anak, dan tetangganya dapat ditutupi dengan shalat, puasa, dan sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

6. PERISAI DIRI
“Puasa itu adalah perisai yang dapat melindungi diri seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad)

7. PINTU KHUSUS KE SURGA
“Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat satu pintu yang diberi nama Ar-Rayyan. Dari pintu tersebut orang-orang yang berpuasa akan masuk di hari kiamat nanti dan tidak seorang pun yang masuk ke pintu tersebut kecuali orang-orang yang berpuasa. Dikatakan kepada mereka: “Di mana orang-orang yang berpuasa?”. Maka mereka pun masuk melaluinya. Dan apabila orang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu tersebut ditutup sehingga tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut. Barangsiapa yang masuk, maka ia akan minum minuman surga. Dan barangsiapa yang minum minuman surga, maka ia tidak akan haus selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam.*

Dzikir Setelah Shalat Magrib


Dzikir Setelah Shalat Magrib?
Hukum Dzikir Setelah Shalat Magrib.
Kalau sesudah shalat magrib kemudian berdzikir, apakah itu melebih-lebihkan?

JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb. Tidak, dzikir bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, khususnya ba’da shalat.

Dzikir itu maknanya luas, bisa berarti mengingat Allah dengan bacaan tertentu, misalnya tahmid atau tasbih, bisa juga berupa mengkaji ilmu agama karena dengan mengkaji atau mendalami ilmu agama (Islam) otomatis mengingat Allah (perintah dan larangan-Nya).

Rasulullah Saw menyebutkan keutamaan suatu jama’ah yang berdzikir:

“Tidaklah suatu kaum yang duduk-duduk, mengingat Allah Ta’ala kecuali dikelilingi malaikat, diliputi rahmat, turun kepada mereka sakinah dan Allah menyebutkan mereka pada para mahluk disisi-Nya.” (HR Muslim).

Dari Muawiyah ra berkata, Rasulullah Saw keluar melihat halaqah dzikir para sahabat dan bertanya:” Apa yang membuatmu duduk-duduk?” Sahabat menjawab:” Kami duduk-duduk melakukan dzikrullah, memuji-Nya atas hidayah Islam kepada kami dan memberi karunia kepada kami”. Rasul berkata: Allah, tidakkah engkau duduk kecuali karena itu?” 

Sahabat menjawab: ”Demi Allah tidaklah kami duduk-duduk kecuali karena alasan tersebut. Rasul bersabda; ”Saya tidak bersumpah menuduh kalian, tetapi Jibril datang padaku, bahwa Allah Ta’ala membanggakan kalian dihadapan para malaikat” (HR Muslim). Wallahu a’lam bish-showabi.*

Friday, July 4, 2014

Shalat Malam Nabi Saw - Tarawih dan Tahajud

Shalat Malam Nabi Saw - Shalat Malam, Tarawih, dan Tahajud
Bagaimana shalat malam Nabi Muhammad Saw selama bulan Ramadhan? Adakah beliau shalat tahajud selama bulan Ramadhan atau selain taraweh?

JAWAB: Shalat sunah malam hari (tengah malam) disebut Qiyamul Lail (mendirikan shalat malam hari). Pada bulan Ramadhan, shalat Qiyamul Lail itu disebut Tarawih, namun waktunya diawalkan, yaitu setelah Shalat Isya.

Di luar bulan Ramadhan, shalat malam dinamakan Shalat Tahajud. Dilaksanakannya tengah malam, setelah tidur.

Jadi, tarawih dan tahajud nama umumnya adalah Shalat Malam atau Qiyamul Lail. Dengan demikian, di luar Ramadhan, tidak ada tarawih, tepatnya istilahnya bukan Tarawih, tapi tahajud atau shalat malam saja.

Dengan kata lain, istilah Shalat Tarawih, pada hakekatnya adalah Qiyamul Lail (yang biasa kita sebut sebagai Shalat Tahajud), yang waktu pelaksanaannya dikerjakan di bulan Ramadhan.

