Monday, November 30, 2015

Hukum Menggambar Makhluk Hidup dalam Islam

Hukum Menggambar Makhluk Hidup
Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa dan Fotografi Menurut Islam.

Tolong beri saya saran atas pekerjaan saya sebagai ilustrator (bagian gambar). Saya masih binggung dengan hadits yang melarang menggambar makhluk hidup, terima kasih.

JAWAB: Menggambar dalam bahasa Arab disebut at-tashwir, yaitu memindahkan bentuk atau rupa sesuatu ke sebuah media (kertas, batu, atau lainnya) dengan cara dilukis, dipahat, atau diambil gambarnya dengan alat tertentu.

Berdasarkan pengertian ini maka memahat, mengukir, membuat patung, melukis dan mengambil foto atau video termasuk dalam kategori menggambar secara istilah (at-tashwir).

Dalam sejumlah hadits shahih Rasulullah Saw mengharamkan at-tashwir karena pada masa Jahiliyah ia merupakan salah satu sebab munculnya paganisme. Kaum Jahiliyah membuat dan menyembah patung (berhala).

"Barangsiapa menggambar satu gambar di dunia, niscaya akan dibebankan kepadanya untuk meniupkan ruh ke gambar tersebut pada hari kiamat, dan dia tidak akan mampu meniupkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

“Sesungguhnya yang menggambar lukisan ini kelak akan diadzab pada hari kiamat dan dikatakan kepadanya: “Hidupkanlah gambar-gambar yang telah engkau ciptakan ini.” (HR. Bukhari).

"Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam. Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa”  (HR. Muslim).

“Manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah orang-orang yang meniru-niru Allah dalam hal mencipta.” (HR Bukhari dan Muslim).

"Semua penggambar akan berada di neraka. Setiap bentuk yang mereka gambar akan diberikan ruh, dan dengan gambar-gambar itulah mereka disiksa di Jahannam.” (HR. Muslim)

Alasan Pengharaman GambarAda dua perkara yang menjadi sebab (illat) diharamkannya gambar bernyawa:
  1. Gambar itu disembah atau dijadikan ajimat sehingga merupakan bentuk syirik.
  2. Gambar itu diagungkan dan dimuliakan, baik dengan dipasang atau digantung, karena mengagungkan gambar merupakan sarana kepada kesyirikan.

Jika kedua illat itu hilang dalam menggambar --hasil gambar bukan untuk disembah atau dimuliakan, melainkan sekadar dokumenrasi, maka sebagian besar ulama membolehkan gambar dan fotografi.

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (1/455) disebutkan, gambar/foto yang tidak menimbulkan fitnah dan syirik dibolehkan. Jika gambar/foto itu menimbulkan syahwat, mengumbar aurat, apalagi disembah, maka hukumnya haram.

"Karena gambar bisa menjadi sarana menuju kesyirikan, seperti pada gambar para pembesar dan orang-orang saleh. Atau bisa juga menjadi sarana terbukanya pintu-pintu fitnah, seperti pada gambar-gambar wanita cantik, pemain film lelaki dan wanita, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang."
Syariat Islam membolehkan (mubah) menggambar ilustrasi berupa pepohonan atau tumbuh-tumbuhan, batu, sungai, gunung, dll.

Syekh Yusuf Qardhawi dalam Halal dan Haram dalam Islam (1993) menyatakan, menggambar pemandangan, misalnya pohon-pohonan, korma, lautan, perahu, gunung, dan sebagainya, maka ini tidak dosa alias boleh.

Yang diharamkan itu menggambar manusia dan hewan (makhluk bernyawa), baik gambar utuh, setengah atau sebagiannya, maupun berupa karikatur.

Para ulama membolehkan proses mendapatkan gambar selain dengan gambar tangan langsung, misalnya fotografi, printing, dan sebagainya.

Menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak sepertu kuda-kudaan (HR. Bukhari, Abu Dawud, Nasai).

Ibnu Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah). Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Wednesday, November 11, 2015

Hukum Hipnosis untuk Pengobatan Menurut Islam

Hukum Hipnosis untuk Pengobatan Menurut Islam
Hukum Hipnosis atau Hipnotis untuk Pengobatan Menurut Islam

TANYA: Saya ingin tahu bagaimana Islam memandang Hipnotisme? Bolehkah kita belajar hipnotisme untuk tujuan pendidikan, kesehatan, pengobatan, dll? Mohon penjelasannya.

JAWAB: Hipnosisme/hipnosis adalah kegiatan memanfaatkan komunikasi ke pikiran bawah sadar manusia dengan sugesti.

Pelaku hipnosis disebut hipnotis (hypnotist). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
  1. Hipnosis adalah keadaan seperti tidur karena sugesti yang pada taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yg memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. 
  2. Hipnotis yaitu membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis.
Hipnosis berasal dari kata “hypnos”, nama dewa tidur orang Yunani Kuno. Kata “hypnosis” pertama kali diperkenalkan seorang dokter Inggris , James Braid (1795 – 1860).

Dalam dunia psikologi dan medis, hipnosis merupakan salah satu teknik untuk kepentingan terapi atau penyembuhan, terutama untuk mengurangi rasa sakit dan cemas.

Hipnosis dikelompokkan ke dalam dua kategori: klasik dan modern:
  1. Hipnosis klasik itu menyelami dan mempengaruhi pikiran orang secara mistis, klenik, dan syirik dalam pandangan Islam, misalnya sesajian, membakar kemenyan, ramu-ramuan tertentu, dan lainnya guna mendatangkan bantuan jin.
  2. Hipnotis modern adalah dengan mengoptimalkan fungsi otak kanan dan kiri.
Menurut para ahli, otak kiri fokus kerjanya masalah logika. Otak kanan berhubungan dengan perasaan dan seni. Biasa dimanfaatkan oleh para hipnoterapi –penyembuhan dengan hipnosis.

Hipnosis Klasik: Haram
Hipnosis klasik jelas haram. Hipnosis modern boleh, selama dalam praktiknya tidak mengandung unsur haram, mistis, atau syirik, termasuk ideologi, perasaan, dan tradisi non-Islam.

Hipnosis klasik termasuk kategori perdukunan. Lembaga Fatwa Saudi, Lajnah Daimah, pernah mengeluarkan fatwa:

"Hipnosis adalah termasuk jenis tenung (sihir) dengan menggunakan jin… Menggunakan hipnosis dan menjadikannya cara untuk mengetahui tempat barang yang dicuri atau barang yang hilang, atau penyembuhan penyakit, atau melakukan pekerjaan tertentu dengan perantaraan orang yang dihipnosis adalah tidak boleh, bahkan termasuk syirik… juga ini termasuk bergantung kepada selain Allah” (Fatawa Al-Lajnah Ad-daimah 1/348).

Jika kira ragu, apakah sebuah hipnoterapi menggunakan jin atau tidak, maka sebaiknya jauhi saja, demi keselamatan akidah dan agama.

Hendaknya kita menggunakan cara-cara yang syar'i atau jelas halal yang tidak meragukan dalam pengobatan. Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*