Aswb pak ustadz apa hukumnya bila seorang sudah buang air besar tapi gak disiram. Wslam. zulfikar nurcahyadi jkt.
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.
Ia bukan Muslim yang baik karena Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga kebersihan dan kesucian.
Ia bisa berdosa karena kelakuan joroknya itu mengganggu orang lain.
Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid menjelaskan Adab Buang Air atau Buang Hajat dalam Islam di laman Islam Tanya & Jawab sebagai berikut:
1-Tidak menghadap kiblat saat buang air besar atau kecil.
"Jika salah seorang dari kamu duduk untuk membuang hajatnya, janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat." (HR Muslim)
2-Tidak menyentuh kemaluan dengan tangan kanan saat buang air kecil.
"Jika salah seorang dari kamu buang air kecil, janganlah ia menyentuh kemaluannya dan beristinja' dengan tangan kanan. Dan jangan pula ia bernafas dalam gelas (saat minum)." (HR Bukhari)
3-Janganlah ia menghilangkan najis dengan tangan kanan, namun gunakanlah tangan kiri.
"Jika salah seorang kamu membersihkan kotoran janganlah ia gunakan tangan kanannya." (HR Al-Bukhari)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menggunakan tangan kanannya untuk makan, minum, berwudhu', memakai pakaian, memberi dan menerima. Dan menggunakan tangan kirinya untuk selain itu. (HR Ahmad, Shahih Al-Jami')
"Jika salah seorang dari kamu beristinja' maka janganlah ia gunakan tangan kanan, hendaklah ia gunakan tangan kirinya." (HR Ibnu Majah)
4-Berusaha duduk serendah mungkin saat membuang hajat.
Cara seperti itulah yang lebih menutupi aurat dan lebih aman dari percikan air seni yang dapat mengotori badan dan pakaiannya. Dan boleh membuang hajat sambil berdiri jika aman dari percikan air seni.
5-Menutup diri dari pandangan orang saat buang hajat.
Penghalang yang paling sering digunakan Rasulullah Saw ketika buang hajat adalah dinding atau pagar kebun kurma (yakni dibalik tanah tinggi atau dinding kebun kurma) (HR Muslim)
Jika seorang muslim berada di tanah lapang lalu terdesak buang hajat sementara ia tidak menemukan sesuatu sebagai penghalang, hendaklah ia menjauh dari orang lain.
"Ketika saya menyertai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam sebuah lawatan, beliau terdesak buang hajat. Beliaupun menjauh dari tepi jalan." (HR Tirmidzi)
Abdurrahman bin Abi Quraad meriwayatkan: "Saya pernah menyertai Rasulullah ke sebuah padang luas. Jika beliau hendak buang hajat maka beliau akan pergi menjauh." (HR Nasa'i)
6-Tidak membuka auratnya kecuali setelah tiba di tempat buang air.
"Apabila Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hendak buang hajat, beliau tidak akan menyingkap pakaiannya hingga tiba di tempat buang air." (HR Tirmidzi)
Jika ia buang air di WC, janganlah ia menyingkap pakaiannya kecuali setelah mengunci pintu WC dan tersembunyi dari pandangan orang lain.
7-Membaca doa ketika masuk ke dalam WC:
"Bismillah, Allahumma inni a'uudzubika minal khubtsi wal khabaaits"
Artinya: Dengan menyebut nama Allah, Yaa Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari segala gangguan setan laki-laki maupun perempuan.
Ketika keluar dari WC kita dianjurkan meminta ampun kepada Allah dengan mengucapkan: 'Ghufraanaka' (artinya: "Aku meminta ampun kepada-Mu!").
8-Bersungguh-sungguh menghilangkan najis setelah selesai buang hajat.
Rasulullah Saw memberi peringatan keras terhadap orang-orang yang menganggap remeh perkara bersuci ini.
"Mayoritas siksa kubur itu akibat tidak membersihkan air seni" (HR Ibnu Majah)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhu bahwa ia bercerita: "Suatu kali Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melewati dua kuburan lalu berkata:
"Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa, bukanlah karena kesalahan yang besar. Salah seorang dari keduanya karena tidak beristinja' setelah buang air, dan satunya lagi berjalan ke sana kemari menyebar namimah (mengadu domba)." (HR Bukhari)
9-Hendaklah mencuci kemaluan atau dubur sekurang-kurangnya tiga kali atau ganjil sampai bersih sesuai dengan kebutuhan.
