JAWAB: Kita berprasangka baik (husnuzhan) saja. Para penceramah tentunya melaksanakan dakwah Islam secara ikhlas karena Allah, demi syiar Islam.
Jika memang ada yang mau ceramah jika dibayar tinggi, artinya ia punya motivasi lain. Biarlah itu urusan yang bersangkutan dengan Allah SWT.
Demikian pula jika ada da’i yang mencari popularitas, itu urusannya dengan Allah SWT. Yang jelas, dakwah adalah kewajiban semua Muslim, terutama Muslim yang dianugerahi pemahaman ilmu agama oleh Allah SWT.
Hamdun bin Ahmad pernah ditanya: Mengapa ucapan-ucapan para salaf (generasi ulama terdahulu) lebih bermanfaat daripada ucapan-ucapan kita? Beliau menjawab: Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa, dan mencari ridha Ar-Rahman (Allah SWT), sementara kita berbicara untuk kemuliaan diri, mengejar dunia, dan mencari ridha manusia!
Ulama generasi salaf berdakwah, memberi nasihat, atau ceramah agama dengan ikhlas, tanpa bayaran, tanpa memasang tarif. Dampaknya, nasihat mereka efektif, berdampak, dan diingat hingga generasi Islam masa kini.
Dengan demikian , jila ada ulama, da’i, penceramah, dan umumnya umat Islam masa kini, yang memberi nasihat agama (ceramah) secara tidak ikhlas, ada niat demi kemuliaan diri, mengejar dunia, dan mencari ridha manusia, atau “karena dibayar”, tidak berdampak dan takkan mampu mengubah akhlak masyarakat.
Al-Imam Ibnu Rajab menjelaskan, orang yang menampakkan ucapan dan perbuatannya kepada manusia perbuatan yang baik, tetapi ia mempunyai maksud mencapai tujuan yang buruk, lalu dipuji oleh manusia disebabkan perbuatan baik yang ia tampakkan padahal mempunyai tujuan yang buruk, lalu dia gembira dengan pujian manusia, maka orang tersebut diancam oleh Allah Ta’ala dengan adzab yang sangat pedih.
“Janganlah kamu sekali-kali menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” [QS. Ali Imran:188]. Wallahu a’lam bish-shawabi.*