Tahajud berasal dari bahasa Arab "tahajjud", dari kata dasar "hajada" yang berarti "tidur" dan juga berarti "salat di malam hari".

Selama bulan Ramadhan, Rasulullah Saw pernah shalat berjamaah bersama sahabat, kemudian hari berikutnya beliau tidak lagi melakukan hal yang sama, ketika ditanya alasannya, beliau menjawab karena khawatir diwajibkan.

“Sesungguhnya aku tidak khawatir atas yang kalian lakukan pada malam-malam lalu, aku hanya takut jika kegiatan itu (tarawih) diwajibkan yang menyebabkan kalian tidak mampu melakukannya.” (HR. Bukhari). Wallahu a’lam bish-shawabi.*

-- disarikan dari berbagai sumber.

Bolehkah Wudhu dalam Keadaan Telanjang?

Wudhu dalam Keadaan Telanjang
Assalamu'alaikum...! Bolehkah berwudhu dalam keadaan telanjang? Batal 'gak dan hukumnya apa? Terimakasih atas perhatiannya wslam. Setelah mandi besar/junub, apa perlu wudhu lagi?

JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.

Boleh, sepengetahuan kami, tidak ada dalil yang melarang berwudhu dalam keadaan telanjang, misalnya di kamar mandi atau setelah mandi.

Demikian pula pendapat para ulama, seperti Syekh Ibnu Baz: “Aku tidak mengetahui adanya larangan berwudhu dalam kondisi telanjang setelah selesai mandi…”. (Majmu’ Fatawa).

Tidak perlu wudhu lagi setelah mandi junub, namun boleh juga wudhu –tidak ada larangan. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Wednesday, July 2, 2014

Mandi Junub Sesudah Imsak

Mandi Junub Sesudah Imsak
Assalamualaikum, pak Ustadz, saya mau tanya : apa hukum nya, adus/mandi besar atau mandi junub di bulan puasa sesudah waktu imsak. Sah atau tidak puasanya?

JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.

Imsak artinya menahan alias mulai berpuasa, mulai menahan makan-minum. Waktu imsak yang sebenarnya adalah saat shalat Subuh tiba. Jadi, puasa itu dimulai begitu masuk waktu shalat Shubuh.

Adapun waktu imsak ditetapkan 10 menit sebelum waktu Subuh itu tidak ada dalil syar’i-nya, namun dibolehkan demi kehati-hatian (ihtiyat).

Mandi junub boleh dilakukan sebelum atau sesudah waktu Subuh, asalkan tidak melebihi batas waktu Shalat Subuh, karena syarat sah shalat di antaranya suci dari hadast besar dan kecil.

Jadi, puasa tetap sah karena puasa tidak mensyaratkan suci dari hadats besar dan kecil seperti shalat. Wallahu a’lam bish-shawab.*

Bagaimana cara membayar fidyah?

Bagaimana cara membayar fidyah --melunasi utang puasa?

Cara Bayar Fidyah, Bagaimana?
Assalamu’alaikum wr. Wb. Kalau yang wajib bayar fidyah itu, hitunganya bagaimana, misalkan 15 hari ga puasa? Mohon pnjelasan nya... terimaksih.

JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb. Kalau 15 hari tidak puasa, maka fidyahnya memberi makan orang miskin sebanyak 15 kali atau 15 porsi makanan.

Dianggap sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan. Tidak sah bila membayar fidyah dengan uang.

Jadi, inti fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Model pembayarannya ada dua cara:

(1) Membuatkan atau menyediakan makanan, lalu mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan.

(2) memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak, seperti sembako misalnya, sebanyak untuk makan selama sekian hari yang ditinggalkan.

Pemberian fidyah dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 15 hari disalurkan kepada 15 orang miskin, atau dapat pula diberikan hanya kepada satu orang miskin selama atau sebanyak makanan yang cukup untuk 15 hari.

Waktu pembayaran fidyah pada hari itu juga ketika dia tidak puasa, atau bisa diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan. Wallahu a’lam.*