'Aisyah r.a. menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membersihkan kemaluannya sebanyak tiga kali. Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhu berkata:
"Kami pun melakukan petunjuk beliau dan kami dapati hal itu sebagai obat dan kesucian." (HR Ibnu Majah)
"Jika salah seorang dari kamu beristijmar maka lakukanlah sebanyak tiga kali." (HR Imam Ahmad)
Demikian Adab Buang Air atau Buang Hajat dalam Islam. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Wednesday, November 29, 2017
Friday, November 17, 2017
Mengenal ‘Ainul Mardhiyah, Bidadari Tercantik untuk Pejuang di Jalan Allah SWT
IKHWAN perindu surga tentunya mengenal nama ‘Ainul Mardhiyah. Ainul Mardiyah adalah nama seorang bidadari paling cantik di surga.
Secara harfiyah, ‘Ainul Mardiyah adalah “mata yang diridhai” atau “mata yang disukai”.
Grup nasyid asal Malaysia, You and I See (Unic), dalam nasyid berjudul Ainul Mardiyah menyebutnya sebagai "pembakar semangat perwira yang rela berkorban demi agama, jadi taruhan berjuta pemuda yang bakal dinobat sebagai syuhada".
Diceritakan dalam suatu kisah yang dipaparkan Al-Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid:
Suatu hari ketika kami sedang bersiap berangkat perang. Aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At-Taubah:111:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”
Selesai ayat itu dibaca, seorang remaja berusia sekitar 15 tahun bangkit dari tempat duduknya. Anak muda ini anak orang kaya. Ia baru saja mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal.
Ia berkata:”Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?”
“Ya, benar, anak muda!” kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:”Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan surga.”
Anak muda itu lalu mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan jihad fi sabilillah. Hanya kuda dan pedangnya yang tidak disedekahkan.
Ketika pasukan akan segera berangkat, anak muda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.
Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak: ”Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah…!” Kami menduga ia mulai ragu dan pikirannya kacau. Kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu.
Ia menjawab: “Tadi sewaktu aku sedang mengantuk, selintas aku bermimpi.
Seseorang datang kepadaku seraya berkata: “Pergilah kepada ‘Ainul Mardiyah.” Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan di pinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan indah. Manakala melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami ‘Ainul Mardhiyah…”
“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu!”
Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.
Ketika aku dipersilakan masuk, kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diizinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu.”
Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid! Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”.
Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran, aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka di tubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia.
Demikianlah kisah perindu surga yang akan bertemu bidadari tercantik di surga bernama Ainul Mardiyah karena berjuang di jalan Allah (jihad fi sabilillah).
(Sumber: Irsyadul 'Ibad Ila Sabilir Rosyad lisy Syaikh Zainuddin bin Abdul Azizi bin Zainuddin al-Malibari. Terjemah: H. Salim Bahreisy ).*
Secara harfiyah, ‘Ainul Mardiyah adalah “mata yang diridhai” atau “mata yang disukai”.
Grup nasyid asal Malaysia, You and I See (Unic), dalam nasyid berjudul Ainul Mardiyah menyebutnya sebagai "pembakar semangat perwira yang rela berkorban demi agama, jadi taruhan berjuta pemuda yang bakal dinobat sebagai syuhada".
Diceritakan dalam suatu kisah yang dipaparkan Al-Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid:
Suatu hari ketika kami sedang bersiap berangkat perang. Aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At-Taubah:111:
إِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”
Selesai ayat itu dibaca, seorang remaja berusia sekitar 15 tahun bangkit dari tempat duduknya. Anak muda ini anak orang kaya. Ia baru saja mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal.
Ia berkata:”Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?”
“Ya, benar, anak muda!” kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:”Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan surga.”
Anak muda itu lalu mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan jihad fi sabilillah. Hanya kuda dan pedangnya yang tidak disedekahkan.
Ketika pasukan akan segera berangkat, anak muda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.
Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak: ”Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah…!” Kami menduga ia mulai ragu dan pikirannya kacau. Kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu.
Ia menjawab: “Tadi sewaktu aku sedang mengantuk, selintas aku bermimpi.
Seseorang datang kepadaku seraya berkata: “Pergilah kepada ‘Ainul Mardiyah.” Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan di pinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan indah. Manakala melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami ‘Ainul Mardhiyah…”
“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu!”
Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.
Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: “Hai ‘Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang …!”
Ketika aku dipersilakan masuk, kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diizinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu.”
Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid! Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”.
Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran, aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka di tubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia.
Demikianlah kisah perindu surga yang akan bertemu bidadari tercantik di surga bernama Ainul Mardiyah karena berjuang di jalan Allah (jihad fi sabilillah).
(Sumber: Irsyadul 'Ibad Ila Sabilir Rosyad lisy Syaikh Zainuddin bin Abdul Azizi bin Zainuddin al-Malibari. Terjemah: H. Salim Bahreisy ).*
Subscribe to:
Posts (Atom)