Saturday, December 16, 2017

Pengertian Dajal Menurut Islam

Pengertian Dajal Menurut Islam
Apa pengertian dajal (dajjal)? Dari berbagai literatur yang pernah kami telaah, secara bahasa “dajjal” (dajala) artinya menutupi, mengacaukan, membingungkan, juga manipulasi, yakni manipulasi kebenaran atau menyembunyikan kebenaran (fakta).
Jadi, dajjal adalah sebutan bagi orang yang suka berdusta, memanipulasi, menutupi kebenaran, atau melahirkan kebohongan dan kepalsuan.

Dengan pengertian demikian, betapa banyak dajal sekarang ini. Koruptor, pelaku pungli, penyebar berita bohong (hoax), begal, pembohong, semuanya termasuk dajal dalam pengertian di atas.

Dinamakan dajjal karena ia menutup kebenaran dengan kebatilan atau karena ia menutupi kekafirannya terhadap orang lain dengan kebohongan, kepalsuan, dan penipuan.

Ada juga pendapat, disebut dajjal karena ia tersebar dan menutupi seluruh muka bumi.

Menurut Al-Qurthubi dalam At-Tadzkirah, lafadz dajjal dipakai untuk 10 makna, di antaranya Kadzdzab (tukang dusta) dan Mumawwih (tukang tipu).

Para nabi telah memperingatkan akan keluarnya dajja. Rasulullah Saw menyebut kata “dajjal” dan bersabda: “Aku memperingatkan kalian darinya. Tidaklah ada seorang nabi kecuali pasti akan memperingatkan kaumnya tentang dajjal. Nuh a.s. telah memperingatkan kaumnya. Akan tetapi aku akan sampaikan kepada kalian satu ucapan yang belum disampaikan para nabi kepada kaumnya: Ketahuilah dia itu buta sebelah matanya, adapun Allah Swt tidaklah demikian.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim).

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda: “Maukah aku sampaikan kepada kalian tentang dajjal yang telah disampaikan oleh para nabi kepada kaumnya? Dia buta sebelah matanya, membawa sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dia katakan surga pada hakikatnya adalah neraka. Aku peringatkan kepada kalian sebagaimana Nabi Nuh a.s. memperingatkan kaumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Dajjal dikejar oleh Nabi ‘Isa a.s. hingga mendapatkannya di Bab Ludd (satu negeri dekat Baitul Maqdis, Palestina). Beliau pun membunuhnya.” (HR. Muslim).  

Dalam literatur-literatur Ahli Sunnah, seperti Shahih Muslim dan Shahih Bukhâri, dajjal adalah orang yang memiliki sifat-sifat aneh sebagai berikut:
  • Mengklaim dirinya sebagai tuhan
  • Memiliki umur yang panjang
  • Senantiasa disertai oleh air dan api 
  • Mengobati orang-orang yang buta sehingga bisa melihat
  • Menyembuhkan penyakit buras

Wallahu a’lam.*

Hukum Muslim Mengucapkan Selamat Natal

Hukum Muslim Mengucapkan Selamat Natal
Hukum Umat Islam Mengucapkan Selamat Natal

Bagaimana hukumnya mengucapkan "Selamat Natal" kepada kawan dan relasi yang beragama Kristen? Mohon dijelaskan dan ditegaskan. Terima kasih.

JAWAB: Jumhur atau mayoritas (sebagian besar) ulama mengharamkan umat Islam mengucapkan Selamat Natal kepada kaum Kristen, tanpa bermaksud mengabaikan toleransi.

Umat Islam harus menghormatinya saja, sebagai sikap toleransi, tanpa mesti mengucapkan selamat.

Memang ada sebagian kecil ulama yang membolehkan Muslim mengucapkan selamat natal. Jadi, yang terkuat tentu yang mayoritas atau pendapat sebagian besar ulama, yakni tidak boleh (haram) mengucapkan Selamat Natal kepada kaum Kristen yang merayakannya.

Jadi, kita tidak usah mengucapkan Selamat Natal, cukup dengan menghormati keyakinan kaum Kristen itu, dengan cara tidak mengejek dan tidak mengganggu mereka, sebagai pelaksanaan konsep toleransi dalam Islam. (Lakum Dinukum waliya Diin).

Menurut Ijma’ ulama, mengucapkan selamat berarti menyetujui atau merestui ritual mereka yang jelas-jelas tidak sesuai dengan iman Islam. Islam tidak membenarkan ritual mereka, dan umat Islam wajib mengingkarinya.

Hari Natal adalah bagian dari prinsip-prinsip agama Nasrani (Kristen). Mereka meyakini, di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Di dalam bahasa Inggris, disebut dengan Christmas. Christ berarti Kristus sedangkan Mas berarti masa atau kumpulan. Jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.

Umat Islam tidak boleh menghadiri ritual mereka itu, juga tidak boleh memenuhi undangan mereka. Kami yakin, umat Kristen juga mengerti posisi umat Islam dalam hal ini.

Mengikuti acara Natal –juga Tahun Baru Masehi— dinilai para ulama telah melanggar aturan Islam, berdasarkan hadits:

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (hadits shahih, HR. Abu Daud)

Menurut  Ibn Taimiyah: “Menyerupai mereka di dalam sebagian hari-hari besar mereka mengandung konsekuensi timbulnya rasa senang di hati mereka atas kebatilan yang mereka lakukan, dan barangkali hal itu membuat mereka antusias untuk mencari-cari kesempatan (dalam kesempitan) dan mengihinakan kaum lemah (iman).”

Fatwa MUI tahun 1981 jelas mengharamkan umat Islam mengikuti upacara Natal. Disebutkan dalam fatwa tersebut:
(1) Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumya haram.
(2) Agar Ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.

Untuk negara yang mayoritas non-Muslim (Kristen) seperti di Eropa, Lembaga Riset dan Fatwa Eropa membolehkan pengucapan selamat natal kepada kaum Kristen yang tidak memerangi kaum muslimin, khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat.

Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut:

"Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib."

Demikian  Hukum Muslim Mengucapkan Selamat Natal. Intinya, mayoritas ulama menyatakan dilarang mengucapkan selamat natal.

Kita umat Islam cukup dengan menghormati saja, tanpa harus mengucapkankan selamat karena mengucapkan selamat dinilai sama dengan setuju dengan akidah mereka. Wallahu a'lam bish-shawabi.*

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi menurut Islam

Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi menurut Islam
Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi menurut Islam.

TANYA: Saya mau tanya nich, kalau ikut acara-acara Tahun Baru Masehi itu sebenarnya dibolehkan ngga oleh Islam dan gimana seharusnya kita menyingkapinya? Bagaiana hukum perayaan malam tahun baru masehi dalam Islam? Terima kasih.

JAWAB: Dalam Islam hanya ada dua hari raya, yaitu hari ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Selebihnya, tidak ada syariatnya sehingga sebagai muslim tidak ada kepentingan apa pun untuk merayakan Tahun Baru Masehi.

Lagi pula, tahun baru Masehi itu hari raya umat Kristiani yang masih satu paket dengan hari Natal. Makanya ungkapan mereka “Selamat Hari Natal dan Tahun Baru” (Merry Christmas and Happy New Year).

Jadi, biarkan dan hormati saja mereka yang merayakan, kita jangan ikut-ikutan, namun harus menghormati keyakinan mereka dan tidak boleh mengganggu.
Lakum Dinukum Waliyadin (untukmu agamamu dan untukku agamaku) dalam QS. Al-'Ashr menjadi pegangan umat Islam dalam hal toleransi agama.

Bagi orang Kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih. Nama Masehi diambil dari kata Al Masih –gelar untuk Nabi Isa as. yang dianggap Tuhan oleh Umat Kristen.

Masa sebelum kelahiran Isa Al-Masih dinamakan masa Sebelum Masehi (BC = Before Christ).

Seorang muslim diharamkan mengikuti ritual agama selain Islam, termasuk ikut merayakan Natal dan Tahun Baru Masehi. 

Fatwa MUI tanggal 7 Maret 1981/ 1 Jumadil Awwal 1401 H menegaskan:  

"Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat islam hukumnya Haram. Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan-kegiatan Natal.”

Demikian Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi. Wallahu a'lam bish-showabi.*